Catatan Akhir Tahun

Jujur, waktu gue bikin postingan ini perasaan gue lagi dongkol setengah mati.
Dan berkali-kali gue coba untuk menyadarkan diri bahwa gue harus berhenti bersikap kolokan.
Untuk sepersekian menit gue bisa mengabaikan, tapi semuanya gak mudah.
Sampe akhirnya gue capek sendiri karna nggak ada yang peduli.
Tapi yaudahlah, bukan itu yang mau gue bahas disini.

Well, malam ini gue ga denger suara knalpot.
Tapi tetangga gue sengaja nyetel lagu dangdut keras banget, macam mau ada hajatan orang sekabupaten.
Masa bodolah, gue ga mau ngerusak kebahagiaan orang lain malam ini.
Biar aja. Ga setiap hari kok.

Udah di penghujung tahun aja..
Mau bahas apa lagi ya ?
Gue males mundur ke belakang buat ngeliat kejadian-kejadian lampau.
Rasanya ga perlu.
Ga ada yang harus direview.

Tahun ini gue menghadapi banyak persoalan dan lumayan banyak belajar sih..
Gue belajar, bahwa what has done yah done.. udah gitu aja.
Ga ada yang bisa diperbuat lagi.
Menyesal aja ga akan menyelesaikan masalah.
Hidup itu buat dihadapi, bukan diratapi.
Simpel kan ?

Karna gue terlanjur badmood,
Langsung aja to the point..
Harapan gue buat tahun depan.
Gue cuma berharap jadi orang yang lebih baik.
Maksud gue, dalam semua aspek.
Gue pengen lebih rajin beribadah, ikhtiar, lebih rajin belajar, lebih berguna buat orang-orang sekitar gue, terutama buat orangtua gue.. gue pengen jadi kebanggaan mereka.
Gue pengen lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, lebih mudah mengenal, lebih percaya diri dan lebih banyak teman.
Gue pengen lebih baik dalam bertingkah laku dan bertutur kata, gue pengen jadi lebih kalem dan rapi tapi tidak menghilangkan ciri khas gue yang absurd dan beda.
Atau apapun harapan gue, intinya gue cuma mau 'lebih baik' dari sebelumnya.
Gitu aja sih..

Gue percaya, nggak semua hal harus sesuai apa yang gue mau.
Kadang dari ketidaksesuaian itu gue bisa belajar tentang kecewa dan ikhlas menerima
Itu juga yang gue pelajari dari satu tahun terakhir ini.
Karna tahun depan gue udah masuk PTN,
Satu lagi harapan gue, gue pengen.. dimanapun nanti gue belajar, dan ilmu apapun itu..
Semoga bukan sesuatu yang salah..
Semoga orangtua gue ga kecewa..

Selamat malam semesta,
Goodbye 2013..
Welcome 2014..

Mengoceh..

Kuberitau kamu,
Soal kemungkinan itu, bukan 50-50.
Karna hampir setiap aku membuka mataku, selalu kusempatkan mencari tau.
Aku sendiri tidak mengerti kenapa ini jadi seperti sebuah keharusan.

Soal transportasi pikiran..
Hehe, aku hanya suka menulis saja.
Sambil berharap tulisanku cukup untuk menjelaskan sesuatu.
Yaa, kamu tau sendiri betapa seringnya aku salah dimengerti.
Mungkin memang aku tidak ahli menjelaskan.
Atau bisa jadi, sudah jadi bakatku untuk menciptakan kesalahpahaman dan jadi objek amuk massa.
Hahahaha..

Ohya, soal catatanmu.
Aku tersenyum membacanya.
Ada yang lucu ketika kamu menyinggung ini dan itu.
Ini bisa jadi catatanmu yang paling kusukai.
Ah tapi bukan kali ini saja.
Karna sebenarnya aku selalu menyukai setiap karyamu.
Mungkin ini guna-guna dukun muda..

Jadi, kamu adalah bayi 20 tahun ?
Dan aku pun anak kecil tujuh belas tahun.
Hei, kita bisa bermain bersama..
Bermain layaknya dua anak kecil yang lucu.
Bukan pacaran yaa, maksudku belum untuk seumuran anak kecil dan bayi.
Hehe..

Hei, bro !
Aku nggak pernah menuntutmu melupakan keseimbangan.
Aku hanya bersikap sewajarnya.
Seperti apa adanya aku.
Aku juga sedang berusaha menikmati keadaan.
Kamu pun tidak perlu pusing memikirkan keinginanmu untuk menggenggam dan rayuan sang bosan.
Aku belum bisa digenggam.
Aku belum bisa bergerak dari tempatku.
Jadi tetaplah seperti ini.
Semesta sedang bermain dengan waktu.
Mengulur waktu ketika kamu hilang, dan membuatnya singkat ketika kamu hadir.
Aku tau ini sebuah trik, agar terhindar dari bosan.

Aku tidak bisa menyembunyikan degub jantungku yang berpacu lebih kencang saat membaca pesanmu setelah sekian lama kamu hilang.
Yaa deg-degan itu selalu ada, dan sangat terasa.
Dan lebih sering gemes ingin menyerudukmu saat mempermainkan moodku.
Membuatku terpaku memandang ponsel dengan ekspresi yang berganti tiap menit.
Tapi aku bersyukur kamu menyadari betapa menyebalkannya dirimu.
Jadi aku lebih ikhlas lagi dalam bersabar.
Hehe..

Selain tersenyum saat membacanya.
Aku juga sempat mengerutkan dahi dan bertanya sendiri.
'Memangnya kemarin aku nulis apa ?'
Catatanmu, semuanya lengkap menjawab tanyaku.
Bahkan juga sesuatu yang belum pernah kutanya.

Pfft..

Well, kukira malam ini aku akan menulis sesuatu di sosial mediaku.
Mungkin sebuah kalimat yang manis, di akhir jumpa..
'Thanks for bringing me this beautiful and barely-chaotic night ever'

Tapi batal ya ?
Ini bukan karena semesta tidak mengijinkan.
Mungkin karena kita terusik pemikiran-pemikiran kompleks.
Dan terlalu banyak pertimbangan.
Tentang jangan mulai untuk menumbuhkan kembali sebuah perasaan.
Dan alasan-alasan lainnya.

Aku hanya bersikap seadanya.
Mungkin kamu benar, tentang satu hal.
Mungkin bertemu akan menghidupkan kembali perasaan itu.
Terbukti dari panikku merencanakan baju yang ingin kukenakan sore ini.
Dan kalimat yang kusiapkan untuk dipamerkan pada akun sosial mediaku.
Harusnya aku lebih memahami perasaanku sendiri.

Jangan salahkan aku jika pada akhirnya kubilang, aku enggan memilih baju yang rapi sebelum bertemu denganmu.
Kamu yang lebih dulu ragu, kemudian aku terkontaminasi pemikiranmu.
Yaa, jika saja kamu tidak begitu, aku pun tidak banyak memikirkan 'resiko'
Kan aku sudah bilang sejak awal, aku malas membahasnya.
Kalau mau, berangkat saja..
Tapi sudahlah mungkin bukan hari ini..
At least, aku harus berterima kasih karna kamu mau peduli dan memahami posisiku.
Bahkan saat aku sendiri lupa memikirkan masalah dari posisiku.

Jadi, karna sudah dibatalkan.
Akhirnya aku hanya berbaring dikamar, digigit nyamuk, dan memainkan ponsel.
Bodohnya, tiga jam yang lalu aku sempat membayangkan akan melihatmu dihadapanku.
Kemudian tersenyum semalaman.
Haha.. ini gila.

Satu lagi, aku nggak ngerti kenapa kamu bisa demikian menyebalkan saat mengakhiri forum.
Mungkin karna salah memahami lagi.
Atau aku yang terlalu sensitif menanggapi cuekmu.
Pfft..

Urusan hati

Peringatan : postingan ini kurang penting, tidak mengandung asupan gizi dan menyebabkan kantuk.
segera tutup website ini sebelum anda benar-benar tertidur bosan.

Cinta ini ada. Cinta ini gila.
Bahkan jika ada sesederhana ungkapan 'aku sayang kamu' tanpa syarat dan alasan.
Ada juga yang punya sejuta alasan untuk jatuh cinta, karna katanya cinta itu bikin semua yang ada di dia terlihat menarik.

Ohya, sebelum saya melanjutkan postingan ini.
Saya ingin menyakinkan bahwa saya bukan anak dibawah umur yang salah gaul.
Bicara hati bukan hal tabu untuk remaja seumuran saya.
Oke lanjut !

Kita bicara alasan dulu,
Ya dari beberapa hari belakangan ini jadi pendengar curhatan teman.
Aku (kali ini pakai aku, bukan saya) mendapati beberapa alasan kenapa teman-teman saya menyayangi pacarnya.
Ada yang karna pangkatnya yang bikin si cowok itu terlihat gagah dan punya masa depan cerah.
Ada yang karna saking gilanya cinta itu, sampe semuaa yang terlihat dari cowok itu adalah indah.
Ada yang sudah terlalu nyaman mengenal, dan kebetulan si cowok cukup baik dan menyayangi si cewek.
Ada juga yang tiba-tiba saja suka, dan terlalu capek mencari tau alasan logis untuk perasaannya. Kayak aku.

Dan soal bertahan dengan dia yang menyebalkan.
Ada masanya dimana pacaran itu jadi membosankan,
Bisa karena dia (cowok) yang bosan,
Bisa karena kita (cewek) yang bosan.
Atau karena terlalu sering tidak sepaham, sering adu mulut, berdebat merasa tidak cocok.
Atau karena terlalu capek bersabar menghadapi cueknya dia
Bosan mengalah dan di nomer-empatkan setelah orangtua-teman-game.
Atau masa bodolah alasan apa lagi.
Di kasus bertahan, kebanyakan cewek yang lebih sering bertahan.
Alasannya simpel, udah lama pacaran, masih sayang, ga rela dia sama yang lain, atau bahkan takut patah hati.
Ya emang sih, ga semua cewek memilih bertahan.
Beberapa ada yang emang udah punya 'cadangan' waktu masih pacaran.
Beberapa juga emang terlalu gengsi buat mempertahankan, jadinya abis putus langsung nyari gantinya.

Aku nggak paham lagi soal hati.
Padahal dari jaman SD sampai di penghujung masa SMA, yang kutau bentuk hati manusia itu sama.
Komponen penyusunnya sama.
Cara kerja dan fungsinya juga sama.
Tapi kenapa ada yang gampang banget suka sama orang, dan ada yang ribeet bener sama masa lalunya.
Ini kerja hatinya gimana sih ?
Ini pasti ada campurtangan magis.

Dari kesimpulanku sendiri,
Urusan hati ini gila.
Seperti mabuk ekstasi.
Beberapa orang bisa berubah menjadi bukan dirinya,
Dan untuk yang menjalani, ini begitu aneh, tidak masuk akal, tapi juga bikin bahagia dan nggak mudah buat berhenti, ini candu.
Cinta ini racun.

Baidewei, seseorang pernah ngasih tau aku.
Sering-sering pacaran dan patah hati itu gak buruk kok, katanya lumayan jadi pengalaman.
Katanya lagi, semakin banyak pengalaman bisa belajar jadi lebih bijak.
Teu kitu atuhlah..
Aku pernah baca buku, di dalamnya ada quotes 'belajarlah dari pengalaman, pengalaman adalah guru terbaik. tapi lebih baik jika belajar dari pengalaman teman'
Hehe..

Udah ah, sekian dulu postingan ngawur dari saya.
Postingan ini semata-mata dibuat karna saya pengangguran dan bosan.
Biarin aja kalo isinya ga penting, hahaha..

Bacalah, dan kenali isinya..

Hei, berjalanlah denganku di koridor ini.
Kamu boleh menggamit tanganku,
Dan aku akan menceritakan isi di dalam sini.
Kubikel hati ini, dengarlah..
Kamu boleh lepaskan genggaman tanganmu setelahnya.

Apa yang terlihat di lorong ini adalah sepi.
Seperti itu juga didalam sini.
Kadang kamu ada untuk duduk dan bercanda denganku,
Tapi kemudian tiba-tiba pergi meninggalkan aku tertunduk sendirian pasrah.
Dan saat aku mulai menikmati sepi dan asyik sendiri,
Kamu datang lagi, menawarkan tawa bahagia dan cerita lainnya.
Lorong ini nggak lagi sepi, ada gema tawa kita berdua.
Saat itu aku yakin lorong ini milik kita, hanya ada kamu aku dan pantulan suara canda kita.
Tapi sekali saja kamu alfa, aku mendapat masalah.
Lalu kuputuskan untuk sama sekali tidak menghadirkan kamu di lorong ini lagi.
Aku berjalan pelan, menikmati sepi.
Nggak lama, kemudian ku dengar kamu memanggil namaku.
Aku nggak sanggup menghindari, nggak bisa mengabaikan
Aku terlalu menginginkan tertawa karenamu lagi.

Aku bosan patah hati,
Aku takut masalah itu kembali menghampiri.
Jadi kuminta kamu jadi temanku, secara profesional.
Tapi sebagai teman kamu agak menyebalkan.
Kamu berkali-kali membuatku terpaksa cemberut kesal dan mengerutkan dahi tiap kali chatting.
Kamu manja, saat aku berusaha keras jadi profesional.
Tapi ketika aku mulai melunak dan ingin manja, kamu malah jadi sangat menyebalkan dengan sikap sok profesionalmu yang tidak biasanya.

Soal perasaan ini,
Masih ada, tapi bentuknya tidak lagi sama.
Mungkin seperti tembok yang berkali-kali diterpa hujan badai dan terik matahari.
Catnya banyak mengelupas disana sini.
Warnanya sedikit pudar, tak lagi cerah.

Maaf, tapi ini karna kamu tidak menjaganya.
Kamu hanya datang dan pergi.
Tak sesekali tinggal untuk merawat yang ada.
Ohya, aku baru ingat kalau kamu sibuk.
Banyak urusan, harus kuliah.
Dan sepulangnya kamu dari segala urusanmu, yang tersisa hanya keletihan.
Kemudian tertidur, tak sempat mempeduli tembok ini.

Aku sudah selesai bercerita,
Sudah kamu lihat isi lorong ini..
Mari kita duduk di bangku yang ada di ujung sana.
Tanganku yang dalam genggamanmu,
Lepaskan saja jika kecewa.
Atau terserah jika kamu masih ingin menggenggam tanganku untuk menelusuri lorong ini,
Mungkin bisa kita temukan ujung dari lorong ini, dan kita dapati cahaya dunia luar yang menyilaukan mata.

Kembali lagi, terserah kamu.
Lorong ini tempatku, aku terbiasa dengan gelap dan sepi.
Dan soal temboknya, siapa peduli..
Ini hanya tembok, warna saja jika ingin kembali terlihat indah.
Lupakan temboknya..
Yang terpenting pintunya masih terbuka untukmu.
Tinggal bagaimana kamu, masih nyaman tinggal di dalamnya atau tidak ?
Atau kamu sudah punya rencana untuk pindah ?
Sekali lagi, terserah..

Selamat hari ibuu..

Hai ma !
Mungkin ucapan manis dan kecupan sayang bukan tradisi di keluarga kita.
Bahkan untuk momen sepenting ulang tahun pun kadang sering terlupa, atau ingat tapi sekedar ingat, tidak ada kejutan, kado atau hal romantis lainnya.
Jadi aku boleh dapat pemakluman untuk gengsiku mengucapkan selamat hari ibu.
Ya, aku hanya menyampaikannya di sosial media, yang aku tau mama tidak akan membacanya.

Aku sayang mama,
Walaupun sebenarnya sore ini aku sedikit sakit hati dengan acuhnya mama saat aku mengeluh sakit kepala.
Aku cuma pengen kepalaku dielus-elus, seperti yang biasa mama lakukan jika kakak atau adik-adikku yang mengeluh sakit.
Atau yaa, paling tidak berilah aku pemakluman untuk sakit kepalaku ini.
Biarkan aku berbaring sebentar menikmati nyeri di kepala, jangan selalu membentakku..
Kumohon..

Tapi ini juga salahku..
Jadi lebih baik kuanggap ini sebagai salah satu cara mama dalam mendidikku agar tidak manja.
Lagipula, rasanya tidak pantas jika aku merasa sakit hati pada mama.
Toh, aku lebih sering mengecewakan mama.
Iya, terlalu sering.
Dan sering kali aku tidak menyadari perbuatanku.

Selamat hari ibu, ma..
Maaf aku terlalu sering mengecewakan,
Terlalu sering ngotot mendebatmu dengan pengetahuanku.
Sebenarnya aku nggak pernah mau berdebat, aku nggak mau durhaka.
Diam-diam aku sering nangis di akhir debat kita, tapi aku nggak mau mama melihat air mataku.
Jadi yang terlihat, aku bandel, cerewet dan tukang ngotot.
Sekali lagi maaf, terlalu sering menyakiti mama dengan ucapanku.

Sampai hari ini,
Aku masih menyesal karna nggak pernah bisa bikin mama bangga.
Dengan apapun yang sudah kucapai, rasanya nggak pernah cukup.
Aku setengah mati berusaha tau caranya jadi anak ideal kebanggaan mama.
Tapi sepertinya belum berhasil ya ?
Ah, ini pasti cuma perkara waktu..

Ohya, aku sayang mama.
Tiap kali kita bercanda, mama menjelma seperti seorang kakak buatku.
Sampai kadang aku kebablasan menyundul mama atau menggigit tangan mama jika merasa sebal.
Oke, maaf juga soal itu..
Ma, aku udah ngalah loh..
Soal sekolah luar kota, aku nggak mau ngeyel lagi.
Soal kuliah universitas dengan jurusan nyeleneh itu, aku nggak terlalu berambisi.
Aku ikut saja aturan mama..

Sekali lagi, selamat hari ibu..
Untuk wonderwoman-ku, the most beautiful mom in the world, guru terbaikku,
Terima kasih untuk semua posesif yang mengiringiku tumbuh dewasa.

Aku sayang mama, tulus.

Idealis vs Realistis

Aku lupa kapan terakhir, aku jadi anak idealis.
Menyusun rencana A sampai Z.
Membuat wish list, yang paling tidak satu tahun harus ada satu pencapaian.
Aku bahkan masih ingat isinya..

Umur 18, jadi maba FK UGM
Umur 19, novel pertama terbit
Umur 20, sibuk kuliah, jadi asdos hehe
Umur 21, wisuda S.Ked
Umur 22, masih Koas, (mungkin) jadi tante
Umur 23, wisuda profesi dokter.
Umur 24, udah kerja, boleh pacaran, kenalin calon ke keluarga.
Umur 25, nikah.
Umur 26, anak pertama lahir, (mungkin) novel kedua terbit.
Umur 27, Pendidikan profesi dokter spesialis (penyakit dalam)
Umur 28, luluss, wisuda.
Umur 29, anak kedua lahir.
Umur 30, biayai orang tua naik haji (amiin)
Umur 31, buka usaha kost.
Umur 32, ...

Kemudian, aku berhenti.
Sejenak berpikir kemudian bertanya,
Kenapa aku bisa demikian yakin hidupku akan selurus itu ?
Semudah itu ? Sesempurna itu ?
Dari mana aku tau, umurku akan sepanjang itu ?
Hei, sedang apa aku ini ?

Simply, aku mikirnya ini jadi ga penting lagi.
Buat apa aku bikin daftar pencapaian yang almost perfect sementara keadaanku begini saja.
Untuk skill, effort, atau apapun itu, rasanya aku belum pantas.
Lagipula, siapalah aku ini..
Sudah sok ngatur apa apa saja yang akan terjadi dari tahun ke tahun.
Padahal dua detik yang akan datang saja belum tentu jadi milikku.
Sebagai seorang pemimpi, aku agak berlebihan.

Dan seketika itupun aku jadi realistis.
Menyadari diri, aku terlalu jauh berkhayal.
Aku melayang terlalu tinggi, dan kadang aku jatuh.
Kemudian bangkit dan kembali jatuh.
Sakit itu pasti, bahkan sedikit trauma.
Kelelahan jatuh dan merangkak naik ke atas.
Tapi setelah berkali-kali jatuh, aku bosan.
Tempat itu jadi terlalu tinggi untukku, jadi aku jalan pelan.
Menaiki satu persatu anak tangga sambil mengukur kemampuan.
Dan berhenti di anak tangga manapun  yang cukup membuatku nyaman untuk tinggal dan menetap.

Aku harus mengabaikan kertas berisi daftar pencapaianku itu.
Berhenti jadi pemimpi, tidak lagi ambisius.
Yaa sedikit berkhayal, tapi hanya untuk menyemangati diri.
Nggak harus selalu dikhayalkan, ada baiknya aku berusaha semampuku.
Jadi, apapun hasilnya.. aku nggak akan terpuruk kecewa.

Satu hal, ternyata aku si tukang khayal yang realistis hehe.
Aku masih bisa memerangi imajinasiku sendiri dengan logika yang kupunya.
Seperti ada dua 'aku' didalam satu tubuh.
Dua 'aku' yang sangat bertolak belakang.

Kau tau, jadi realistis dan memerangi khayalku adalah sulit.
Sangat sulit ketika harus merasakan nyeri dikepala karna perang akal.
Ada khayal yang menggelayut manja, ada logika yang menghardik
Tapi logika ini lebih unggul, dia yang mengendalikanku untuk jadi realistis.
Walaupun kadang, khayal itu masih sering mampir.

Sekarang aku anak yang realistis.
Daftar pencapaian itu, cuma kertas.
Tanpanya, semua akan baik-baik saja.
Jalani saja, hadapi saja.
Yaa, kalau memang ada yang harus dicapai, aku akan berusaha.
Bukan hanya sekedar menulisnya hehe..

Anak pingit.

Dari seorang kawan, tentang menjadi anak pingit.

Hai !
Aku baca blogmu, juga tweet galaumu.
Menurutmu, jadi anak pingit itu nggak enak ya ?
Menurutku juga gitu.
Kadang aku mikir, mamaku gak adil.
Sedikit kuno dan overprotective.
Semua inginku dilarang,
Semua cita-citaku dihujat,
Aku diatur, dibentuk sesuai ingin mamaku.
Kesal ? Ya kadang.
Aku ngerasa kuno, kuper, dan seolah terisolir dari dunia luar karna posesifnya mama.
Tapi aku terlalu takut mengecewakan.
Aku nggak bisa nolak, nggak sanggup membantah.
Jadilah aku belajar menikmati posisiku.
Sebagai anak pingit.

Kamu masih lebih beruntung dari aku,
Setidaknya mamamu tidak menyalahkanmu untuk cinta-cinta yang kamu punya.
Kalau aku, untuk jatuh cinta yang diluar kendaliku saja mama menganggapku gila.
Aku seperti tidak diijinkan jadi normal ya ?
Hehe, lupakan..
Ayolah, mungkin mama-mama kita sedang mengkhawatirkan kita.
Maklumi saja.

Semuanya jadi kerasa ga adil kalo kita menuntut lebih.
Semua larangan keluar malam, dibonceng cowok,
Pertanyaan 'Mau kemana? Sama siapa? Pulang jam berapa? Itu temen sekolah atau bukan? Rumahnya dimana? Perlunya apa?'
Larangan pacaran,
Atau semua pertanyaan posesif yang mendesakku untuk selalu jujur, bahkan untuk urusan hati.
Pada akhirnya bikin aku nyerah.
Aku ga bisa nolak semua perhatian yang berlebihan itu.
Aku takut, nyakitin mama.

Bro,
Kita emang udah tujuh belas tahun.
Tapi mungkin bagi mama, kita masih anak kecil yang manja dipangkuan mereka.
Belajarlah menikmati posesif.
Anggaplah posesifnya mama adalah gangguan terbaik yang pernah kamu terima.

Mungkin suatu hari nanti kita akan kangen mendengar suara-suara cerewet mama saat melarang kita soal ini dan itu.
Biarkan saja mama menganggap kita putri kecilnya, biarkan mereka merasa kita masih miliknya.
Karna pasti ada saatnya kita meninggalkan mereka, untuk kehidupan baru kita.
Dengan kesibukan baru dan rumah baru yang berisi orang-orang baru.
Orang-orang yang kemudian merebut waktu dan perhatian kita dari mama.

Kalau aku,
Aku takut nggak bisa adil membagi sayang antara mama dan orang-orang baruku nanti.
Jadi selagi aku bisa, kubiarkan mama merasa aku adalah miliknya.
Kubiarkan mama mengatur hidupku, dan aku akan berusaha menikmatinya.
Supaya mama lega, nggak selalu waswas dan nggak sedih kehilangan sosok manja kesayangannya.

Lagipula, nggak akan selamanya kita diatur.
Ada masanya kita akan dibiarkan memilih sendiri jalan kita,
Toh mereka juga ingin melihat kita tumbuh jadi perempuan yang mandiri.
Iya kan ? Hehe..

Ada yang jual moral ?

Gila ya ?
Beberapa hari yang lalu sekilas denger berita di tipi tentang maba ITN yang meninggal waktu ospek.
Sekarang aku baca sendiri beritanya di twitter.
Asli, keseeel banget !!
Senioritas sih senioritas, tapi bukan berarti diskriminasi terhadap junior dihalalkan juga sih !

Mas, mbak.
Yang kalian siksa itu anak orang.
Orang tuanya nungguin di rumah, mendoakan anaknya biar sukses menuntut ilmu diperantauan.
Dia jauh-jauh kuliah bukan buat mati sia-sia, dia mau kuliah !
Apa sih yang ada kepala kalian ?
Segitu dendamnya sama ospek di masa kalian ?
Sampe harus banget gitu, nyiksa maba buat melampiaskan dendam ?
Trus kalo udah gitu, apa lagi ?
Ngerasa hebat ? Ngerasa berkuasa ? Jagoan ?
Duh, sakit jiwa kali !

Psikopat, menurutku.
Coba deh, acara nyiksa anak orang sampe mati itu segi edukasinya dimana ?!
Lagian jadi senior belagu amat, mentang-mentang senior jadi ngerasa boleh ngebully junior gitu ?
Yang kalian bully itu belum tentu pernah dikeplak bapaknya, lah elu siapaaa ?
Segala berani nyiksa anak orang.
Selow bener hidupnya..

Itu yang nyiksa maba, SDnya dimana sih ?
Ga pernah diajarin PPKN ya ?
Atau ga hapal sama bulir pancasila yang isinya 'kemanusiaan yang adil dan beradab'
Atau malah... ahsudahlah..

Aku gatau lagi gimana kecewanya orang tuanya si korban.
Mungkin juga nyesel ngelepas anaknya kuliah di perantauan.
Harusnya pulang beberapa tahun lagi jadi sarjana, tapi malah pulang cepet dan jadi mayat..

Tau kok, aku ga pantes banyak komentar.
Apalagi soal moral, kayak aku udah paling bener aja.
Ga ada pentingnya juga sih aku nyinyirin disini,
Aku cuma sebel aja..
Ya gimana ya ? Gitulah..
Mereka ga kebayang apa ?
Gimana kalo misalnya saudara atau adiknya mereka yang di bully sampe mati ? Mikirin ga sih perasaan keluarganya ?
Ah, mbuhlah..
Biar saja urusan mereka sama Tuhan mereka masing-masing.

Abangcuu..

Sesingkat obrolan kali ini,
Ada nasehat terselip dibalik percakapan nggak mutu antara aku dan dia.

Dia, abang kandungku.
Orang yang kukenal menyebalkan itu masih jadi kakak kesayanganku.
Beberapa masa pernah membuatnya begitu dekat dan juga sangat jauh dariku.

Dulu waktu kami masih sama-sama anak SD, dia selalu ada untuk memboncengku ke warnet dengan sepeda kayuh.
Mengajarkanku mengoperasikan komputer dan menyimpan ketikanku di disket
Lalu sejak dia masuk SMP kami tak banyak bicara, tak banyak berurusan.
Ketika SMA, kami selalu bertengkar untuk urusan kamar mandi di pagi hari, dan remote tipi di malam hari. Selalu.
Dan sekarang, setelah dia memutuskan untuk meninggalkan rumah dan kuliah luar kota..
Setiap hari aku merindukannya.
Setiap hari aku berharap dia pulang, walaupun hanya untuk membuatku sebal.

Dia bukan kakak ideal.
Dia bahkan tidak akan mengantar dan menjemputku jika tanpa iming-iming imbalan.
Dia tidak pernah mengajarkanku pelajaran ini itu, tidak menasehati untuk hal baik.
Dia tidak pernah begitu menjagaku dari pengaruh buruk lingkunganku.
Dia tidak pernah mau mengalah soal televisi dan kamar mandi.
Dia suka membaca diary dan pesan diponselku, tapi selalu marah saat aku membaca pesan diponselnya.

Dan di setiap kepulangannya,
Aku benci saat dia memanfaatkanku untuk mencuci celana jeans dan beberapa kaosnya dengan alasan : 'halah yu, aku mulih durung karuan sak ulan pisan. Dijaluki tulung loh ngunu rek adikku'
Ah, aku bisa apa ?
Memang kenyataannya dia jarang pulang.
Dan setiap kali dia pulang, ada perasaan tidak rela melihatnya mengemasi barang untuk bersiap kembali ke perantauan.
Selalu, kangen..

Tapi serius, aku sayang abangku.
Orang yang demikian menyebalkan itu.
Kadang dia bisa bersikap sangat manis dan hangat.
Dan dibalik sifat tidak dewasanya, masih ada hal baik yang bisa kukagumi dari sosoknya.
Cara berpikirnya yang simpel dan nasehat yang tiba-tiba saja keluar dari susunan kalimat ngawurnya.
Juga perhatian sederhana yang diungkapkannya dengan cara yang beda.
Ya, dia bukan kakak yang romantis, gaya bicaranya asal ceplos dan kadang sedikit sadis.

Dia abangku,
Musuh kesayanganku.
Orang yang hidup atas prinsip yang seenak udelnya.
Sesekali bercerita tentang pengalaman hidupnya, tapi selalu melarangku mengikuti jejaknya.
Dia sadar betul, pengalamannya tak cukup baik untuk diteladani adiknya.
Mungkin itu sebabnya dia tidak banyak mengajarkanku tentang hidup, dia membiarkanku menemukan sendiri jalanku.
Dia masih saja mengkhawatirkanku..

Terserah saja

Butuh beberapa kali membaca,
Sampai akhirnya aku bisa temukan arti yang sembunyi dalam susunan frase.
Sepertinya bosan.
Atau kamu tak begitu menyukai pertemanan ini.
Terserah saja.

Sulitkah menyapaku ?
Atau mungkin lebih mudah menyusun catatan itu dibanding menyusun 'hai' untukku.
Padahal banyak yang ingin kubicarakan,
Walau aku tau kita tak pernah akur dengan percakapan sentimentil.
Tapi tak usah, sibuklah saja dengan bosanmu.
Aku diam saja, meredam rasa.

Aku juga bosan,
Dengan keadaan yang tidak lagi memihak.
Dunia ini tak memberiku pilihan.
Yang ada aku terikat, pada tali istiadat.
Pada aturan yang bertahun mengiringiku tumbuh dewasa.
Seperti boneka, yang tidak mampu menguasai gerak
Tak punya kendali atas diri.
Dibentuk, ditata, diarahkan..

Kali ini, terserah saja.
Terserah, jika tak ingin menyapa dan bicara.
Terserah, jika ingin diam mengabaikan.
Terserah, asal tak terselip benci.
Terserah saja.

Aku memilih duduk memainkan kata,
Sedikit tak adil membaca yang tertulis,
Tapi aku lelah menjelaskan.
Karena terlalu sering salah dimengerti.
Seperti yang baru saja kubaca, jawabanmu.
Postinganku bukan pertanyaan.
Hanya sebuah judul yang mewakili isi.
Bukan mengharap dijawab.
Baca saja, jangan selalu salah memahami.

Tapi, terserah saja..

Lalu setelah ini apa ?

Semua hampir baik-baik saja.
Masih dalam kendaliku,
Aku sudah bisa walau tanpa kabarmu,
Aku terbiasa menunggu dan tersadar bahwa kamu bukan lagi untuk ditunggu.
Aku tidak punya hak untuk meminta waktumu.
Tidak lagi, tidak juga untuk hal sesimpel menyapaku.

Profesionalisme itu bukan lagi topeng, dia hanya pulasan tipis bedak tabur yang tanpanya kita akan tetap sama.
Tetap akan seperti ini adanya..
Dan peranan ini bukan lagi sesuatu yang harus dihapal dalam naskah,
Improvisasi dan menjiwai sampai rasanya seperti tidak lagi berpura-pura.
Akhirnya kita terbiasa, kan ?

Aku tidak lagi sekacau dulu,
Meskipun dua hari tak ada kabar darimu.
Aku bisa kendalikan moodku, agar tetap tenang.
Karna, at least aku menyadari siapa aku untuk kamu ?
Aku hanya anak perempuan posesif yang mondar mandir dihidupmu.
Dan nggak ada yang bisa membuatku berjalan beberapa langkah ke depan dari posisiku sekarang.
Aku tetap di kilometer yang itu.
Tidak akan lebih dekat, tapi bisa terlihat jauh jika waktu berpihak.

Lalu setelah ini apa ?
Tidak ada.
Karena semuanya baik-baik saja.
Tidak ada yang harus diperbuat.
Tidak untuk meninggalkan, atau berdiam.
Berjalan saja, menikmati jarak, menikmati waktu.
Menghindari dan sembunyi bukan penyelesaian.
Sibuklah, biar saja waktu yang mengatur jarak kita.

Permainan hati ini jadi sedikit membosankan,
Untuk sekian banyak hal yang membuatku yakin telah berhenti memainkannya, tapi ternyata logikaku masih bermain.
Hanya sekilas mengingat, atau sedikit berkhayal.
Kemudian tersenyum kecil menyesali
Ah, ternyata khayal itu masih ada..

Hei,
Kalau masih saja bertanya apa aku menunggu,
Bisa kubilang 'iya' tapi kali ini tanpa cemberut, tanpa banyak berharap.
Entah ini sisi pengertianku atau bagian dari profesionalisme yang kita sepakati.
Yang jelas, aku bisa begini karna terbiasa.
Dan terimakasih untuk membuatku terbiasa menunggu tanpa kepastian.
Somehow, aku senang bisa banyak belajar dari pengalaman ini.

Lalu setelah ini apa ?
Mau mengirimkan pesan untukku ?
Silahkan, aku sudah menunggu.
Teman..

Selamat ulang tahun papa..

Dengan penuh hormat, postingan ini dipersembahan untuk papa..

Selamat ulang tahun pa,
I love you, seriously..
Mungkin untuk beberapa tahun belakangan, aku bukan anak kecil yang manja dipangkuanmu..
Waktu mendewasakanku, mengikatku dengan urusan-urusan dan kegiatan baruku.
Aku tau suatu hari nanti aku akan lebih sibuk, atau bahkan akan meninggalkan rumah ini untuk alasan kuliah luar kota.
Tapi aku nggak benar-benar ingin meninggalkan papa, dan mama..
Aku cuma butuh beberapa waktu dan kondisi untuk menjadikanku lebih mandiri dan matang.
Dan aku yakin, tidak akan berhasil jika aku masih dirumah.

Aku juga kangen dimanja papa,
Tapi papa sendiri adalah sosok yang cuek,
Jujur saja aku ingin melihat papa cemburu melihatku mulai menyukai lawan jenisku..
Sebagaimana yang pernah kudengar bahwa seorang ayah akan selalu tidak rela melihat putrinya sedang mencintai laki-laki lain selain ayahnya..
Kadang aku merasa papa terlalu cuek untuk mencemburui perasaanku.
Aku menyerah saja soal itu..
Terserah papa mau bagaimana menanggapi perubahan-perubahan kecil yang terjadi padaku.
Atau malah mama yang akan cemburu kalau papa terlalu menyayangi aku.
Ah sudahlah..

Aku sayang papa, juga mama..
Papa tidak banyak bicara, karna semua yang kuinginkan selalu mendapat dukungan penuh dari papa.
Aku tau papa menyayangiku, dengan cara papa sendiri.
Cara yang nggak sama dengan yang digunakan mama.
Iya, mama dengan semua brainstorming yang terekam rapih memoriku.
Mama yang biasa menentang inginku, walaupun papa mengiyakan.
Semua pasti ada alasannya..

Selamat ulang tahun pa,
Nggak ada kado spesial yang bisa kuberi untuk papa.
Sulit jika harus mencari sesuatu untuk kubeli sebagai kado papa.
Yang kutau, satu hal yang papa inginkan hanya melihat kesuksesan anak-anak papa.
Sekali lagi, selamat ulang tahun paa..
Sehat terus ya paaa..
Panjang umur ya pa..
Aku butuh papa disini untuk melihatku sukses nanti..

Doaku, semoga kelak apapun keadaanku, kuharap itu tidak akan pernah mengecewakan papa.
Semoga papa diberi kesabaran ekstra dalam mendidik aku yang cerewet ini.
Semoga Allah mengabulkan semua doa papa, juga semua doa baik untuk papa.

Surabaya, 12 Desember 2013.
With love, Ayu.

Papaparampapamparampapa..

Papa : Sekarang Ayu agak kurusan ya ma ? Bulan lalu kan dia masih gembrot..
Mama : Bentar lagi kepalanya mekar tuh pa, dibilang kurus..

Hahaha..
Bapak gue tuh !

Speechless banget dibilang kurusan sama papa.
Secara gitu, papa adalah tipe bapak yang cuek banget nget nget.
Aku yang notabene anak perempuan satu-satunya aja belum pernah dipuji cantik loh..
Tapi dibilang kurusan aja udah puas banget.

Papaku,
Secuek-cueknya bapak,
Papa jarang bicara, tapi bisa mendadak cerewet jika melihat anak perempuannya terluka.
Itu perhatian paling manis yang bisa kuterima dari seorang papa.

Papaku baik, walaupun jarang tersenyum.
Teman-temanku pernah dibuat lari mendengar suara keras papa saat datang ke sekolah memenuhi panggilan guruku.
Hehe, papaku ga segalak itu kok..
Cuma memang lagi agak marah dikiiit karna aku telat berkali-kali dan menyebabkan papa harus menerima surat panggilan orang tua.

Sifat pemalu, ngalahan, pasrah, suka ngayal, pinter ngeles, suka petualangan, hobi baca, suka mencoba hal baru, sungkan, ga tegaan, dan pembawaan kaku yang kupunya, semuanya aku dapat dari papa..
Aku yang paling banyak mewarisi sifat-sifat papa.
Kecuali untuk pelupa, ceroboh dan suka menabung, hehe.. itu dari sifat mama.

Papaku orang baik, walaupun seringkali kunilai tidak adil.
Ah, bicara apa aku ini ?
Seharusnya aku yang berhenti menuntut keadilan.
Toh, papa selalu berusaha memberi semua yang terbaik untukku..
Iya, bahkan aku nggak pernah tau apa saja yang dikorbankan papa untuk memenuhi semua kebutuhanku,
Aku nggak akan ngerti susah payahnya papa yang menginginkan aku sekolah setinggi mungkin..
Aku nggak ada di posisi papa.
Aku nggak merasakan beban berat yang menumpuk dipunggung renta itu.

Satu-satunya penghargaan tertinggi yang bisa membayar kerja keras papa cuma gelar sarjana yang disandang anak-anaknya.
Papa selalu bilang, ingin melihat semua anaknya sekolah sampai sarjana dan jadi orang sukses.
Apalagi kalau salah satunya bisa jadi dokter, itu kebanggaan tersendiri bagi papa.
Ah papa..
Aku bisa bilang apa ?..

Baidewei, ini kok jadi sedih sih..
Nanti aja bikin postingan mellow nya pas ulang tahun papa..
Sekarang mah yang enteng-enteng aja dulu.
Ohya, si papa nih barusan aja bilang aku kurusan eeh malah sekarang beli bebek goreng..
Gimana aku mau kurusan papah..
Bebeknya melambai padaku, menggoda imanku ..
Ah gendutlah saja, bebek ini nampak enak..

Being polite is not that easy..

Ceritanya abis nemu quotes di twitter, dan keinget sama salah seorang teman yang salah mengartikan sikap ramahku.
Kepikiran juga sih, apa iya semua gemini punya keramahan yang sering salah diartikan ?
Atau cuma aku yang sering salah bersikap ramah ?

Ini jadi petaka sendiri buatku,
Dimana seringkali aku mencoba bersikap ramah kepada seseorang, tapi orang itu salah menanggapi.
Atau bahkan orang lain yang salah menilai.

Kesannya aku genit banget gitu kalo baik-baikin kamu ?
Nooooo...
Aku emang gitu kaliii,
Lah kamu kan temanku,
Wajar dong bersikap ramah sama teman..
Ah, apa iya ramah sama genit itu beda tipis ?

Bro,
Ya kalo aku baik sama kamu, itu nggak selalu berarti aku ada apa-apanya sama kamu..
Tapi emang udah setelan pabriknya begini.
Sama orang yang jahat aja aku masih ramah, apalagi kamu yang ga pernah jahatin aku..

Duh, serius amat mas..
Mending kita becanda aja yok !
Hidup tuh jangan terlalu dibawa serius.
Jangan karna aku bagian dari masa lalumu, dan sekarang aku masih baik sama kamu, trus kamu mikirnya aku ngasih harapan gitu.
Kamu mikirnya kejauhan..
Kan ga gitu juga sih..
Aku mah anaknya asik, kalo kamu baik ya aku juga baik.

Tapi kalo kamu ga suka sama caraku, itu resiko sih.
Siapa suruh dulu kenal sama aku ? 

Pfft...
Akhirnya aku sendiri sih yang ngerasa ga enak.
Jadi serba bingung, niat baik ga selalu disambut baik..
Jadi ramah itu ga gampang ya ?
Kalo punya pasangan, bakal sering dicemburui
Kalo jomblo, dikira ngasih harapan sana sini.
Duuh.. -_-"
Kayaknya cuma teman sejati dan orang-orang cuek aja yang nganggep ramahku ya emang tulus.
Bukan karna ada apa-apanya..

Bangku kiri 2.

Setelah review tadi, aku ingin membuat satu lagi postingan yang khusus di dedikasikan untuk bangku kiri,
Dan ikhlas..

Ya, bersyukur banget punya temen semacam dia
Orang yang dengan tulus dan penuh kerelaan memboncengku kemanapun dan memulangkanku kembali dengan selamat.
Tidak pernah memintaku untuk ganti posisi dari bangku belakang ke bangku depan dan pegang kemudi.
Walaupun sesekali aku ingin memboncengnya untuk membalas kebaikan hatinya.
Hehe..

Bersyukur juga, karna dengan adanya dia aku nggak pernah merasa sendirian lagi.
Selalu ada dia yang mengimbangi semua kekonyolan dan hal bodoh yang kulakukan.
Selalu ada dia dengan polosnya melakukan kebodohan yang membuatku tertawa.
Selalu ada dia dan pertanyaannya yang menciptakan gelak tawa dalam diskusi.
Selalu ada dan tangannya yang menepuk bahuku, mengingatkan bahwa aku harus diet.
Selalu ada dia dan sikap sok bijaksana dan sok romantisnya yang menenangkan kalutku.
Selalu ada dia yang merasa ketakutan, khawatir dan berdoa bersamaku setiap sebelum ulangan kimia.
Selalu ada dia yang menertawakan kesalahanku, padahal dia sedang melakukan kesalahan yang sama.
Selalu ada dia yang dengan menyebalkannya menyuruhku makan sayur dengan mengungkit-ungkit berat badan, lemak dan asam urat.
Selalu ada dia yang dengan tenangnya ngupil disaat teman-teman yang lainnya sibuk bertukar jawaban ketika ulangan.
Selalu ada dia dengan tatapan matanya yang berbinar setiap ingin menceritakan sesuatu yang memalukan.
Selalu ada dia dan tingkah ajaibnya yang membuatku merasa beruntung jadi temannya.
Selalu ada dia dengan semua dramanya yang membuatku sejenak melupakan bebanku sendiri.
Selalu ada dia dan jemari kurusnya yang memetik senar gitar memainkan lagu favoritku.
Selalu ada dia dengan pengertian dan kesabarannya dalam mengajarkanku mata pelajaran yang sulit kupahami.
Selalu ada dia, permintaan sederhananya untuk dibuatkan postingan dan senyum harunya setiap selesai membaca postinganku.
Selalu ada dia yang tidak bosan duduk di samping kiriku.

Selalu ada dia..
Selalu ada bangku kiri dan semua hal menyebalkan tentangnya..
Tapi dia temanku, orang yang sama menyebalkannya denganku.

Hei win !
Aku tidak menertawakanmu, aku tertawa bersamamu.
Toh biasanya kita melakukan kekonyolan itu bersama-sama.
Jadi kita impas ya ?

Aku, bangku kiri dan hari ini.

Mau cerita soal bangku kiri lagi nih..
Jadi ceritanya hari ini girls day out gitu deh..

Mulai dari pagi yang super faileeed !!
Bangun kesiangan, berangkat renang kejebak lampu merah berkali-kali, trus giliran nyampe kolam malah gurunya udah pulang.
Tiket masuk kolam seharga duabelas ribu pun sia-sia,
Aku langsung ke kamar mandi buat ganti baju karna hari ini aku ada janji buat donor darah dan daftar seminar ke ITS sama si bangku kiri.
Setelah ganti baju, aku turun deh..

Tap.. tap.. tap..
Daaan voilaa...
Sampailah aku di pos polisi depan pasar atom, nungguin si bangku kiri.
Sekitar lima belas menit kemudian, si bangku kiri datang.
Lalu berangkat ke PMI bermodal nekat,
Ya apa boleh buat ? masing-masing dari kami tidak punya pengetahuan memadai soal jalanan di Surabaya.

Langsung saja pindah ke menit dimana kami sudah mengisi formulir donor darah.
Setelah mengumpulkan formulir dan menunggu beberapa saat, tibalah giliran si bangku kiri untuk menimbang berat badan dan periksa hemoglobin.
Kasian si bangku kiri..
Berat badannya hanya satu angka diatas batas minimal berat yang ditentukan.
Hemoglobinnya nyariiiis sekali, tepat di angka minimal HB yang ditentukan.
Tensinya ? Ah sudahlah..
Dia kecewa sih, gagal donor karna tensinya rendah..
Padahal sudah sejak berminggu-minggu yang lalu dia merencanakan untuk donor darah.
*pukpuk bangku kiri*

Tapi dia ikutan masuk, nemenin aku donor.
Dan tulang-tulangnya kerasa ngilu pas liat jarum yang dipakai buat transfusi.
Singkatnya selepas donor darah kami berangkat ke ITS, kali ini bermodalkan google map di ponselku.
Bangku kiri kemudikan motornya, dan aku membaca penunjuk arah di peta.
Kau tau ?
Sebuah kesalahan besar jika mempercayakan tugas ini padaku.
Untuk menghafal kanan dan kiri saja masih sering terlupa, apalagi baca peta.
Setelah hampir lebih dari setengah jam muter-muter dan nyasar, akhirnya kami memutuskan untuk lewat jalan yang kami kenali saja.
Ya, walaupun harus menempuh perjalanan yang jauuuh dan berliku..
*haha lebay...

Berpedoman pada google maps dan pointernya yang tidak bisa dipercaya, akhirnya kami sampai di jalan Raya ITS.
Kemudian masuk kompleks fakultas-fakultas di ITS, mencari fakultas MIPA.
Satu hal yang baru kusadari, ITS terlalu besar untuk di jelajahi dua anak perempuan yang punya bakat nyasar.
Dan kampus ini terlalu sepi untuk mencari seseorang yang bisa ditanyai.

Sempat berputar-putar dan salah jalan,
Tapi akhirnya ketemu juga si fakultas MIPAnya..
Kami bertanya pada segerombolan pemuda pemudi berkaos hijau yang bertuliskan 'eco campus' mengenai letak dari sekertariat HIMKA.
Berdasarkan petunjuk dari pemuda yang kami temui tadi, akhirnya..
Disinilah kami...
Di depan ruang sekertariat HIMKA, dan pintunya tertutup rapih, terkunci.
Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam sana.
Pfftt..
Si bangku kiri hampir saja menyerah, sampai akhirnya seorang pemuda tambun berkacamata, memberikan jawaban atas segala tanya kami.
Dia menelpon seseorang lalu meminta kami menunggu.

Selang waktu menunggu, aku dan bangku kiri membongkar bekal kami.
Lalu kami piknik di sana.
Baru setengah habis kue yang ditanganku, tiba-tiba dua orang laki-laki datang dengan ngos-ngosan.
Aku membungkus kembali kue ditanganku, sementara si bangku kiri memilih untuk melumat habis sisa kue di tangannya
Mulut penuhnya membuat ia nampak konyol saat ditanyai nama dan asal sekolah.
Singkat cerita, setelah negosiasi babibu  dengan dua mahasiswa tadi selesai, kami langsung angkat kaki balik badan menuju parkiran motor.
Lalu pulang.

Dalam perjalanan pulang kami tidak banyak bicara, hanya sedikit mengomentari bentuk mobil yang kami temui di jalan.
Dan sesampainya di depan gang rumahku aku langsung berpamitan dan mengucapkan terima kasih.
Ohya, kami sempat melakukan tepukan / toss ritual perpisahan favorit kami.
Ya, perjumpaanku dengan  bangku kiri hari ini diakhiri dengan dua tinju yang melayang di hidungku.
Tanda bahwa aku kalah dalam toss, as always..

Mama, aku dan ego kami.

Aku : Emangnya mama pengen aku jadi apa sih ?
Mama : Mama cuma pengen kamu jadi orang bener, yaa mama sih ga nuntut kamu jadi apa atau apa gitu, tapi kamu harusnya tau sendirilah kalo milih sesuatu itu yang prospek kerjanya bagus ?
Aku : Jadi aku bebas dong milih jurusan kuliah apapun ?
Mama : Ya terserah..

*another day*
Mama : Mending itu pilihanmu di perkapalan dibatalin aja deh, kan belum dibayar..
Aku : Lah kenapa ?
Mama : Ya gapapa, mama ga cocok aja sama prodi yang kamu ambil, pilihan pertamanya sih oke, tapi pilihan dua sama tiganya mama ga suka.
Aku : Yaelah ma, belum tentu juga nyantol di pilihan dua tiga, iseng aja dicobain. Lagian ini aku yang jalani..
Mama : Iya sih, emangnya kalo ga di perkapalan, kamu mau kemana ?
Aku : UB, astronomi atau perhutanan mungkin ?
Mama : Astagfirullah.. kamu mau jadi tarzan ? Trus emangnya kamu mau belajar apa astronomi itu ??
Ayu : Lah kenapa ? Katanya bebas milih jurusan mana aja yang aku suka..
Mama : Ya tapi nggak di hutan juga sih -_-
Aku : Udahlah ma, tiap anak itu punya jalannya sendiri, aku juga..
Mama : Ya mending kamu di rekam medis, sekolahnya gampang, kerjanya jelas.
Aku : Wainii.. katanya kemarin ga nuntut aku jadi apa atau apa.. tapi maksa banget supaya aku masuk rekam medis.
Mama : Siapa juga yang maksa ? Cuma menyarankan..
Aku : Yakalii.. cuma menyarankan rekam medis, dan menolak semua jurusan pilihanku.. ujung-ujungnya rekam medis lagi.. sama aja maksa alus sih ma..
Mama : Ya habisnya pilihanmu ga ada yang bener..

Mama..
Aku bisa bilang apa ?
Capek-capek ngomongin pilihan jurusanku, semua ditolak.
Adaa aja alasannya.
Kenapa sih aku ga boleh milih sendiri mana aja yang kumau ?
Lagipula aku punya alasan yang jelas dalam menentukan pilihanku.
Aku pengen kayak mas Bagus, jadi asdos.
Aku pengen setelah itu nerusin jadi dosen.
Apanya yang salah ma ?
Apa menurut mama aku nggak mampu ?
Apa aku terlalu bodoh ma ?
Atau mama yang terlalu khawatir ?

Sudahlah, berdebat tidak akan menyelesaikan masalah.
Lagipula rekam medis bukan ide buruk.
Tanpa mama tau, aku memang berencana mengambil jurusan itu nantinya.

Masih terlalu pagi untuk bicara tentang ini.
Semua masih gelap, abu-abu.
Santai saja dulu,
Duduk dan nikmati apa yang terjadi..
Aku udah capek meyakinkan mama bahwa aku sudah besar, aku bisa bedakan baik dan buruk, aku bisa jaga diriku dan aku akan bisa survive diluar kota.
Percuma saja, aku tau mama akan teguh pada pendirian mama yang itu itu lagi.
Biar masalah ini jadi topik diskusiku dengan Tuhan di setiap akhir sujudku.

Judulnya 'teman'

Aku lagi males bahas yang galau-galau.
Jadi kali ini marilah kita bahas teman-temanku tercintaa.
Orang-orang yang pernah sangaat dekat denganku, sebelum dengan si bangku kiri.

Mulai dari jaman cupu semasa TK,
Waktu itu aku termasuk anak pendiam yang tidak banyak akrab dengan teman-temanku.
Temanku ya cuma si Ipul aja, dari sejak bayi merah sampe setua ini kami tetap teman baik.
Sejak TK dia yang sering menjemputku berangkat mengaji di TPA, atau berangkat sekolah bersama.
Dia memanggilku 'mbak' walaupun selisih usia kami hanya dua bulan, tapi tak apalah.
Saking akrabnya, dia memanggil orang tuaku dengan sebutan 'mama' dan 'papa'
Adik dan kakakku pun menyukainya karna dia anak yang sopan dan pintar.
Jadilah kami seperti keluarga.
Ohya, soal pendidikan kebetulan orang tua kami selalu berusaha menempatkan kami di sekolah yang sama agar mudah dipantau.
Tapi karna dia lebih pintar, jadilah ketika SMP kami harus terpisah.
Walaupun begitu pertemanan kami masih berlanjut hingga hari dimana aku membuat postingan ini.

Lanjut ke jaman SD
Awal-awal SD aku masih sangatlah pendiam.
Dan di kelas 4 aku mulai akrab dengan Fifi, dia kalem, lugu dan kurusnya naujubillah.
Kami terbiasa kemana-mana bersama, bersepeda bersama, jalan kaki bersama dan tertawa bersama.
Dia teman yang baik, sampai akhirnya di kelas 6 aku punya sekelompok teman baru.
Aku, dia dan teman kami masing-masing..
Teman baruku, kami terbentuk dalam sebuah gank
Gank yang berisi anak-anak perempuan yang menggemari Harry Potter.
Dan masing-masing dari kami punya nama belakang Potter.
Vega Potter, Irma Potter, Ayu Potter, Shinta Potter, Myas Potter, Sarra Potter.
Kami juga punya markas di sekolah, maksudku beberapa tempat yang kami klaim sebagai markas untuk berkumpul.
Markas 1 : di pojokan belakang kelas
Markas 2 : di parkiran
Markas 3 : di pohon depan ruang guru
Markas 4 : di toilet
Kami punya kebiasaan nonton DVD Harry Potter dan menghafal mantra-mantranya.
Saat itu persahabatan kami seakan diliputi magic.
Masing-masing dari kami punya latar belakang dan sifat yang berbeda.
Vega yang anak tunggal, modis dan pintar.
Irma yang anak sulung dari dua bersaudara, bapak ibunya guru, jadi pantaslah kalau dia pintar
Shinta yang ibunya perawat, dia baik, gendut dan menggemaskan
Sarra yang cantik dan lugu, ketika itu dia hanya anak perempuan yang tulalit
Myas yang anak bontot, lucu dan cukup konyol
Dan aku sendiri, aku hanya anak aneh yang suka menulis tentang mereka
Dari persahabatan kami, aku berhasil menelurkan beberapa seri cerita petualangan potter.
Aku ingat tour perpisahan kami, saat tanpa sengaja semua anak potter mengenakan kaos putih dan celana hanya aku yang mengenakan kaos merah muda dan rok panjang warna merah.
Ya, bisa bayangkan betapa anehnya aku ?
Aku kampret sekali soal fashion, jadilah penampilanku selalu nyeleneh.
Tapi sudahlah, aku pasrah saja saat teman-temanku memprotes penampilanku yang tidak kompak dengan gank.
Masa bodo, yang penting aku masih bagian dari mereka.

Pindah ke jaman SMP.
Jaman dimana aku belum bisa beradaptasi, dan masih lengket dengan Myas.
Selama setahun, Myas yang rumahnya dekat dengan sekolah terpaksa harus menjemputku lebih dahulu.
Dan di sekolah, walaupun kelas kami berbeda aku selalu menghabiskan waktu istirahatku berdua dengannya.
Ah, indahnya persahabatan..
Lalu waktu memisahkan kami, jadi jauh.
Aku mulai bisa beradaptasi dengan lingkunganku, berteman dengan Miftah.
Dia adalah teman yang sangat posesif, walaupun duduk sebangku kami pernah tidak saling menyapa selama lebih dari tiga hari.
Dan jika sudah lebih dari tiga hari, biasanya aku lupa alasanku marah padanya.
Dengan dia, Lala, Citra, Nikita, Myas, dan Vivi aku menulis serial persahabatan yang baru.
Semua berubah saat aku naik ke kelas 3, semua temanku berganti.
Aku mulai akrab dengan Rika, Fatimah dan mbak Aulia
Banyak hal gila yang kami lewati bersama, terlalu banyak :')
Dan Miftah, dia cemburu, dia berpikir bahwa aku melupakannya.
Ah, Miftah..
Kau tau, aku mengenal posesif sebagai gangguan terbaik sepanjang hidupku.
Aku selalu suka jika seseorang berlaku posesif padaku.

Loncat ke jaman SMA yok,
Disaat aku mulai terbiasa dengan teman-teman yang kukenal semasa MOS,
Tapi kemudian aku ditempatkan di kelas yang isinya orang-orang yang sama sekali baru.
Mereka memandangku dengan wajah angkuh, kecuali Winda.
Dia adalah orang yang pertama kali kusapa di kelas baruku
Kupersilahkan dia duduk disampingku, dan itu bertahan hingga sekarang.
Harusnya kami bosan.. hahaha
Ntah harus cerita apalagi tentang dia, rasanya sudah terlalu sering.
Dia teman yang baik walaupun kadang menyebalkan.
Nggak jarang dia mengajarkanku beberapa pelajaran yang sulit kupahami
Kami simbiosis mutualisme.
Ah sudahlah, bahas Winda-nya lain kali saja..
Sepertinya postingan ini sudah terlalu panjang, hehe..

Sekian.

Bundle of.. memories.

Baiklah..
Aku bohong.
Aku masih saja mimpi bertemu denganmu, dibonceng kamu, menerima pesanmu dan dikirimi cerpen olehmu.
Dan saat aku bangun dari mimpiku, lagi-lagi aku merasakan ada yang hilang.
Sisi itu kembali berlubang.

Aku masih saja mengingat orang yang biasa diskusi denganku.
Aku ingat semua obrolan ga penting itu, dan sialnya aku masih menginginkannya.
Aku ingat saat kita tidak sependapat, kamu sama kerasnya dengan ibuku saat mementahkan logikaku.
Untuk pertama kalinya, aku menyadari bahwa mengingat juga menyebalkan.

Kau tau betapa menyebalkannya mengingat semua tentangmu ?
Sangat menyebalkan.
Sangat. Sangat menyebalkan untuk mengingat bahwa kamu adalah si tukang gondok menyebalkan yang selalu membuatku menunggu seharian untuk sebuah sapaan yang tidak lebih dari empat huruf.
Sapaan 'mbem..' yang selalu bisa membuat jantungku berdebar lebih cepat saat menerimanya.
Ah, aku tau suatu hari nanti aku akan punya nama panggilan selain yang itu.
Sudahlah..

Hei,
Aku benci terjebak pada lingkaran, segitiga, atau apalah namanya ini..
Aku lebih suka jika aku simpan perasaan ini, dan kita bisa jadi teman.
Maksudku teman yang profesional, tanpa ada skandal.
Tanpa drama telenovela.
Tapi sepertinya ini takkan berhasil.
Jadi lebih baik aku berdamai dengan ingatanku.
Menikmati kenyataan, bahwa cinta bukan untuk dikonsumsi anak perempuan tujuh  belas tahun yang ingusan dan manja.

Bicara soal ingatan..
Hei, bisakah kita berdamai ?
Duduklah, aku ingin buat penawaran.
Kenapa tidak mengingat rumus kimia saja ? Atau cobalah fisika ? Teori biologi ?
Kenapa harus dia lagi dan lagi ?
Ayolah.. kenapa aku tidak bisa memilih mana saja yang akan kuingat ?
Aku kan pelupa..
Harusnya lebih mudah untuk lupa..

Aku nggak galau..
Aku cuma mau nulis disini.
Toh aku tak punya diary.
Yang kupunya hanya website ini.
Jadi biar saja kutulis disini.
Supaya bisa kubaca kembali dan kutertawakan, nanti.
Ya, lagipula dia tidak akan membaca. Tidak lagi.
Jadi biarlah aku menulis..

Belum ada judul baru.

Aku lupa ini hari ke berapa sejak aku memutuskan untuk pergi dari kamu.
Yang jelas, aku nggak lagi galau.
Meskipun aku masih saja mengingat kamu.
Masih bermimpi bertemu denganmu, membaca cerpen terbarumu,
Masih sering bertanya sendiri 'apakah kamu masih jadi bayanganku ? Masihkah menstalkingku ?'
Masih juga menulis tentangmu,
Tapi itu bukan berarti apapun..

Kamu tau ?
Kalau aku nggak berani patah hati buat ninggalin kamu, aku nggak akan belajar dan nggak akan pernah siap untuk bertemu orang baru yang mungkin lebih baik dari kamu.
Iya..
Dan setidaknya aku sudah belajar,
Atau ya, baru saja belajar..

Sekali lagi, ini tidak berarti apapun..
Walau setiap kali makan mi goreng, sate ayam atau nasi goreng aku teringat kamu.
Tiap aku bergadang dan mandang angka 2 di jam dinding, aku ingat biasanya kamu yang membuatku mampu bertahan sepagi itu.
Lalu satu persatu percakapan kita terlintas dikepalaku, percakapan ga penting, ngalor ngidul ga jelas tapi selalu berat untuk diakhiri dengan kalimat 'goodnight'
Bahkan begitu beratnya, sampai melewatkan 'goodnight' dan malah jadi 'gooddawn'
Juga sesekali aku mencium aroma yang sama dengan aroma tubuhmu. Bau khas laki-laki yang mampir dihidungku saat aku duduk di motor yang sedang kamu kemudikan.
Aku ingat bagaimana angin jalanan sore itu meniupkan wangi tubuhmu.
Tiap aku cemberut, aku ingat kamulah satu-satunya orang yang menganggap ekspresi cemberutku lucu dan malah dengan ikhlas memintaku cemberut.
Juga setiap kali aku melihat buku merah itu, aku ingat kamu, kamu belum selesai membacanya.
Dan satu lagi, aku ingat pertengahan bulan lalu, waktu kuota internetku habis dan aku berjanji akan paketan internet di awal bulan.
Aku ingat, kamu adalah orang yang sangat tidak sabaran jika harus awal bulan yang terhitung 20 hari dari tanggal itu.
Tapi sekarang, saat aku sudah memenuhi janjiku, semuanya sudah berakhir.
Bukan apa-apa, aku memang sudah berencana untuk paketan internet di awal bulan. Dengan atau tanpa kamu.

Sebenarnya banyak sekali yang bisa kuingat.
Tapi semuanya jadi ga penting lagi.
Karna bukan saatnya untuk terjebak di perasaan yang itu-itu saja.
Aku sudah lebih baik, sekarang.
Jika aku masih saja mengingat dan bermimpi tentang kamu.
Itu hanya sedikit yang tersisa dari hari kemarin.

Satu hal yang tidak harus kamu tau,
Aku tidak pernah membenci kamu.
Itu saja..

Untuk berteman ? Tentu saja boleh.
Tapi aku tidak banyak berharap, aku takut kamu tidak bisa profesional.
Sekedar menghindari pelik yang pernah menampar kita.
Ada baiknya, kita biarkan waktu menguasai kita.
Jalan saja..
Berlalu saja...
Sesekali jadi pionir, pasrah mengikuti aturan main semesta dan waktu.
Atau kembali jadi figuran untuk kisah yang lama.
Toh, belum ada judul baru untuk memulai kisah yang lainnya.

Akhir cerita..

Lebam di dua sisi.
Membiru dan ngilu.

Aku nggak harus menyesal.
Sekalipun memang, aku sangat membenci perpisahan.
Mungkin ini jalannya.
Bukan, bukan jalan yang terbaik.
Kau pun tau aku tak handal soal menemukan jalan.
Aku cuma ingin lari.
Karna jika tetap disini, aku pasti tertampar dan kamu nggak ada saat aku ditampar.

Iya, kamu nggak disini.
Sekali lagi, ini bukan salahmu.
Memang bukan kewajibanmu menjagaku.
Tamparan itu tetap akan kuterima juga pada akhirnya.

Aku paham konsekuensi.
Aku tau apa yang kuhadapi.
Sulit, tapi tetap harus melangkah.
Ketegasan. Ingat ?
Aku juga harus tegas pada diriku.
Berhenti mempermainkan hati.
Karna selalu ada yang harus dipilih.

Silahkan pergi !
Kali ini kubiarkan kamu membenciku.
Supaya mudah bagimu untuk berpaling.
Terserah saja, jika menurutmu aku pengecut.
Banyak hal yang nggak bisa kamu mengerti.
Kita melihat masalah dari sudut yang berbeda.
Dengan kacamata yang nggak sama.

Mungkin ini bukan saat yang tepat untuk belajar tentang cinta.
Lagipula aku benci bergulat dengan hati.
Berdebat untuk meyakinkan ibuku, bahwa jatuh cinta itu normal adanya.
Baiknya, ku iyakan saja mau ibuku.
Baiknya, aku kembali jadi anak kecil yang lugu dan tidak banyak tau soal rasa.
Setidaknya itu bisa menenangkan ibu..

Goodbye...
Kepada orang yang paling cuek, moody, kangen-able dan keras kepala.
Terima kasih sudah mampir dan memberiku heartbreaking and heartwarming experience.
Ini kali terakhir aku mengingatmu sebagai 'mbuL'
Semoga kamu senang, karena akhirnya tidak ada lagi anak perempuan cerewet yang dengan posesifnya memintamu untuk mengirimi pesan setiap hari.

Udahan aja yok !

Bro,
Udahan yok ?
Ada yang keliru disini, dan harus diakhiri.
Aku cuma gak mau memperumit ini.

Pergi saja !
Kali ini aku yang meminta,
Sekedar ingin lari dari caci maki yang menyalahkanku.
Karna kamu bilang menyiksa diri itu nggak penting.
Jadi aku coba menghindari keadaan yang membuatku makin sakit hati.

Kamu pasti paham, rumitnya berdamai dengan hati.
Tapi tidak akan serumit berdamai dengan segitiga ini.
Sekalipun yang kamu lihat bukan lagi segitiga.
Samar, tapi memang masih jelas terasa.
Ya, akan terasa jika kamu ada di posisiku.

Jangan melihatku..
Aku tidak ingin kamu melihat lebam di pipiku.
Tinggalkan saja..
Memang tidak akan menyembuhkan, tapi setidaknya sisi lainnya terselamatkan dari lebam berikutnya..

Birunya masih ngilu, tapi tak apa.
Jangan salahkan dirimu atas ini.
Kita hanya harus mengakhiri sesuatu yang seharusnya tidak begini.
Sesuatu yang sejak awal sudah keliru.

Maaf aku menyebalkan.
Maaf aku egois karna hanya memikirkan cara untuk menyelamatkan diri dari perasaan bersalah.
Lebih dari itu, ini bukan lagi tentang merasa bersalah saja.
Tapi sudahlah, kamu tidak perlu mengerti.
Biar sakit ini jadi milikku sendiri.
Ohya, semoga ini juga dapat membebaskanmu dari pelik.
Aku selalu berharap agar kamu bahagia.
Kamu tau itu.

Semacam patah hati

Kehilangan buku kimia itu feels like patah hati.
Bahkan lebih sakit.

Gila ya,
Itu buku tulis harganya gak sampe dua ribu perak,
Tapi isinya bro, lebih dari 70 soal kimia yang terjawab dan dikerjakan gila-gilaan selama seminggu.
Gue belain melek sampe shubuh buat ngerjain soal demi soal.
Dan bisa ilang segampang itu ?
Gue lebih milih ga ketemu pagi dari pada ga ketemu buku itu besok pagi.
Ya oke, mungkin gue berlebihan.
Tapi lo ga bakalan ngerti..
Gimana kalo besok tugasnya harus dikumpulin ?
Dan gue ga bisa mengharap pemakluman dari guru gue yang kelewat perfeksionis itu.
Nggak untuk alasan apapun, bahkan sekalipun lo nangis jerit di depannya.
Sisi deskruktif gue bilang, mati ajalah.. nilai lo gabakal tertolong. Udah lah sama aja lo kayak gak ngerjain. Usaha lo kemarin sia-sia yu.. mati aja sanah !

Beneran gue patah hati.
Pagi-pagi gue datang ke sekolah, ngubek2 kelas dan hasilnya nihil.
Dirumahpun udah gue cari, bahkan sampe ke lemari buku adik dan hasilnya nihil juga.
Sampe drama segala, pagi-pagi udah nangis bombay di kelas dan nggak satu pun dari temen gue yang merasa minjem buku kimia gue.
Gue ga tau lagi harus gimana ?

Ya lo bayangin aja bro !
Gimana gue bisa ngerjain lebih dari 70 soal KIMIA dalam waktu semalam ? Ngerjain ulang bro ! Bukan nyalin !
Belum lagi ada tugas biologi, trus harus belajar buat ulangan matematika besok pagi.
Rasanya kayak bangun 1000 candi dalam semalam, atau bikin perahu gede dalam semalam.
Hampir mustahil, tanpa bantuan dedemit atau segala macem lelembut.
Lagian gue juga bukan sangkuriang bro.
Gue bisa apa, selain berharap buku gue bisa ketemu dengan ajaibnya.
Ntah gimana caranya, gue cuma butuh bukunya pulang, udah itu aja.
Dan gue bakal kembali nangis memeluk buku itu dengan penuh haru..

Gue cuma pengen itu.
Atau tolong jangan bangunin gue besok pagi..
Etapi, malam ini kan mau ngerjain kimia sampe pagi ?
Mbuh ah, mau nerusin nangis dulu..

Bubye..
Broken hearted girl..

Bangku kiri

Winda : Hahaha, kamu beneran bawa bantal ?
Aku : Iya dongg.. lah ini bantalku..
Winda : Aku juga loh, kok bisa samaan sih ?
Aku : Entah ya ? Masalahnya aku ngantuk berats, dan punya kewajiban buat ke sini jadinya bawa bantal deh.
Winda : Sama, aku juga.. tadi malah minta kantong plastik gede ke mama, tapi ga ada.
Aku : Aku dong dimasukin tas, sampe tetanggaku heran sama isi tasku yang keliatan penuh, haha.. padahal isinya cuma bantal.

Aku nggak tau lagi, kalau ditanya soal bangku kiri.
Untuk kesekian kalinya kebetulan semesta membuat isi kepala kami sama.
Kemudian tertawa bersama, saling menertawakan kekonyolan masing-masing.

Bukan soal bantal saja.
Kemarin juga, saat kelas kami mengadakan pemilihan kelompok secara acak.
Aku tersenyum saja melihat Aida mendapat nomor kelompok yang sama denganku, kemudian saat aku menoleh dan menemukan Winda berteriak menyebutkan nama kelompoknya, aku diam.

Tuhaan... kenapa dia lagi ?
Aku butuh teman yang kompeten dibidang ini, bukan dia yang kemampuannya sama nihilnya denganku.

Aku menelan ludah, mencoba berdamai dengan kenyataan pahit.
Pun dengan Winda, dia kaget setengah mati mengetahui bahwa aku dan dia berada dalam satu kelompok.
Sampai dia melakukan aksi protes pada guru mata pelajaran kami.

Penderitaan kami belum berakhir sampai disitu.
Sekarang aku, Winda dan Aida menghadapi kenyataan yg lebih pahit karena ternyata, satu-satunya pria di kelompok kami adalah dia yang buku tulisnya bercover Hello Kitty, Spongebob lover dan berhati keibuan.
Dia adalah Mijar.
Haha, sepertinya respon kami berlebihan tapi kami benar-benar ragu untuk mengandalkan Mijar dibidang ini.
*maaf yee jar, hehe..

Dan sabtu ini, saat kami berempat berjanji untuk kerja kelompok di sekolah..
Aku dan Winda datang lebih awal dan tertidur di kelas dengan bantal kami masing-masing.
Sementara Mijar dan Aida, mereka ada diluar kelas, menunggu satu setengah jam.

Lucunya, orang yang mereka tunggu sudah ada di dalam kelas, tidur nyenyak.
Cuma berbatas pintu, cuma dalam satu jangkauan tangan untuk menarik tuas daun pintu saja.

Harusnya mudah sekali mereka bisa menemukan aku dan Winda, tapi mereka malah menunggu lama.
Menunggu dua orang yang sebenarnya tidak jauh, tidak sampai satu meter dari tempat mereka duduk bosan.
Konyol ya ?
Tapi aku suka.

Bangku kiri adalah salah satu dari sekian banyak hal ajaib yang terjadi di hidupku.
Kenapa bisa ajaib ?
Ntahlah, terlalu rumit untuk dijelaskan.
Tapi aku sangat menikmati setiap absurd yang kami lewati dengan tawa.
Juga setiap senyum cerah yang kudapat seketika setelah membaca pesan singkat darinya.
Atau setiap tangis, yang membuatku harus sok bijak untuk menenangkannya.
Ah udah ah..
Nanti kalau postingan ini terlalu romantis, aku khawatir dituduh penyuka sesama.
Amit-amit deh..

Baikan yok !

Baikan aja yok !

Kamu tau ?
Aku gagal menganggap bahwa pertikaian kita semalam hanya mimpi.
Yang ada malah aku terbangun dengan perasaan sesal.
Ya, aku menyesal karna terlalu cerewet.
Memang seharusnya aku diam, bukannya memburumu dengan pertanyaan yang justru memperkeruh suasana.

Sebenarnya, aku bisa saja diam
Dan membiarkanmu sendirian.
Kemudian menunggu keadaan membaik, sampai akhirnya kamu kembali menyapaku manja.
Tapi kali ini aku ingin menawarkan kata damai dan sebuah permohonan maaf.
Yang tulus dari lubuk hati paling dalam.

Aku berusaha keras untuk berhenti jadi cerewet.
Tapi kadang aku bisa lupa.
Jadi aku selalu berharap, kamu masih punya kesabaran ekstra untuk menghadapi aku.

Baikan yok !
Aku cuma mau bilang itu.
Tapi beraninya bilang disini.
Gak berani bilang langsung.
Hehe, kuharap kamu membaca.

Polemik.

Malam yang berpolemik.
Adu argumen antara dua hati yang berselimut kacau..
Salah satunya yang banyak bertanya,
Satunya lagi enggan menjelaskan.

Aku benci berdebat dengan kamu.
Terlalu banyak konotasi dan aku sulit memahami.
Begitu juga kamu yang sering salah mengartikan maksudku.

Aku benci setiap akhir buruk dari perbincangan kita.
Percakapan yang tidak saling memahami.
Percakapan yang membuatku cemberut dan manyun.

Aku tau kamu memintaku diam..
Diam yang berarti berhenti bicara ketika emosi memuncak.
Diam yang berarti berhenti bertanya ketika keadaan berubah muak.
Meski, sekali lagi aku benci menyimpan kembali pertanyaan yang tidak sampai kepada kamu.

Kau tau ?
Aku juga lelah bertanya.
Kadang ingin berhenti dan menerima saja.
Tapi aku terlalu muda untuk jadi 'tanpa tanda tanya'
Jadilah aku anak perempuan yang cerewet dan menyebalkan.

Satu hal yang kusesali,
Harusnya aku tau, obrolan ini tetap harus dihentikan sebelum suasana hatimu memburuk.
Atau harusnya kamu dengarkan aku untuk mengabaikan kalimatku.
Aku sudah bilang kan ? Aku juga sedang sentimentil.

Dan yang baru saja kusadari,
Bahwa hatiku yang sudah rapi ini ternyata masih juga merasa kacau ketika kamu marah.
Bahkan jika kamu tak mau peduli sekalipun..

Aku menyerah.
Lagipula ini bukan pertama kalinya aku begini.
Terima kasih karna membuatku harus kerja dua kali untuk merapikan berkas hati.

Semacam curhat.

22.40. Kamis. Hari ke duapuluhdua bulan November.
Masih di ruang tamu dengan tumpukan tugas yang menunggu untuk diselesaikan.
Buku-buku terbuka berserakan, tas melongo.
Aku berkutat di tempat ini sejak sore.
Dengan pensil dan bolpen yang memonopoli kerja tanganku.

Ngopi, yuk ?
Sebentar saja melemaskan otot-otot tangan dan syaraf kerja otak.

Rasanya hari ini aku benar-benar kacau.
Bangun kesiangan.
Berangkat terlambat.
Belum lagi salah pakai seragam karena lupa hari. Lalu pulang.
Kembali berangkat ke sekolah dan terlambat.
Masuk kelas ngos-ngosan kemudian dihadiahi beban hukuman.
Sederhana, hanya membuat duapuluh soal teori evolusi bersama pembahasannya.
Hanya dua puluh ? Mudah ya ?
Asal tau saja..
Aku mendapat tugas yang sama seminggu yang lalu, topiknya saja yang beda.
Dan sampai hari ini, aku baru menemukan sebelas soal dan belum disertai pembahasan.
Sialnya kini tugasnya bertambah, jadi 40 soal dan harus selesai hari Selasa.
Aku hampir frustasi memikirkan tambahan tugas ini.

Hei bukannya aku malas atau apalah..
Tapi aku butuh tiga hari untuk menemukan sebelas soal UN tahun-tahun lalu.
Tiga hari untuk sebelas soal, lalu bagaimana dengan empatpuluh soal ?
Sementara, aku punya tugas di mata pelajaran lain yang juga harus segera diselesaikan.
Haruskah membuat skala prioritas ?
Sekedar memilih mana yang harus di selesaikan lebih dulu.
Ah, adil itu sulit..

Demi tugas,
Sore ini aku pulang sekolah buru-buru.
Makan pun buru-buru agar segera dapat memulai untuk menyelesaikan satu persatu tugasku.
Ntah harus jawab apa, jika ditanya rasa dari perkedel dan sayur sop tadi.
Sepertinya makanan itu tak sampai terasa di lidahku, tiba-tiba saja kenyang. Sudah.

Aku memang sedang diburu waktu.
Sampai detik ini pun masih berkutat dengan pensil dan buku.
Belum juga beranjak dari kimia.
Padahal masih banyak tugas lain yang menunggu untuk diselesaikan.
Biologi, proposal bahasa Indonesia, soal bahasa inggris di LKS.
Sedikit absurd karna malah bermain-main di blog sementara tugas itu sudah menjerit kesal padaku.
Mereka benci menunggu.
Lebih benci melihatku mengabaikan mereka karena sosial media.

Hehe, tunggulah..
Aku hanya mencoba rileks sebentar.
Mengusir lelah dan bosan.
Biar saja malam jadi kian larut.
Aku mau menikmati hidup.
Menikmati tugasku, dengan santai tentunya.

Dan kepada satu sachet kopi luwak di sampingku, aku menaruh harapan.
Semoga mata ini tetap terjaga sampai shubuh menjelang.

Senja dalam cangkirku.

Hei waktu.
Kemarilah, duduk dan nikmati teh hangat ini.
Kita bisa berbincang sembari menikmati langit sore diteras rumahku.
Kau tau aku juga menyukai semburat oranye langit senja.
Lihatlah, kaupun akan suka.

Hei waktu,
Kadang aku begitu bodoh karna ingin kembali pada detik yang sudah berlalu.
Kau tau ?
Aku suka saat aku bercanda dengan kawan kecilku,
Aku suka saat kakakku memboncengku dengan sepeda kayuh,
Aku suka saat mama mengecup keningku haru,
Aku suka saat aku dan teman-temanku duduk semeja disebuah foodcourt, hanya diam dan tidak tau harus bicara apa, tapi juga tidak ingin kehilangan momen.

Hei waktu,
Bisakah kita berlama-lama seperti ini ?
Sekedar duduk bersila menikmati napas.
Menikmati mendung dan semilir angin yang bertiup.
Melepaskan beban berat dipunggung dan kepala.
Karna aku lelah..
Menanggung berat mimpi di pundakku dan berlari mengejar fatamorgana.
Aku harus meneguk segelas kenyataan, dan coba bersantai.
Bersandar pada tembok yang kokoh, bukan lagi harapan kosong.

Hei waktu,
Detik yang tak dapat kembali itu biar saja kubingkai.
Kunikmati pada malam kala rindu menyerang.
Tapi untuk sore ini saja.
Duduklah berlama-lama denganku.
Jangan buru-buru berlalu, diluar sedang hujan.
Tunggulah, seperti yang biasa kau lakukan padaku, membuatku menunggu.
Kita bisa menghabiskan waktu dengan menghitung butir air langit yang jatuh.
Atau diam membisu merenungkan sesuatu.
Tentang hari esok.

Hei waktu,
Aku tau, aku tidak bisa menahanmu untuk tinggal.
Jadi kubiarkan kamu berlalu dan aku tetap diterasku.
Diam sendirian.
Menikmati senja dalam secangkir teh celup beraroma melati.

Yang tak pandai bersajak.

Memang tidak penting untuk diketahui
Harusnya ini kusimpan untuk diriku sendiri
Tapi aku perempuan, yang cerewet, dan cerewet.
Dan ya sekali lagi cerewet.
Demikian cerewetnya hingga tak henti merutuki diri.
Demikian cerewetnya sampai harus berulang kali menyesali.
Demikian cerewetnya hingga semua sakit kembali terurai.

Pahamilah sulit,
Aku benci diriku yang mengacau ini.
Aku bukan orang yang suka menyesali kejadian lampau.
Tapi kali ini begitu dalamnya sesalku.
Karna begitu fatalnya salahku.

Urusan hati ini sedikit rumit..
Sedikit bersalah saja bisa terlalu banyak menyakiti.
Bukan mauku menambah sakit pada lebam yang kamu terima.
Aku hanya ingin mengatakan 'maaf'
Ribuan maaf yang aku tau tidak akan mengembalikan keadaan.
Tidak akan membebaskanmu dari pelik
Tidak juga menyelesaikan masalah.

Semua yang terjadi,
Semua yang tidak bisa diperbaiki,
Membuatku merasa, aku pasti dibenci.
Tapi sekali lagi aku salah.
Aku tidak boleh banyak berkomentar.
Karna jika kulakukan, maka lebam itu akan semakin sakit.

Sekali lagi, maaf..
Terlalu lancang karna ingin jadi penawar sakitmu.
Aku janji akan bersikap profesional.
Seperti yang sudah kita sepakati.

Satu lagi,
Ini bukan curahan hati,
Sekedar ingin mencoba merangkai sajak sastra.
Dari aku yang tak pandai bersajak.

Sekedar menjelaskan.

Satu postingan lagi teruntuk kamu.

Ternyata hati memang sulit diprediksi.
Berkasnya sudah hampir rapi, hanya beberapa saja yang masih berserakan.
Berfikir positif akan menyelesaikan semua susunan file dalam waktu dekat.
Begitu optimisnya, sampai aku lupa.
Aku lupa, aku hanya merapikannya dan mereka tetap ada disini.
Berkas ingatan itu nggak jauh.
Sebaik apapun hatiku menata lembaran-lembaran yang terburai, aku masih bisa melihatnya di dalam kepalaku.
Tumpukan rapi disudut yang tersembunyi tempatku menyimpan semua yang tidak ingin kubuang.
Semudah itu mengingat.
Semudah itu yang namanya flashback.

Seperti kemarin malam, saat tiba-tiba aku merasa ada yang hilang.
Iya, perasaan hilang yang sama seperti  tepat satu minggu yang lalu.
Jika bertanya apakah aku kangen ?
Coba lihat seberapa tebal tembok batas pantas itu,
Memangnya apa yang bisa diperbuat kangen terhadap tembok itu.
Menembusnya ? Merobohkannya ? Menghancurkannya ?
Tidak akan semudah itu.

'Kangen' tidak lagi bisa mewakili apa yang terasa.
Tapi masih ada sekeping ingin yang tertimbun ragu.
Keinginan yang sangat sederhana.
Keinginan yang hampir membuatku frustasi bertanya, lagi-lagi tentang kepantasan.

Aku ingin mendengarmu menyapaku.
Aku ingin kamu menoleh kearahku.
Berharap kamu menyadari, aku nggak pernah pergi.
Aku masih ditempat yang sama saat kamu memutuskan untuk pergi dan menghindari.
Dan kamu masih boleh kembali untuk duduk dan menikmati hidanganku.
Secangkir kopi favoritmu dan mie goreng yang selalu kamu tagih.

Bundel 'ingin' yang terbungkus selotip..
Sudah terbayar.
Dengan menyapaku seperti sore ini saja cukup.
Aku senang bisa kembali berteman.
Berkasnya ? Masih tetap harus dirapikan.
Sekedar menjelaskan, tidak ada yang berubah.
Hanya saja ruangan di hatiku sudah lebih rapi sekarang.

Move on !!

Hai apa kabar bro ?
Sudah lebih baik tanpa aku ?
Mungkin saja kamu tidak membaca blog ini lagi.
Tapi aku tetap akan menulis, tentang apapun yang ingin kutulis.
Dan kali ini tentang kamu dan tentang move on.

Aku sudah lebih baik sekarang.
Setelah sempat bertanya sendiri tentang alasanmu pergi.
Akhirnya diam, sepi, dan kenyataan memberi jawaban.

Tentang batas pantas.
Jauh sekali disudut hatiku yang tertutup selotip, aku masih ingin menyapamu dengan sebutan 'kakak'
Tapi sepertinya sudah tidak pantas.
Terlalu lancang aku masuk ke dalam sana.
Lingkaran itu, yang kamu sebut dengan novel di kepalamu.
Yang di dalamnya terkisah mimpi, harap dan kenyataan yang kamu jalani.

Andai punya kesempatan, aku hanya ingin menyampaikan terima kasihku.
Terima kasih untuk pengalaman paling menguras emosi sepanjang hidupku.
Dan untuk gangguan terbaik yang pernah kuterima.
Juga untuk hal-hal sederhana yang pernah kamu ajarkan kepadaku.
Aku masih mengingatnya, dan bahkan menulisnya dalam sebuah buku.

Satu buku yang seluruhnya berisi tentang kamu.
Dulu, aku ingin kamu jadi orang pertama yang membacanya.
Tapi biarlah ini kusimpan sendiri.
Bicara soal membaca, I'm still your loyal reader.
Aku pernah bilang gitu kan ?
Hehe, move on bukan alasan untuk berhenti jadi pembaca setia.
Aku selow aja kok, aku bakal baca apapun yang ingin kubaca. Siapapun penulisnya.

Aku sudah move on
Dari hal yang paling sederhana,
Aku berdamai dengan ingatanku,
Memang aku tidak menghapusnya, aku yakin butuh lebih banyak waktu dan konsentrasi untuk membuang semua ingatan tentang kamu.
Mereka terlalu banyak, sangat banyak.
Oleh karenanya kubiarkan mereka disini, memenuhi kepalaku dan aku pun makin terbiasa untuk bersikap biasa saja

Hei, kalau kamu berpikir semudah itu aku bisa move on.
Kupersilahkan kamu berspekulasi sesukamu.
Aku sendiri tidak paham dengan konsep move on.
Aku hanya tau, aku harus berhenti merasa kangen.
Itu saja cukup.

Sekali lagi semua masih tentang batas pantas.
Dan move on ini disponsori oleh kesadaran diri bahwa tidak sepantasnya aku kangen kamu :|
Tidak lagi pantas.
Karena kamu sudah berjalan, berbelok.
Aku disini mau merapikan beberapa berkas yang tersisa.
Ditemani sebungkus semangat dan segelas tanya yang hampir habis.
Juga setumpuk playlist lagu sendu.

Udah ya, berkasnya nunggu diberesin..
*Setel lagu  don't you remember*

Bubye..

Intropeksi.

Oke, kasi gue ruang buat ketawa.
Hahahahahahaa..
Haha, cukup. Makasih..

Gue ketawa sampe mata gue berair.
Nggak, gue nggak nangis.
Gue ngerasa pengen menertawakan diri gue sendiri.
Menertawakan masalah gue, juga reaksi gue ketika menghadapinya.

Siang ini gue ngebaca ulang postingan lama di blog, twitter dan fb.
Rasanya nggak percaya, itu gue.
Iya, demikian childish-nya gue waktu itu.
Dengan bahagia yang luar biasa meletup-letup waktu pertama kali jatuh cinta.
Juga mellow yang luar biasa sendu waktu galau dan kangen.
Kemudian semua sosial media gue penuh dengan curhatan-curhatan yang sebenarnya tujuannya adalah supaya dibaca 'dia'
Dan diantara rumitnya perasaan yang baru pahami, gue punya setumpuk masalah baru yang kontan menjadikan gue supersentimentil dan cengeng abis.
Oh Tuhan, gue teramat sangat hiperbola.

Haha,
Setelah semua yang sudah terjadi,
Akhirnya gue belajar hal baru lagi.
Tentang patah hati dan sembuh.
Dan tentang menemukan kekuatan setelah airmata itu kering.
Gue beruntung punya orang tua yang keras mendidik gue untuk jadi manusia yang kuat dan tangguh.
Walaupun seringkali gue merasa cara mendidik yang itu terlalu keras dan sedikit tidak adil.
Tapi percayalah, dari mereka gue belajar jadi sekuat dan setabah ini.
Mereka guru terbaik gue, terbaik dari yang paling baik.
I love both of them..

I'm stronger than before.
Hidup bisa melemahkan kita, tapi kita bisa memilih untuk makin lemah atau berusaha kuat.
Mungkin gue sempat nangis, dan orang tua gue gak pernah mengajarkan gue untuk jadi cengeng.
Tapi ayolah.. ini mungkin wajar karna gue anak perempuan.
Jangan menoleh kebelakang,
Lihat gue yang sekarang..
The new Ayu, with no more tears.

Gue sangat bersyukur,
Pada saat gue mereview beberapa hal  dan berusaha intropeksi, gue nemuin diri gue jadi orang yang lebih tangguh.
Dan thanks God for giving me rain while I write this post, I feel so much better.
Ahya satu lagi, terima kasih semesta untuk menjebak gue pada sekian banyak persoalan dan untuk membantu gue menghadapinya sampai selesai.

Gue nggak pernah bilang gue siap untuk masalah baru, tapi gue akan selalu siap untuk belajar hal baru.
Karna Tuhan maha baik, dan semesta yang ajaib memberi kekuatan ini dan guru-guru terbaik sepanjang hidup gue..

Segampang itu ? Nggak !
Sumpah ini gak gampang, tapi gue sengaja nulis sesederhana mungkin.
Beberapa beban akan tetap jadi milik gue, dan biarkan gue menyimpannya sendiri.
Hidup gue bukan sinetron yang semua hal (termasuk isi hati gue) bisa diketahui orang lain.
Yang pengen gue bagi disini, gue udah baik-baik aja.
Gue kuat dan gak cengeng..
Udah itu aja.

Salam manis,
Broken hearted girl. Haha.

Sebuah akhir.

Tentang 'goodbye' yang kamu kirimkan kepadaku.
Aku tau alasannya lebih dari sekedar cemburu.
Tapi aku tidak akan mengejar alasan sebenarnya.
Kamu yang memutuskan akhirnya.

Ya, semoga ini postingan terakhir yang berisi tentang kamu.
Karna akhirnya kamu menemukan jawabannya.
Dari sang waktu yang sudah membuatmu duduk diam dan menunggu isyarat.
Dan kini giliranku merapikan hati.

Hei bro,
Aku tidak pernah mengira ini akan berakhir buruk.
Tapi, jika tidak begini mungkin cerita ini tidak akan selesai.
Pergi saja,
Karna memang seharusnya tidak ada aku yang memberatkanmu.
Biarkan aku merapikan berkas pertanyaan yang tidak sampai kepadamu.
Tidak ada lagi yang harus dipertanyakan.

Sebenarnya aku tau kamu sudah memilih,
Hanya saja aku yang terlalu lama berputar dan mengganggumu.
Sekarang semua selesai.
Seperti seharusnya.
Seperti isyarat yang diberikan waktu kepadamu.

Bicara tentang waktu,
Terima kasih telah memberinya isyarat.
Juga untuk setiap detik yang membuatku belajar dan jadi lebih dewasa.
Sepertinya semesta mulai merindukan aku yang kemarin, yang sebelum mengenal perasaan itu.
Baiklah, ini giliranku mendapatkan waktu untuk sembuh dan kembali 'normal' seperti biasa.
Ya, segera setelah ini aku akan kembali..
Semoga.

Orang dewasa 2

Dari seorang teman, tentang menjadi dewasa.

Teman: Aku sebel yu, kakakku ini nyebelin banget. Seenaknya aja, dia loh sakit dibikin sendiri. Tau kegiatan banyak, bukannya nyadar gitu.. makan teratur, jaga kesehatan sendiri. Ga mikir apa, kalo dia sakit kan mamaku juga yang repot. Gak dewasa, manja banget yu !

Bro,
Dewasa itu bukan berarti bisa menghadapi semua dengan kedua tangan kita sendiri.
Jadi dewasa juga capek.
Sesekali manja, boleh lah..

Waktu seseorang dianggap cukup dewasa, orang itu memikul beban beratnya sendiri.
Bertanggung jawab dan berusaha keras untuk mandiri.
Dewasa itu kadang lepas dari perhatian-perhatian sederhana seperti diingatkan makan dan istirahat.
Mereka dianggap cukup tua dan cukup mengerti tentang dirinya, tentang kapan harus makan dan bagaimana harus beristirahat.

Sebenarnya bukan begitu,
Jadi dewasa itu capek..
Capek dianggap bisa dan mampu menghadapi segalanya.
Capek berusaha terlihat mandiri, dan matang.
Capek memikul gelar dewasa.
Mungkin begitu ? Hehe .

Aku belum dewasa,
Tapi mungkin aku tau berat yang akan kuhadapi jika dewasa nanti..
Ketika nggak ada lagi yang mengingatkanku makan atau tidur,
Ketika aku nggak bisa lagi menangis merengek ketika sedang kebingungan mengenai beberapa hal baru,
Ketika menginginkan sesuatu dan harus memutar otak untuk membeli tanpa meminta,
Ketika aku punya persoalan dan harus menyimpannya sendiri agar tidak membuat orang tuaku khawatir,
Ketika apa yang ada dipikiranku bukan lagi hanya tentang hari ini tapi juga beberapa hari kedepan,
Ketika aku tidak lagi berpikir tentang bagaimana aku menikmati masa mudaku, tapi juga bagaimana aku bisa jadi contoh yang baik untuk adik-adikku,
Ketika hidup adalah bukan hanya untuk mencoba hal baru, tapi juga mempertahankan apa yang ada,
Ketika segalanya tidak lagi bisa dihindari, tapi harus dihadapi dengan tegas.

Itu mungkin hanya sebagian kecil,
Mungkin bisa lebih berat atau lebih ringan.
Sesederhana sakit dan ingin diperhatikan bukan berarti tidak dewasa..
Orang dewasa tetap butuh seseorang yang peduli terhadapnya.
Nggak ada batasan usia untuk menerima perhatian,
Nggak ada yang terlalu tua untuk diingatkan makan. Nggak ada.
Karna semakin tua, seseorang akan semakin butuh untuk sering-sering diingatkan hal-hal yang sebenarnya sangat sederhana.

Ohya satu lagi, kayak yang dibilang salah satu iklan operator prabayar..
Jadi dewasa itu menyenangkan, tapi susah dijalanin.
Setuju ? Iyain aja deh. Iya.

Sumpah !

Sumpah, saya masih muda !
Eh, maaf salah fokus.

Rasanya gak adil kalau kemarin saya mengucapkan selamat hari Blogger Nasional, tapi tidak mengucapkan selamat untuk hari Sumpah Pemuda.
Jadi, dengan ini saya mengucapkan :
Selamat Hari Soempah Pemoeda !
Iya, begitulah kira-kira tulisannya.

Ngomongin soal sumpah pemuda,
Jaman sekarang mah, pemuda pada sok tebar sumpah kesana-kemari.
Ada yang bilang 'sumpah mati, aku cinta kamu'
Ada juga yang 'sumpah hati ini milikmu'
Atau 'sumpah, aku gak nyolong bolpenmu !'
Pret lah..
Udahlah bro, kesakralan sumpah jadi luntur karna kalian sendiri yang mendustainya (ceileh..)

Segala sumpah dibikin main-main.
Anak jaman sekarang ya, enteng bener bilang sumpah.
Belum lagi pengacara yang itu, lah dia malah mau main sumpah pocong aja gitu.
Sumpah basi banget, bro !
Apalagi yang punya blog ini..
Gak nyadar ya mbak, kalau situ juga mengadopsi kata 'sumpah' untuk dijadikan nama twitter dan blog ?
Belagu bener.. nyinyirin orang asal sumpah, lah dianya pake sumpah waktu bikin twitter.

Haha, sumpah saya cuma becanda.
Dunia ini terlalu absurd dalam hal pengaplikasian kata 'sumpah'
Ya sudahlah, nikmati saja semua sumpah serapah.
Karna saya pun masih suka menggunakan 'sumpahsayaayu' sebagai identitas.

Ohya, jadi 'Cumpah? Ciyus? Miapah?' Itu masih tergolong kategori sumpah pemuda kan ?
Soalnya setau saya, itu yang bikin sumpah model begitu yaa anak muda.
Baiklah, cukup sekian sumpah dari saya.
Karna saya sendiri bingung mau nerusin bahas apa.
Jadi marilah kita cukupkan sampai disini.

Salam manis dari pemilik blog Sumpahsayaayu,
Dan ingat, jangan buang sumpah sembarangan !

Sekian.

Hari Blogger Nasional !!

Jadi, twitter lagi ngomongin hari Blogger Nasional.
Gak heboh sih, yang ngomongin hari Blogger Nasional palingan cuma penulis yang gue follow.
Iya, gitu.

Oh, hari Blogger Nasional ya ? Oh. Selamat deh.
*plakk*
Astaga lupaaa...
Gue kan anak blogger,
Gaul banget deh gueehh..

Haha, macam mana bisa lupa punya akun blog ?
Tapi sumpah, gue bangga banget jadi anak blogger.
Apalagi karena ternyata kami (para blogger) punya hari nasional.
Macam pahlawan sajalah. Hehe..

Ntah ya mau nulis apa..
Gue cuma mau bikin postingan khusus untuk mengesahkan diri sebagai anak gaul yang turut berbahagia merayakan hari Blogger Nasional !
Gue merasa istimewa dan keren banget.

Sekali lagi, tuluus dari lubuk hati yang terdalam gue mengucapkan..
Selamat hari Blogger Nasional !
Siapalah gue ini, selain anak alay yang doyan ngepost tulisan-tulisan lebay di blog.
Tanpa mengenal blogger, mungkin gue bakal menghabiskan terlalu banyak kertas.
Atau mungkin otak gue jadi lemot karena dipenuhi ide-ide yang tidak bisa tersalurkan.

Untuk orang semacam gue,
Menulis itu bukan tentang bakat, tapi cenderung tentang dahaga.
Gue bisa nulis sebanyak kalimat yang gak bisa gue ungkapkan secara lisan.
Sebanyak air yang ingin gue teguk ketika dalam dahaga.
Tapi juga nggak akan bisa nulis apapun ketika gue merasa cukup.

At least, gue cuma pengen bersyukur.
Karna mungkin blog ini saksi yang merekam semua kalimat hiperbola yang mewarnai masa muda gue.
Dan suatu hari nanti gue yakin bakal tertawa malu ketika membaca kembali blog ini, menyadari betapa anehnya gue dengan cerita-cerita depresif tentang hidup gue.

Salam manis
Anak blogger gahol..

Broken hearted girl 2

Lupakan aku, apatisku, egoisku.
Mungkin dari sisimu aku buruk sekali.
Tapi dari sisiku, ini namanya mengalah.
Menyerah pada sesuatu yang hampir tidak mungkin diperbaiki
Misalnya sebuah sistem tentang keadilan.

Kenapa harus meminta kalau aku bisa berusaha ?
Kenapa harus memohon kalau nantinya hanya diabaikan ?
Kenapa harus menunggu kalau tidak ada yang menjanjikan ?
Dan kenapa harus menyalahkan aku kalau tidak sabaran ?

Aku sudah berhenti merengek.
Kalau pun aku menangis, kupastikan tidak ada yang melihat air mataku.
Aku baik kan ?
Tapi tidak cukup sabar lagi.
Sabarku habis digerogoti kecewa.
Kalau aku diam, itu bukan sabar, itu acuh.

Nggak ada lagi yang ingin kuminta,
Nggak juga untuk hal sesederhana 'ingin didengar'
Mungkin aku terbiasa diabaikan.
Atau memang aku terlahir bukan untuk didengar.

Sudahlah, hentikan semua drama.
Aku sibuk mencari alasan untuk bahagia.
Tidak ada waktu untuk terus termehek-mehek.

Ohya satu lagi, kalau memang ada yang ingin kuminta.
Mungkin hanya sebuah diskusi ringan tentang 'keadilan'.
Bisa ? Mungkin tidak ya ? Lupakan.

Rainy

Sabtu malam, hari ke dua puluh enam bulan Oktober.
Awan mendung itu akhirnya bertransformasi menjadi butiran air yang jatuh menghujani bumi.
Dan bagian favoritku, petrichor.
Bau tanah basah itu cukup ajaib untuk memberiku sensasi teduh.

Aku tidak benci hujan,
Meskipun karenanya aku gagal membeli tip-ex, dan tidak bisa menjemur cucianku.

Aku suka,
Duduk di teras rumah menikmati angin, air langit, dan gemuruh petir.
Sebelum kampung ini padat pemukiman, aku bisa melihat airnya jatuh dan menggenangi lapangan depan rumah.
Membuatku melamun memandang keluar sampai hujannya reda.

Aku ingat kecilku dulu,
Berlari di tengah hujan dengan kaos singlet dan celana pendek tanpa kenal malu.
Sesekali berteriak kala petir menyambar, dan berhenti di depan rumah yang dari atapnya mengucur air deras.
Kadang pun aku hanya bisa menikmati hujan dari balik teralis jendela, memandang iri kepada mereka yang tertawa bahagia sambil berkejaran diluar sana.
Aku ingat betapa alotnya merayu mama untuk mendapatkan ijin bermain hujan.
Juga ketika mama tidak sedang di rumah, aku pernah diam-diam bermain hujan dan berhenti sebelum mama pulang dan kemudian berusaha menghilangkan jejak dengan mengepel sisa basah di lantai lalu pura-pura tertidur di kolong.
Dan ketika aku sudah terlalu besar untuk berlarian main hujan, aku pun memainkan perahu kertas, melihatnya bergerak menuju tengah lapangan yang tergenang air. Semakin jauh lalu hanyut.

Aku kangen sekali masa itu,
Sekarang tidak ada lagi yang tersisa.
Tidak ada lagi lapangan, tidak ada genangan air, tidak pula perahu kertas.
Hanya barisan bangunan yang berjajar penuh sesak dalam kampung yang sempit.
Dan atap-atapnya yang menghalangi jatuhnya air kepada paving-paving yang merindukan sentuhan hujan.

Selamat malam hujan.
Selamat bermalam minggu dengan fantasiku.
Aku kangen sekali.

Posting ngasal.

Bukan maksudku mengakhiri bro..
Hanya mengurangi bobot konflik.
Atau sebutlah ini bab baru yang berisi penyelesaian.

Anggap saja aku lemah.
Mudah menyerah dan dikuasai rasa bersalah.
Atau ya memang begitulah adanya..

Aku mau berteman dengan semua gelisah.
Aku mau berteman dengan semua tanda tanya.
Hanya supaya mereka berhenti menyakitiku.
Hanya supaya aku terbiasa menghadapi mereka.

Aku banyak berubah,
Tapi belum pantas disebut dewasa.
Ini hanya perubahan sederhana.
Dari yang 'tidak ingin mencoba' akhirnya jadi 'pemula'
Dari yang 'cuek' menjadi 'kepo'
Dari yang semula 'pemalu' jadi 'sok asik'
Dari yang selalu 'selow' akhirnya 'mellow'

Ah hidup..
Sejak perasaan itu,
Aku lupa persahabatanku dengan malam.
Aku lupa menyapa langit yang cemburu melihatku asyik dengan gadgetku.
Kadang aku begitu egois untuk cemberut dan tidak menikmati malam hanya karena menunggu sesuatu.

Biasanya malam yang jadi alasanku tersenyum teduh, tapi akhirnya aku menemukan alasan lain untuk bisa tersenyum.
Yang ini lebih nyata dan bernyawa.
Yaa.. walaupun alasan ini hanya boleh kupinjam sebentar.
Iya, akhirnya aku harus mengembalikan alasan itu  di tempat awal aku menemukannya.

Aku tidak menyesal.
Setidaknya aku sudah mencoba dan belajar tentang hal baru.
Tentang perasaan dan bagaimana harus menghadapi persoalan rasa.

Mungkin.

Mungkin sudah selesai dengan observasimu.
Mungkin sudah datang isyarat yang kamu tunggu.
Mungkin waktu telah memberimu sebuah jawaban.
Atau mungkin ini hanya hipotesaku.

Mungkin kemarin malam kamu tidak mengabariku.
Mungkin juga tidak untuk malam ini.
Mungkin kamu tenggelam pada kesibukanmu.
Mungkin kamu sedang terjebak pada suasana hati yang tidak baik.

Mungkin ini tidak lagi penting buatmu.
Mungkin aku juga tidak harus selalu menunggu pesan darimu
Mungkin jika harus menyerah, aku bisa maklum.
Dan mungkin ini terakhir kalinya untukku.

Aku tau semua akan segera berakhir.
Hanya saja aku tidak pernah tau 'kapan?'
Aku pun tidak pernah ingin memulai untuk membuat sebuah akhir.
Mungkin lebih baik kuikuti saja jalan ceritanya.

Mungkin aku tidak akan pernah bisa pergi.
Mungkin aku akan tetap disini.
Tapi mungkin perasaan itu tidak akan pernah sama lagi.
Karna mungkin aku baru mencoba untuk beradaptasi dengan kondisi.

Kenyataannya, semua sulit, semua berat, semua sakit.
Aku tau aku pemula, tapi kamu tidak perlu merasa iba.
Mungkin harus membiarkanku jatuh agar aku belajar bangkit dan tidak mengulangi jatuh.

Mungkin juga akan luka dan membekas.
Tapi mungkin itu harga yang harus dibayar untuk sebuah pelajaran.
Ya, mungkin.

There is a pill for every ill

I don't regret for everything that happened to me.
I don't recall for every mistakes, sadness and rage that I've done.
I don't throw all that things away because the effect has ripped me off.
You know why ? Cause that what makes me learn about mistake
-Koko, Sarjana Kebut Skripsi-

Laaahhh... pas banget tuh *mulet*
Hidup mah gitu-gitu aja.
Masalah ngantri panjang dari ujung ke ujung gak ada habisnya.
Aku bisa apa, selain menghadapinya ?
Atau paling tidak, membiarkan masalah itu menghajarku dan aku belajar dari lebam yang kuterima.

Hidup mah gak lepas dari masalah.
Tapi itu juga bukan alasan untuk lupa caranya bahagia.
Bahagia itu sederhana kok.
Sesederhana ketawa waktu nonton film konyol di televisi.

Aku nih,
Lagi sumpek tingkat kelurahan.
Hati udah kayak ada bentrokan massal.
Kalo bisa dilepas nih hatinya, gua lepas juga deh trus dimasukin ke laci.

Tapi tenang aja..
Mau se-mellow apapun aku waktu menghadapi masalah.
Mau se-pengecut apapun aku dalam menghindari masalah.
Aku nggak pernah melewatkan satu masalah pun di dalam kepalaku.
Semuanya tersimpan rapi di rak arsip yang harus dibaca ulang dan dipelajari.

Ohya, satu lagi..
There is a pill for every ill.
Jadi, aku tau aku akan selalu baik-baik saja.

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...