Menuju Akhir Tahun

Jika menghitung mundur, maka tepat delapan hari menuju akhir tahun.
Aku menghela napas dalam, termangu menopang dagu
Sejauh ini sesuatu dalam diriku berbisik tentang..

“how’s life kiddo ?”

Aku menenggak air mineral dengan kertas bertuliskan huruf hijaiyah di dalamnya.
Aku mulai ragu akan menulis sesuatu.
Hatiku terlampau bergetar jika menyadari apa yang terjadi padaku beberapa waktu belakangan ini.
Aku merasa seperti meteor perubahan itu menghujaniku bertubi-tubi.
Sampai begitu sadar, aku terbangun bukan lagi di rumahku.
Kemudian kembali sakit kepala, dan aku meringis memeluk gulingku erat. Berbagi rasa sakit.

Seperti kaset rusak yang sedang berputar,
Belakangan ini aku banyak mendengar orang mengucapkan kalimat yang sama.
Pesan untuk menjaga kesehatanku, pesan untuk mengingat istirahat dan makan.
Sungguh, aku senang mereka sepeduli itu terhadap kesehatanku.
Tapi aku lebih senang jika mereka tau, aku baik-baik saja dan tidak ada yang perlu di khawatirkan.

Aku mendadak sedih, jika kuingat bagaimana mereka membilang bahwa aku terlalu ambisius dalam pekerjaanku.
Aku hanya sedang mencoba professional, aku berjuang sebaik mungkin menjadi orang yang tidak membuang waktu dengan sia-sia. Alih-alih dihargai, aku malah dimarahi.
Aku tak pernah bertindak benar, bahkan ketika aku mencoba melakukan sesuatu yang benar.
Tak apalah, aku sadar letak kesalahanku.
Aku bertindak bodoh dengan bersikeras terlihat berhasil menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik sampai aku lupa menghela napas. Aku berlari mengejar eksistensi, mengatasnamakan tanggung jawab dan blablabla.
Cuma sakit yang membuatku berhenti, berlutut, lalu meringis memeluk guling erat sekali.
Seolah dengan memeluknya, sebagian sakit itu akan terbagi.

Aku tidak pernah memilih untuk sakit, tidak juga merutuki takdir.
Aku cuma canggung. Aku sulit memberikan jawaban untuk setiap mereka yang basa-basi bertanya.
Aku juga canggung. Menerima tatapan iba dari mereka yang sudah paham akan keadaanku.
Aku tidak ingin diperlakukan secara istimewa hanya karena mereka berpikir aku tidak akan lama..
Sungguh, aku ingin meyakinkan mereka bahwa aku baik-baik saja.
Aku tidak akan mati, yaa setidaknya bukan dalam waktu dekat ini.

Hei, kalian membuatku sedih..
Jadi, tolonglah, santai saja.. aku akan baik-baik
Aku akan pulang rabu ini dan menghabiskan akhir tahun dengan kalian. J

Selamat Ulang Tahun Papa !!

Aku tidak tau bagaimana waktu bisa tiba-tiba membawaku pada dimensi ini.
Dimensi dimana setiap apa yang kuperjuangkan kemudian kalah dengan konspirasi semesta.
Kemudian sisanya, aku harus berjuang keras untuk membayar kecewa orang-orang yang pernah mendukungku.

Biar kupejelas..
Semakin tua umur seseorang, maka ambisi dalam hidup, satu per satu akan hilang. Ntah karena telah tercapai, atau karena prioritas yang telah bergeser.
Begitupun denganku.

Dan sialnya, aku khawatir pemikiranku ini melukai seseorang.
Bapakku.

Segala hal jadi terasa tidak adil ketika bapakku berusaha memberikan semua yang terbaik untukku, sementara aku gagal dalam usahaku mewujudkan keinginan sederhananya.
Aku sulit memaafkan diriku karena mengecewakan banyak orang.
Aku bahkan tidak tau harus berbuat apa, selain memelas agar Tuhan bisa mengubah keadaan lebih baik.
.
.
Tidak hanya memelas, aku lantas berusaha lebih baik.
Di tempatku yang baru, kehidupan banyak berubah.
Aku berhenti meratap, aku tidak lagi banyak berambisi.
Yang ada dihadapanku kini, adalah apa yang harus kujalani sebaik-baiknya.
Sederhananya prioritasku sudah berubah.
Aku berpikir, dan bergerak sebanyak yang kubisa.
Aku total merubah pola pikirku, dan aku berjanji, jika belum bisa jadi yang terbaik, setidaknya aku sudah jadi yang paling keras berusaha.
Aku mungkin keras kepala dan sedikit berlebihan, tapi hal ini kulakukan demi membuktikan kepada bapakku, aku tidak sepenuhnya gagal.
Masih ada hal yang bisa dibanggakan dariku, walaupun sedikit.
Sedikit, tapi lumayan untuk permulaan.
Sadarpun, bapakku masih menaruh harapan agar aku bisa menjadi sesuai inginnya.
Ya, kecewa itu belum juga terobati..

Dan hari ini, ketika angka satu ditambahkan setelah bapak melewati usia yang ke setengah abad.
Aku turut berdoa, semoga Tuhan menjaga bapakku tetap sehat.
Semoga dilancarkan rezeki dan di beri kesabaran ekstra dalam membesarkan anak perempuan yang menghabiskan banyak uang untuk sengaja kuliah jauh dari rumah.

At least, I just want to say..
Selamat ulang tahun, papa.
Semoga semua doa baik papa diijabah.
Dan semoga keberkahan dilimpahkan untuk papa ♥
I swear, ga akan ngecewain lagi..

Dari Seorang Kawan, Tentang Dendam.

" Aku benci banget sama perempuan itu!"
" Kenapa gitu ? "
" Munafik, yu! Taulah.. males aku jelasinnya. Muak. "

Celetuk temanku, saat kami iseng ngobrol membuang bosan pada jeda waktu menunggu. Aku lumayan terhenyak menyadari raut kebenciannya. Dia tak banyak bercerita kenapa benci itu bisa sampai mengerogoti hatinya. Aku hanya tau, perempuan yang demikian dibencinya itu, dulu pernah sangat disayangnya.Tapi aku diam saja, tak banyak berkomentar. Khawatir kena damprat jika salah bicara.

Hatinya tidak pernah dipersiapkan untuk kecewa dan kehilangan, pikirku begitu saja.

Aku tau, perpisahan bukan sesuatu yang benar diinginkan dua orang yang pernah saling jatuh cinta. Tapi setengah mati membenci setelah sepakat memutuskan untuk menyudahi urusan berdua, rasanya tidak bijak. Itu menurutku.

Hei, teman!
Perpisahan selalu menyakiti dua pihak, setauku..
Jangan merasa kamu satu-satunya orang yang jadi korban.
Aku tidak berdiri di bagian perempuan itu ataupun di bagianmu. Aku di tengah.
Jadi, aku tidak akan menyalahkanmu atau membenarkan pikirmu.

Kuingatkan saja, bahwa what has done.. ya done.
Kamu menginginkannya kembali, dan dia tidak. Lalu apa ?
Life must go on..
Jangan membenci orang yang tidak bisa menerimamu kembali, teman..
Kalau kamu tetap membencinya, koreksi lagi, apakah kamu pernah menjadi orang yang sangat sempurna buatnya ? Tidak pernah sedikitpun membuatnya kecewa ?
Jika dia tidak menerimamu kembali, mungkin dia pernah begitu kuat mempertahankan, kemudian lelah dan mulai menyerah..
Make sure for it.

Suatu hari kamu akan jatuh cinta pada orang lain, dan sudah semestinya kamu mulai melepas dendam itu dari bahumu.
Lepaskan, karena memang seringan itu perasaanmu saat menyadari kekosongan yang pernah dibuatnya telah terisi orang lain.
Atau jika tetap sebesar itu dendammu, berarti dia sudah bermakam di kepalamu.
Selamat dihantui masa lalu!

Percakapan Pendek.

" Boleh kuminta kopi hitam buatan tanganmu ? "
" Tentu "
" Terima kasih "
" Tidak perlu berterima kasih, sebenarnya aku biasa membuat kopi dengan gula. Tapi kali ini, aku sengaja ingin meracunimu dengan pahit. "
" Aku tetap berterima kasih, karena segera setelah ini aku akan bermakam di kepalamu "

Piciknya, kupikir dia akan kesal dan aku tinggal mengingatkannya betapa pahit itu pula yang pernah kutelan saat bersilang pendapat dengannya, hingga akhirnya kami memutuskan untuk berjalan berlawanan arah. Masing-masing.

Tapi dia menenggak isi cangkirnya tenang, aku yang kesal.
Seharusnya kamu katakan itu dulu..
sebelum aku kapok dan belajar melupakan kamu.

Sebuah Cerita Tentang Doa yang Dikabulkan

Hidup tuh gitu..
Aku pernah punya cita-cita masuk kamar operasi.
Trus aku usaha, belajar, berdoa juga.
.
.
.
Ya, terkabul sih..
Tapi jadi pasien.
Bukan dokter.

Ngg.. sedikit sedih.
Sisanya terharu karena akhirnya keturutan masuk kamar operasi.
Apalah aku ini.. ( ._.)

Tentangnya, Lelaki Tua yang Sedikit Berbicara..

Lucunya ditengah materi oceanografi siang ini aku membuat sebuah renungan singkat.
Tentang yang sebenarnya salah kunilai.

Tentang papa.
Yang entah kenapa tiba-tiba melintas dikepalaku saat aku menghitung berapa kali aku mengunjungi wilayah pantai yang berada dekat rumahku.
Kenyataannya aku bukan anak goa.
Aku pernah beberapa kali main ke pantai Kenjeran, untuk mencari kerang, bersama papa.

Itu cukup untuk membuktikan bahwa bapakku bukan orang yang demikian cuek.
Meskipun tidak terjadwal, diakhir pekan aku dan adik-adik seringkali diajak ke pantai untuk mencari kerang.
Kami berangkat dari jam tiga sampai pukul lima sore, dan kami tak pernah pulang dengan tangan kosong atau wajah muram.

Papaku, orang yang dengan bangga memperkenalkan alam ini kepada anak-anaknya
Dan mengajarkan kami jadi untuk bocah alam, seorang petualang.
Menunjukkan pada kami cara bertahan hidup di alam bebas, memperkenalkan jenis buah liar yang layak di makan, dan cara mendapatkan spesies laut yang enak dimakan.

Jika laut sedang pasang, kami minggir di bebatuan.
Diantara banyak sekali muda-mudi kasmaran diatas batuan pantai itu, ada sebuah keluarga yang piknik. Seorang bapak dengan dua anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang manis asyik menikmati hembus angin laut bersama sepiring lontong kupang, beberapa tusuk sate kerang dan segelas dingin teh manis, sambil berceritera tentang beberapa hal.
Ketika itu bapakku masihlah mahluk yang sangat romantis.

Sampai waktu membawa kami pada usia yang makin bertambah.
Aku bukan anak kecil yang bisa diajaknya mencari kerang lagi.
Sesekali jika ada waktu, aku menuntut lebih..
Sebuah liburan yang berkualitas.
Kuajukan syarat tempat, dan papa yang menentukan destinasinya.
Asalkan di alam, segar, hijau dan papaku tau betul seleraku.
Aku diajaknya ke Jolotundo.
Sebuah tempat yang mudah ditebak, tapi isi kepalaku yang tidak mudah ditebak.
Syukurlah waktu itu aku terhitung masih bocah, jadi tak usah malu untuk merambat naik ke tebing batuan di tempat itu.
Papa sama sekali tidak khawatir, tak ada yang bisa diragukan tentang bocah didikannya.
Sampai aku naik terlalu tinggi, barulah papaku berteriak memintaku untuk berhati-hati.
Berhenti sampai disitu, papaku makin sibuk.
Aku pun begitu.
Kami punya kesibukan masing-masing, dengan urusan yang berbeda, maka jarak itu mulai memperlihatkan eksistensinya.
Beberapakali rengekanku untuk berlibur hanya berakhir jadi janji-janji belaka.
Tak pernah ada realisasi, jadi aku berhenti menuntut.

Seiring dengan pertumbuhanku, aku bisa melihat pula sebuah tembok tumbuh bersamaan denganku.
Tembok itu yang membatasi aku dengan papa.
Kami mulai jarang bicara, apalagi bercerita.
Aku tidak lagi melingkarkan lenganku erat diperutnya ketika dibonceng.
Aku bukan anak kecil yang digendongnya ke atas kasur jika terlanjur tertidur di lantai ruang tamu.
Aku bukan anak kecil yang meminta jatah suplemen peninggi badan setiap satu bulan sekali.
Aku bukan anak kecil yang manja dipangkuannya bercerita tentang bagaimana mama berlaku tidak adil antara aku dengan abangku.

Papa bukan orang yang cuek.
Bukan.
Hanya saja waktu yang menciptakan hawa asing, memberikan batasan.
Aku yang makin dewasa, makin sibuk dengan duniaku.
Sementara papaku makin menua, makin diam, tak banyak yang bisa diajarkannya lagi.
Karena aku sudah jadi gadis, prioritasku berubah, jadi aku diberinya jarak untuk tumbuh.
Mungkin pikirnya, aku akan segera menyimpan banyak kosmetik, belajar memadu padankan baju, dan mulai memenuhi halaman buku diari yang pernah diberinya untukku dengan tulisan-tulisan tentang percintaan remaja.
Papaku terlalu berusaha memberiku segala yang kubutuh
Tapi tidak pernah bertanya tentang yang sebenar-benarnya jadi kebutuhanku.
Ya, papa melewatkan bagian itu.
Melewatkan kenyataan bahwa bocah perempuannya, masihlah seorang bocah.

Jadi, pada satu waktu dalam setahun terakhir, saat kami sekeluarga pulang dari berlibur (orientasi berlibur kami bergeser dari petualangan menjadi acara menginap di suatu tempat dilokasi wisata) kami menyempatkan berbelok menuju sebuah wisata alam. Sebut saja Goa Sigolo-golo, yang untuk mencapainya kami perlu naik dengan cara root climbing
Sesampainya disana, karena medan yang berat, mama menolak untuk meneruskan perjalanan, jadilah aku, dua adik lelakiku dan papa yang meneruskan petualangan.
Kami memanjat sebuah tebing yang tegak lurus, dibantu akar-akaran besar aku memanjat sampai ke atas.
Singkatnya aku berhasil sampai ke atas, bapak-bapak yang berjaga di sisi tebing itu memuji kemampuanku untuk skala seorang perempuan.
Aku bisa melihat wajah papaku, seolah terlihat lega
Ada kepuasan karena berhasil menularkan sikap petualang itu kepada anak-anaknya.
Bocah perempuannya tumbuh dengan baik, lebih dari ekspektasinya.
Kabar baiknya, perempuan itu bukan bocah manja yang cuma tau mall dan pusat perbelanjaan. Bukan remaja perempuan yang jijik terhadap kotor, takut kuteksnya rusak, atau bedaknya luntur.
Wajah tua itu tak bisa menyembunyikan raut bangga.

Sama bangganya denganku,
Seandainya papa tau, betapa yang kuinginkan dari papa hanyalah waktu yang lalu saat papa senang hati memperkenalkan semesta ini kepadaku.
Bukan semua pemenuhan kebutuhan yang dibarengi wajah lelah papa.
Aku bukan debt collector.
Aku mau kita berlibur, meneruskan hobi kita yang sama.
Mari menghabiskan waktu untuk napak tilas!


 I smurf you.. Dad !





That Moment..

Haihai !!
Duh ya penting banget curi waktu buat bikin blog post diantara deadline laporan, dan tugas lainnya.
Hidup tuh gitu, makin waktu dikejar, makin kita jauh ditinggal.
Mau sampai lebaran ubur-ubur pun, waktu akan tetap jauh di depan kita.

Jangan selalu berlari.
Ada kalanya kamu harus menepi.
Ambillah sedikit saja waktu bersantai, dan amati bagaimana hidup ini membuatmu seolah 'harus' berlari.

Jangan kayak aku yang ga tau bagaimana harus menepi..
Aku menghabiskan akhir pekanku ini dengan sederet kegiatan yang yaa lumayan menguras tenaga.
Mulai dari jumat, sejak malam aku merelakan waktuku untuk mengerjakan laporan sampai pagi.
Aku mencoba kopi untuk menjagaku tetap melek, tapi ternyata kopinya menyakiti lambungku. Perih banget.
Pagi hari jumat, kuliah 06.00-07.40, kemudian kembali ke kos untuk mencuci baju, lalu kembali lagi ke fakultas untuk menyiapkan acara yang akan digelar sore hari itu.
Pagi hari jumat hingga pagi hari sabtu, aku sibuk, dan kepala bagian belakangku luar biasa nyeri dibuatnya. Ditambah lagi malam hari itu, karena tidak bisa membelah diri, aku mangkir dari tugas panitia karena ada janji asistensi.
Capek ? Yaiyalaaahh..
Singkatnya, jam setengah dua pagi aku baru sampai di kos dan bersiap untuk mengerjakan laporan, aku tidak berniat tidur karena pukul 6 aku sudah harus berada di lobby EM UB untuk berangkat diklat ke Batu.
Well, walaupun akhirnya sempat ketiduran, intinya berangkatlah hari itu aku ke Batu.
Susunan acara diklatnya lumayan padat dan berhasil bikin migrenku kumat lagi, tapi tak apalah..
Somehow, aku bahagia..

Tapi ya edun pisan..
Pulang dari diklat hari minggu jam 2 siang, aku mandi, sholat trus buka laptop mau ngerjain laporan.
Eh, malah ketiduran..
Dari jam SETENGAH 3 SORE sampai jam 3 PAGI baru bangun.
Gile, aku aja ga percaya aku bisa tidur demikian lama.
Tubuhku menuntut balas atas sekian banyak hari yang kulewati dengan minim tidur.
Bangunnya tetep ga ikhlas, loh..
Tapi good thing-nya, moodku membaik..
Masa bodo lah dengan uang abis..
Masa bodo lah walaupun badan serasa remuk redam..
Masa bodo juga kalau laporan banyak..
Kalau mood baik, semua toh bakal lancar lancar aja..

Ohiya mau pamer foto nih..
Soal event yang jumat itu di skip dulu aja lah..
Maklum aku kan panitia tsibuks, jadi ga ada waktu buat foto.
Cuma sempet foto pas diklat aja, itu pun foto hasil mengais dari henpon temen.





udah keliatan kurus, belum ?









grup paling gendeng kesayangannya akoooh :D

The Best Group of IOP XXII ! ahay!






kata temenku, aku jelek kalau ga pakai kacamata.






Itu semua temen-temenku di IAAS (International Assosiation of Student in Agricultural and Related Science)
Dan pada event IOP ( IAAS Orientation Program ) kemarin aku jadi ibu CO (baca: ibu negara)
Jadi CO itu pengorbanan, sungguh..
Sebagai anak yang hemat sms, hemat pulsa.. tiba-tiba punya tanggung jawab jarkomin info ke temen sekelompok itu semacam pengorbanan besar sih..
Jarkom kumpul latihan, jarkom batal kumpul, balesin satu persatu kalau masih ada juga yang nanya..
Masih juga ada yang gamau konfirmasi jarkom, bikin akunya kuatir kalau jarkomanku ga nyampe..
Masih juga bagi waktu buat ngatur jadwal latihan, garap laporan, proposal kegiatan juga, rapat panitia juga..
Yaelah.. kalau aja mereka tau betapa tidak mudah menjadi CO..
Mereka sih enak, tinggal terima beres, tau tau dapet jarkom, kalau sibuk tinggal cuekin aja gausah bales jarkom.
Udah gulung tikar habis pulsa, selesai acara, aku terlupakan..
Aku ikhlas, teman-teman..
Setidaknya, aku pulang dengan perasaan haru, karena kita dapet award sebagai BEST GROUP OF IOP XXII yuhuuu !!!
Sadarpun seru-seruan sama mereka jadi priceless banget..
Karena akhir pekanku bisa lebih buruk lagi dengan laporan dan laporan seandainya aku tidak bergabung dengan IAAS, dan tidak bertemu grup sableng ini x)))

Ohiya, satu lagi..
Soal temenku bilang, kalau aku jelek ga pakai kacamata.
Aku nebaknya sih.. mereka lebih suka ngeliat aku pake kacamata soalnya itu bikin aku keliatan rada pinter dikiit gitu. Keliatan rada serius mukanya.
Atuhlah gitu, percaya aja kalian mah..

Toh ya kalian bakalan lebih sering liat aku pakai kacamata.
Udahlah kacamata mah kebutuhan, bukan cuma buat gaya..
Siapa lah aku jika tanpa kacamata..
Aku cuma remah-remah nastar..

~~~

Yaa namanya juga maba..
Masih lucu-lucunya cari kegiatan biar ga dibilang mahasiswa kupu-kupu.
Giliran udah banyak kegiatan, dapet beban panitia dobel, eh malah sakit..

Pada akhirnya aku melihat satu persatu rekanku tumbang karena tugas yang dibebankan kepada mereka.
Lucunya, aku ingat bagaimana aku pernah ada di posisi itu, ya, waktu aku sakit.
Sempat terbersit iri diantara perasaan iba, yaa setidaknya sakit bisa membuat mereka melepas beban dipundak sejenak.
Sementara aku ? Aku tidak melepas bebanku. Aku tidak bisa.
Ntah apakah benar aku sekuat itu, atau kebodohanku bertindak sok kuat.

Itu masih kemarin, sekarang keadaanku berangsur-angsur pulih.
Setengah bersyukur karena aku berhasil melewatinya, separuhnya menyesal.

Ya, ternyata aku seegois itu.

Setiap orang berhak sakit, dan mendapat pemakluman untuk libur.
Termasuk aku.
Yang seharusnya kulakukan ketika sakit kemarin adalah mengambil jeda sejenak, membagi tugas, dan mengatakan " aku lagi sakit " kemudian semua orang akan maklum.
Tapi tidak kulakukan.

Sekali lagi, aku bukan wonderwoman.
Aku nggak bisa terus berlari tanpa menepi sejenak untuk mengatur napas.
Sebagai anak yang jauh dari rumah, tidak akan ada yang mengingatkanku untuk beristirahat.
Jadi aku harus buat self reminder agar aku tidak lagi egois.
Tidak ada lagi kata diet, aku bahkan sudah terlalu sering mengabaikan makan.
Masa bodo lah dengan berat badan, toh semua celana jeansku sudah kedodoran parah.
Dan tidak boleh lagi memaksa diri untuk terus kuat, bahkan ketika aku udah capekku udah mulai mengundang tangis. Ini udah parah.
Aku nggak akan nangis tanpa sebab, kalau aku nangis cuma ada 2 alasan, kesakitan atau karena orang tua.
Ini loh udah migren, perut perih, nyeri sebadan, what's next ?

Lil note to my self :
Kalau sakit, yo sakit aja.
Gausah sok kuat.
Terlalu banyak orang yang ga peduli soal keadaanmu, jadi berlakulah adil!
Kamu adalah satu-satunya orang yang harus peduli pada dirimu sendiri, yu!

Menepilah !

Aku nggak tau mau bilang apa.
Belakangan ini kepalaku penuh.
Penuh sekali dengan keharusan, sampai aku tak punya ruang untuk diriku sendiri.
Waktu aku migren hebat karena merasa kalah dengan waktu, aku diam saja, mengatupkan telapak tangan di muka.
Kemudian hening.
Aku cuma mendengar bisik pelan dari dalam relungku..

" Menepilah, kamu sudah kelelahan.. "

Tapi kuabaikan.
Lalu aku nangis.

Gerimis sore ini..

" Yu, lihaten keluar jendela ! "

Notice dari temanku, tiba-tiba saja, saat aku baru sampai di muka pintu usai berpindah ruang kuliah.
Aku masih lesu karena habis dibantai pada presentasiku beberapa menit yang lalu.
Aku mengangkat alis dan bertanya 'apa' tapi dia tersenyum singkat lalu pergi.

Ternyata di luar hujan.
Dia tau aku suka hujan.

Aku yang baru tau kalau dia juga memperhatikan hal sepele semacam itu.

Bohong, kalau aku tidak tersenyum.

Adalah manis, jika seorang lelaki mengetahui sesuatu yang belum pernah kamu ceritakan.
Entah kebetulan saja, atau memang dia memperhatikanmu sejauh itu.
Yang jelas notice itu, seolah memberitahumu.. dia tau sesuatu yang tidak semua orang tau.
Mungkin dia memang sepeduli itu atas apa yang kamu suka.
Atau sederhananya dia memang sebaik itu.
.
.
.
.
.
.
Pada semua orang.

Ntah.

Sore ini, dengan beban berat di punggung dan sekali lagi nyeri di kepala.
Aku berjalan keluar dari laboratorium menuju rumah kos.
Aku berjalan dengan ritme langkah pelan, bahkan cenderung diperlambat.
Ntahlah, kali ini aku sedang tidak ingin berlari.
Jadi aku berjalan semalasnya.
Sesampainya.
Seenaknya.
Langit, vertikal diatasku, ada semburat oranye yang anggun.
Mataku masih mengagumi senja, sementara langkahku merambat maju.

Percayalah, dalam situasi seteduh ini.. aku tetap ingin menangis.
Pikirku untuk tidur saja, lalu bangun dan menyadari aku baru saja mimpi buruk.

Aku kelelahan, semesta.
Terimakasih telah menghidangkan langit senja yang cantik.
Sebenarnya aku lebih suka jika kamu memelukku saja.
Aku tidak ingin dihibur, hanya sedikit butuh dikuatkan.

Ya, aku memang selemah itu..

Semacam Konspirasi..

Dimulai dari tengah malam, kemarin.
Saat aku sibuk berkutat dengan power point yang yaa lumayan rumit untuk dipahami.
Sesekali membalas chatting dari seorang kawan, menukar cerita.
Sama-sama rindu, tapi dibatasi waktu.
Lalu aku menuju kamar mandi, hendak cuci muka dan buang air kecil, karena sejak sampai di kos, usai rapat, aku belum juga mencuci mukaku.

Kau tau apa yang terjadi berikutnya ?
.
.
Tiba-tiba gelap.
Tengah malam dan aku sedang dalam kamar mandi sementara lampu mati.
Syukurnya, aku tidak berteriak.
Atau jika kulakukan itu, aku pasti akan di usir dari kosan.
Aku berusaha keluar dari kamar mandi dengan meraba-raba, karena tidak ada seberkas cahaya pun yang tertangkap retinaku. Bahkan cahaya bulan tak juga menerobos masuk ke tempat ini.
Aku berjalan keluar dari kamar mandi menuju lorong sambil tetap meraba, juga sedikit berharap dalam usahaku meraba, tidak ada sosok mengerikan yang tiba-tiba muncul dihadapanku.
Harapan yang konyol, tapi cukup realistis untuk ukuran anak yang tidak bisa melihat apapun di tengah malam itu.
Aku masuk kamar, yang semoga benar itu kamarku. Aku mencoba mengenali kamarku dengan mencari sandal di depan kamar, sandal temanku, aku hapal betul wujudnya.
Setelah yakin aku sudah di depan pintu yang benar, aku masuk dan mencari-cari lemari, aku ingat beberapa hari yang lalu orang tuaku datang dan membawakan aku senter. Dan senter itu kuletakkan di lemari.
Pada detik itu, aku hanya bersyukur, orang tuaku demikian menyayangiku dengan merelakan satu-satunya senter yang ada di rumah untuk diberikan padaku, jaga-jaga kalau mati lampu, kata Mama.
Dengan berbekal senter, aku kembali ke kamar mandi dan menuntaskan ritual cuci muka.
Kemudian kembali, dan berbaring di tempat tidur.
Aku melirik ponselku, ternyata wifi nya juga mati.


Seketika aku teringat suatu waktu ibuku menelpon di sore hari, kala listrik mati.
Dalam telepon, aku mengeluhkan bosan karena listrik mati sejak satu jam yang lalu dan aku tidak bisa melanjutkan belajar.
Ibuku dengan santainya menjawab " Itu artinya, kamu disuruh istirahat dulu.. "
Aku mengerenyitkan dahi. Mencoba memahami.


Mungkin ada benarnya juga.
Walaupun, jujur saja, sulit sekali menerima maksud dari 'disuruh istirahat'.
Tubuhku terbaring diatas kasur, kepala sudah menempel di bantal, tapi isi kepalaku bekerja keras, menyusun rencana, memikirkan banyak tugas yang belum kuselesaikan, tanggung jawab panitia, keharusan mengikuti diklat, praktikum.
Beberapa diantaranya bahkan berlangsung bersamaan dalam bulan ini, aku mengurut dahi merasakan peningnya membagi peran.
Waktu mengejarku, dan semesta tau pun aku butuh usaha ekstra untuk bertepatan dengan waktu.
Aku sendiri merasa tak kurang beristirahat.
Kenapa toh aku harus disuruh istirahat dengan cara begini, aku pun pasti tidur jika sudah lelah..
.
.
Sampai aku sadar, aku adalah mahluk Tuhan yang paling suka ngeyel.
Satu lagi, aku juga tidak pandai mengatur waktu.
Ya, andai saja malam ini tidak mati lampu, pasti aku akan memaksa diri untuk belajar semalam suntuk.
Membaca halaman-halaman power point dengan mata yang sudah memburam, tapi memaksa menggunakan kacamata untuk memperjelas penglihatan .
Selain ngeyel, ternyata aku juga berlaku tidak adil pada tubuh ini
Sesungguhnya, mati lampu malam ini adalah sebenar-benarnya konspirasi.

Kau tau..
Rasanya bukan waktu yang mengejar kita
Tapi kita yang merangkak, menyeret langkah, berjalan, berlari menggapai punggung sang waktu.
Kita tetap bisa istirahat, kalau mau.
Tapi karena terlalu takut tertinggal jauh, jadi kita mengabaikan istirahat itu.
Begitupun denganku.

Aku mungkin berlebihan.
Tapi sungguhpun, aku menikmati setiap lelah yang kuperoleh dari banyak hal yang sudah kukerjakan.
Seperti yang kuceritakan dulu, aku lebih baik sakit kepala karena terlalu banyak tugas dari pada sakit kepala karena tidak tau harus berbuat apa.. saking nganggurnya.
Dan andai suatu hari aku mengeluh kelelahan dengan semua aktivitasku, aku sudah tau, ini hidup yang kupilih sejak awal.
Menjadi mahasiswa, sibuk, dan lelah bukan masalah yang berarti.
Aku bukan satu-satunya orang yang paling menderita di muka bumi ini.
Lelahku cuma sebagian kecil jika dibandingkan dengan orang lain yang lebih sibuk, lebih banyak mengambil resiko dengan banyak kegiatan, dan lebih berprestasi dari aku.
Jadi, karena aku hanya mengambil lelah pada porsiku, aku tidak boleh mengeluh.

Hei, kita takkan benar-benar lelah sampai kehabisan napas.
Semesta selalu punya rencana ajaib untuk memaksa kita beristirahat, kan ?
Bahkan jika kita berpikir, ini bukan saat yang tepat untuk bersantai.

Hehe :D

Early November!

Hai !
Selamat pagi untuk kalian yang punya rencana jalan-jalan sabtu ini.
Juga untuk kalian yang pagi ini terbangun di rumah orang tua, dengan segelas susu dan sarapan yang siap tersedia di meja makan.

Salam dariku, yang baru saja terbangun dengan ngilu sebadan.

Aku nggak pernah berpikir bahwa hidupku beraat banget.
Ntahlah, mungkin karena sebenarnya aku ikhlas menjalaninya.
Tapi sungguh.. tiap kali aku tertidur karena lelah atau perih di perut,  lalu bangun dengan sakit kepala dan ngilu sebadan, aku merasa telah berlaku tidak adil pada tubuhku.
Dan sebagai catatan saja, akhir pekan ini aku sudah punya setumpuk must to do list yang harus diselesaikan.
Aku masih berharap aku bisa membelah diri, agar semua selesai bersamaan tanpa harus membuatku berlarian dari satu tempat ke tempat yang lain.

Aku tidak mengeluhkan hari liburku yang terenggut rapat dan tugas lain-lain.
Setidaknya ini lebih baik dari pada merasa kesepian di kos tanpa tau harus berbuat apa.
Dan lebih hebatnya, efek ngilu sebadan ini bikin aku nggak bisa mikir tentang apa yang sebenarnya kumau.
Aku udah nggak terlalu berharap untuk diajak berlibur, karena setiap waktu yang ada kini berkejaran dengan daya tahan tubuh.
Semakin banyak hal yang harus dikerjakan sesuai skala prioritas.
Andaipun aku menyelipkan liburan diantara rutinitasku, aku khawatir akan kelelahan lalu sakit di hari yang seharusnya aku melakukan banyak hal penting.
Tapii jauuuh sekali, di lubuk hatiku yang paling dalam, aku menginginkan piknik.

Well ya..
Mungkin tidur akan jadi penebus lelah setelah seminggu menyiksa raga.
Tapi sebenarnya aku tidak ingin terlalu banyak tidur, karena bangun tidur dengan kepala pusing dan ngilu sebadan bukan bagian favoritku.

Aku nggak tau mau apa..
Aku cuma tau, aku nggak mau nganggur.
Ada bagian otakku yang pernah migren hebat karena trauma dengan libur lama yang kuanggap bisa membuatku mati kebosanan.

Satu-satunya hal yang bisa menebus lelahku, adalah bertemu keluarga
Saat itulah aku berhenti berpikir tentang apa yang harus kulakukan.
Mendengar ibuku ngomel agar aku bisa menyeimbangkan hidup, juga mengatur waktu belajar dan istirahat dengan porsi yang pas.
Mendengar celoteh adikku tentang mainan barunya, tugas sekolahnya, dan lain-lain.
Melihat ayahku santai, walaupun tidak berbicara apapun, aku bisa melihat wajah lega disetiap kabar baik yang kubawa pulang.
Sesederhana itu, tapi masih terlalu sulit mengatur waktu untuk sebuah kepulangan.
Setidaknya untuk November ini, waktu akan terasa seperti merangkak pelan, dan hari-hari melelahkan akan berlangsung lama.

Sudahlah, sepertinya aku perlu sedikit lagi istirahat..
Sekedar meyakinkan, aku akan baik-baik saja.

Dari Seorang Kawan..

Dari seorang kawan tentang orang yang lalu lalang.

Jangan menahan orang yang seharusnya pergi, karena kita tidak akan pernah tau akan adanya orang yang jauh lebih baik dibalik pintu, menunggu sampai kamu siap, sampai dipersilahkan masuk olehmu.
Jangan menghambat yang lebih baik datang padamu, hanya karena kamu sulit melepaskan bayang-bayang orang di masa lalumu.

Kenyataan semua orang bisa datang lalu pergi, beberapa diantaranya akan sejenak mampir lalu pergi meninggalkan jejak.
Tapi semua yang pernah datang, pasti akan pergi juga suatu hari nanti.
Yaini hidup, ini hukum alam..
Easy come, easy go.
Belajarlah untuk bersikap lebih santai, teman..
Karena tidak semua yang 'mampir' akan mau 'menetap'

Santai saja..
Amatilah bagaimana semesta bekerja.
Jatuh cinta lah sesekali,
Patah hati juga sesekali,
Belajarlah dari apa yang sudah-sudah.

Ya, selalu ada harga yang harus dibayarkan untuk sebuah pelajaran.
Dari pengalaman yang entah-dimana-otak-pada-saat-itu, aku belajar memproteksi hatiku.
Dari yang masih sangat baru dan lugu, tiba-tiba patah hati begitu saja.
Yaa that's life..
Nggak ada yang harus disesali, karena paling tidak, dari sakit itu aku belajar sesuatu.
Tanpa adanya pengalaman, kamu tidak akan bisa belajar untuk mengindari kesalahan.

Pengalaman itu textbooknya, dan kenangan beserta sensasi pahitnya itulah caramu membayar.
Selamat berkubang dengan pahit!

Jatuh cinta-patah hati itu sepaket.
Datang dan pergi itu kecenderungan, so let them go..
Jangan ikat hatimu pada setiap mereka yang 'mampir'

Pandai-pandailah membaca keadaan, teman..
Hidup yang akan mengajarkanmu cara bersikap.

Suatu hari, orang akan datang, membuatmu tertawa dan merasa nyaman, kemudian pergi tanpa permisi.
Menyebalkan, tapi layak disyukuri.. karena pada akhirnya kamu akan tau bagaimana harus bersikap, dan menjaga perasaanmu tetap pada tempatnya saat bertemu orang baru.
Jangan meninggalkan hatimu diujung tawa saat dia mengajakmu bergurau.
Ingat, bisa jadi dia hanya ingin sekedar bercanda. Bergurau saja.


kok ya kebetulan sama kayak yang kutulis


I do believe

At least..

Mari Bercerita !

Seperti yang biasa kau lakukan
Ditengah perbincangan kita,
Tiba-tiba kau terdiam
Sementara ku sibuk menerka apa yang ada di fikiranmu.
Sesungguhnya berbicara denganmu
Tentang segala hal yang bukan tentang kita,
Mungkin tentang ikan paus di laut
Atau mungkin tentang bunga padi di sawah.
Sungguh bicara denganmu tentang segala hal yang bukan tentang kita,
Selalu bisa membuat semua lebih bersahaja…
Malam jangan berlalu…
Jangan datang dulu terang.
Telah lama ku tunggu…
Kuingin berdua denganmu.
Biar pagi datang
Setelah aku memanggil terang…
Hai.. pencuri kau, terang..
Malam jangan berlalu…
Ingin berdua dengan mu..
Telah lama ku tunggu…
Hai.. pencuri kau, terang..
(Payung Teduh)

Pernah ada anak perempuan yang sangat menyebalkan karena selalu bertanya kepada temannya yang sudah berpasangan tentang " kalian kalau pacaran ngobrolin apa sih ? kok ya betah ngobrol teruus.." Sampai suatu hari dia yang jatuh pada posisi itu.
Merasakan setiap waktu dimana mereka saling bercerita adalah hal yang layak disyukuri
Ia jatuh, dan terbentur kalimatnya yang pernah mementahkan logika orang jatuh cinta
Nah! mamam dah tuh pertanyaan..

Well yeah.. akhirnya anak perempuan itu tau, kadang topik takkan jadi soal. Hanya karena merasa nyaman dan ya alasan nyaman, setiap percakapan akan mengalir begitu saja sampai tersadar ia melewatkan jutaan detik hanya untuk bicara. Dia menyebutnya sebagai diskusi, sebuah pengecualian untuk rasa nyaman saat saling bercerita. Pembahasan kurang penting tapi yaa cukup krusial dihati. Gitulah.. Entah membicarakan apa, tidak mau tau, yang penting berdua saja.

Setiap hari, dengan ajakan yang sama. Mari bercerita!

Yang pernah jatuh cinta, pasti tau rasanya jadi egois.
Ya dunia milik berdua, yang lain ngekos lah..
Belum lagi kalau kalian asyik ngobrol sambil natap mata pasangan, seolah-olah nggak peduli walaupun ada meteor coklat menghujani ladang gandum dan jadilah Koko Crunch.

Yaa love is kampret, ryt ?

Cerita Suatu Ketika..

Suatu siang yang iseng, di tengah kebuntuan dalam memahami mata kuliah dasar manajemen.
Aku sedang asyik dengan facebook saat tiba-tiba aku menemukan akun milik guru kursus bahasa inggrisku.
Aku membukanya dan mencari tau sedikit informasi, dan aku menemukan foto bocah kecil yang cantik. Namanya Karina.

Waktu seperti berjalan cepat, bahkan mungkin terasa seperti berlari kecil.
Lucunya, aku menyadari bahwa sudah tujuh tahun sejak aku lulus dari tempat kursus.
Dulu, saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar, ibuku mengantarku pada sebuah kursus bahasa inggris yang terhitung cukup jauh dari rumah.
Jadwalku seminggu dua kali pertemuan, dan aku selalu bersemangat berangkat kursus.
Aku selalu jadi murid kesayangan pak Khrisna karena paling cepat menghafal dan di akhir semester sertifikatku selalu berhiaskan predikat 'excellent'
Apa yang kupelajari di tempat kursus dengan di sekolah sangat berbeda, jadi tak jarang nilai UTS bahasa inggrisku pas-pasan walaupun sudah kursus.
Dan aku paling ingat wajah kecewa pak Khrisna saat melihat lembar ulangan bahasa inggris dengan nilaiku yang rendah saat itu, beliau berkata :

" Kamu seharusnya bisa dapat lebih baik dari ini. Saya tau kamu mudah mengerjakan ini, tapi mungkin kamu terlalu meremehkan.. besok-besok jangan begini lagi ya "

Sebagai bocah kecil yang disayang gurunya, akupun merasa kecewa yang sama.
Kalimat pak Khrisna benar-benar kuingat, bahkan sampai hari ini.
Jangan meremehkan sesuatu, meskipun kamu sudah jadi ahlinya.

Ya, singkatnya aku kursus hanya sekitar satu atau dua tahun.
Aku bisa mengerti bahasa inggris tapi tidak memperbaiki nilaiku di sekolah, pun dengan pertimbangan jarak kursus dengan rumah yang terhitung cukup jauh, orang tuaku memutuskan untuk menghentikan kursus.
Well, walaupun pada akhirnya aku baru merasakan manfaat kursus itu di SMP.
Apa yang sudah kupelajari di kursus memang nggak nyambung dengan materi SD karena aku belajar kelewat jauh dari konteks.. tapi yaa setidaknya aku jadi kece banget di masa SMP karena sudah menguasai bahasa inggris kelas 3 SMP bahkan sejak aku masih kelas 1 SMP. *sombong* *lalu ditendang*

Dan yaa setelah tujuh tahun berlalu, ternyata pak Khrisna tidak banyak berubah. Masih tetep ganteng.
Aku yang berubah, makin bertumbuh walaupun bentukannya masih bantet, makin gembil, pakai kacamata, dan makin pinteeer huehehehe (amiiin ya Allah..)
Pak Khrisna udah nikah, udah punya anak perempuan yang cantik, yang lebih bisa dibanggakannya..
Yaa.. akhirnya pak Krisna punya bocah kecilnya sendiri.

Oke, hai Pak Khrisna..
Ah, mungkin bapak sudah lupa saya.
Mungkin masih banyak murid lain yang lebih penting untuk diingat.
Tapi saya nggak pernah lupa sama pak Khrisna loh..
Terutama wejangan bapak soal nilai UTS beberapa tahun yang lalu.
Saya ingat waktu bapak menggoda sikap pendiam saya dengan cara menjodoh-jodohkan dengan Bagas, teman sekelas saya yang juga pendiam.
Saya ingat pernah diantar bapak pulang, waktu menunggu lama dan tidak dijemput oleh orang tua.
Saya ingat bagaimana senyum bapak saat menagih hafalan vocab saya, dan jika saya melupakan satu kata, biasanya bapak tidak akan tega memberi nilai 90, karna biasanya saya selalu dapat 100.
Saya ingat bagaimana bapak menambahkan huruf O dibelakang nama saya, juga iseng bapak menggoda saya saat saya mengenakan baju yang tidak biasanya (lebih stylish)
Waktu itu, tidak mungkin saya naksir guru saya sendiri.
Tapi serius, I adore you pak..


Salam dari saya,  Ayuo!
Salam juga untuk adik Karina..

Quotes of The Day.









" ..Apalah arti kuota internet berlimpah, jika makanan tetap tidak bisa di-download.. " (Ayu, 2014)




Menakar Prioritas.

Oke.
Aku terkapar di kamar, dan baru satu jam yang lalu aku membatalkan niat untuk datang ke rapat project yang cukup penting.
Iya, ternyata aku bukan Wonderwoman.
Karena Wonderwoman nggak pernah demam.

Well, setidaknya tubuh ini mau mengalah.
Dan aku harus mengakui, aku belum bisa membagi peran.
Aku bukan ahlinya multitasking.
Badanku sedang tidak bisa diajak kompromi, jadi aku tidak memaksa untuk datang ke rapat itu.
Ditambah lagi jadwal UTS dua mata kuliah untuk besok pagi,
Jelas, egoku memenangkan kos sebagai destinasi terbaik untuk menghabiskan malam ini.

Kemarin, dari Surabaya, keretaku telat, aku baru sampai di Malang jam 12 malam.
Tanpa negosiasi panjang, usai membongkar barang bawaan, aku langsung tidur.
Paginya cuci baju, belajar, berangkat kuliah -UTS- sampai sore dan sekarang sedang sakit kepala.
Besok masih ada UTS.

Namanya juga hidup..
Homesick udah lewat, pun ya mulai terbiasa hidup di lingkunganku yang baru.
Kalau harus milih, aku sih baik-baik di kosan aja daripada pulang kampung.
Kalau cuma libur dua hari, hepinya ga sebanding sama capeknya sepulang dari kampung halaman.
Saking aja kemarin lagi ada butuh..

Yaaa, ini soal prioritas.
Walaupun organisasi juga penting, setidaknya aku harus bisa membuat skala prioritas saat keadaan jadi tidak memungkinkan untuk menjalani keduanya.
Pikirin baik-baik..
Pilih sembuhkan badan sembari belajar untuk UTS atau sok kuat keluyuran berorganisasi malam-malam dan mempertaruhkan waktu belajarku cuma demi jadi aktivis.
Hehe, aku sih jelas pilih tiduran sambil belajar.
Dan lebih jelas lagi, aku kapok pulang kampung kalau liburnya cuma sabtu minggu.
Capek, borosin uang, dan aftertaste-nya lebih payah..
Sakit di kota orang itu nggak enak.
Dan prioritas lagi, kalau kita bisa melakukan banyak hal yang lebih perlu dilakukan di kota ini, kenapa harus capek-capek pulang pergi ke kampung halaman ?
Bijak-bijaklah menakar prioritas.

Udah ya..
Lagi meriang, mau belajar dulu sebelum khilaf tertidur tanpa aba-aba.
Gapapa, sesekali sakit, biar akunya bisa punya alasan untuk sedikit mengambil jeda.

Semesta,
Terima kasih sudah berkonspirasi untuk membuatku (untuk malam ini) (sejenak) berhenti berlari.

Badan,
Cepat membaik ya..

Perut,
Jangan meraung, plis..
Besok bakso lagi deh..
Tapi sabar ya..

#Fiksi3

" Kamu itu satu-satunya perempuan yang nggak enak dilukis. Jelek. Enaknya dicuekin aja, soalnya kalau kamu lagi marah makin lucu "

Ditulis Yono di balik kertas sketsa gambar wajahnya. Elsa menemukan kertas gambar itu terselip diantara halaman novel favoritnya. Ia ingat pernah meminjamkan novel itu kepada Yono, dan novel itu tidak pernah dibukanya lagi sejak dikembalikan Yono.

Elsa menghela napas, ia mengamati lagi sketsa wajahnya yang dibuat Yono. Detail sekali. Pria itu sampai menghafal letak dan jumlah jerawat Elsa, bentuk mata hingga posisi kacamata yang sedikit miring karena telinga kanan Elsa lebih turun. Elsa terkesan, menyadari bahwa Yono pernah mengamatinya demikian teliti. Hatinya tergelitik untuk mengucapkan terimakasih walaupun sudah sangat terlambat.

Yono lagi. Apakah memang demikian sempitnya semesta hingga kemanapun ia melangkah, jelas sekali jejak Yono mengekor di sudut matanya. Padahal ia baru saja berniat merapikan mejanya, membuang semua yang mungkin bisa membuatnya tiba-tiba mengingat Yono. Tapi sebuah tulisan di pojokan kertas gambar bisa seketika mengundang rindu menyeruak masuk ke dalam rongga hatinya.

Ia membuka novel favoritnya, lalu menyelipkan kembali kertas gambar itu, dan kembali menutupnya, menyimpannya di tumpukan buku paling bawah. Dia sadar, Yono tetap saja Yono. Orang yang bisa dengan mudahnya membuat Elsa tersenyum itu orang yang juga sama mudahnya membuatnya tersedu tanpa sebab. Rasanya cukup, Elsa mengurungkan niatnya untuk mengirim pesan terima kasih kepada pria yang pernah menggambar wajahnya dengan teliti, tiga tahun yang lalu. Sudah saatnya, menutup cerita.

.
.
.

Medio, circa mid 2011.

" Trus kita apa dong ? " Elsa menatap mata Yono, mencari kepastian di dalamnya.
" Ngg.. gini deh.. memangnya kamu kalau suka sama mi goreng, mi gorengnya kamu pacarin ga ? "
" Enggak.. "
" Yaudah " jawabnya singkat.
" Yoooooon, kamu pikir aku ini sama kayak mi goreng ? Hah ?!"
" Emang sama kok, hehe " Yono nyengir, Elsa cemberut.

#Fiksi2

" Trus gimana ? "
" Ya aku pergi gitu aja, dia udah nggak asik. Gara-gara udah punya pacar kali ya.."
" Emangnya kamu tau kalau dia udah punya pacar ? "
" Nebak aja sih.. "
" Yoon.. yoon.. kamu itu kalau sayang sama perempuan mbok ya perjuangkan gitu loh.."
" Walah, udah mainstream banget soal memperjuangkan gitu-gitu.. sekarang itu jamannya kalau jodoh ya bertahan. Kalau orangnya pergi ya uwis.. mau apa ? ditahan-tahan ? wegah."
" Makan tuh antimainstream.. seniman gembul! gengsi aja digedein, sayang tapi dilepasin. Meh.. "

Yono menyulut rokoknya dengan korek seribu lima ratusan yang ditemukannya di kantong celana gunungnya yang kumal. Ia menghisap sigar sembari melamun, mencoba menelaah kalimat sahabatnya, tentang memperjuangkan perempuan. Sebagai mahluk yang di-setting tanpa urat saraf perasa, sebenarnya Yono tidak terlalu ambil pusing soal pendapat sahabatnya. Tapi kenyataan bahwa Elsa sudah move on agaknya sedikit mengusik ketentraman jiwanya.

Elsa, perempuan biasa saja. Senyumnya biasa saja, wajahnya biasa saja, sikapnya biasa saja, bodinya juga biasa saja. Tapi kebetulan-lah yang membuatnya tersihir pada bidadari serba biasa saja itu. Kebetulan saja, perempuan itu yang nyambung dengannya, yang bisa tertawa tulus pada gurauan buatannya. Kebetulan saja, cuma Elsa yang bisa membuatnya menemukan kembali mood melukis, cuma Elsa yang membuatnya merasa kehadirannya dihargai.

Sejak tiga tahun menghilang, sebenarnya Elsa tak pernah lepas dari ingatannya. Hanya saja gengsinya terlalu besar untuk mengakui bahwa kadang ia masih menguntit Elsa lewat media sosialnya. Ia ingat saat Elsa mengganggu rutinitas melukisnya, Elsa selalu mencoreng pipinya dengan cat lukisnya jika sedang ngambek karena diabaikan. Perempuan itu tak pernah bisa membuatnya marah, apapun yang dilakukan Elsa selalu menarik di matanya. Caranya marahnya, bibirnya yang mengerucut saat cemberut, mata ngantuknya, dan dahinya yang mengerut saat hendak marah-marah justru terlihat lucu.

Sayangnya Yono gagal memahami maksud Elsa, tentang kenapa tiba-tiba Elsa menghindar, tentang protesnya, tentang pacar baru Elsa.. kenapa Elsa harus punya pacar ? kenapa bukan dia saja yang jadi pacar Elsa ?  Yono benar-benar tak habis pikir..

" Memangnya dia pikir siapa yang ngeLike status FBnya ? Siapa yang komen dan update ssemua sosmednya ? Siapa anonim yang selama ini bikin dia penasaran ? Yo aku! "
" Makanya, cuk.. kalau sayang itu bilang! jangan sok cuek.. memangnya Elsa itu dukun, bisa nebak perasaanmu ? Kalau sekarang ada yang lebih bisa sayang ke Elsa, kamu bisa apa ? heh ? "

Yono memanggut, dia tau jawabannya..
Satu-satunya yang bisa dilakukannya adalah, merelakan Elsa..
Namanya juga Yono..  mahluk Tuhan yang paling selow.
Bakat poker facenya selalu mampu meloloskannya dari kesan galau, tidak peduli jika hatinya sedang kobat-kabit terbakar cemburu.

#Fiksi

" Kenapa, Sa ?"
" Ngg... gapapa, cuma ga terbiasa aja "
" Aku tau kalau kamu sibuk. Ya daripada membuang waktu. Kalau mau pergi, ya monggo.."
" Aku mengartikan itu sebagai kalimat mengusir, Yo.."
" Kamu sama sekali nggak berubah, tetep aja ribet, suka ngeyel. Kalau mau pergi ya pergi aja. Ngapain juga duduk semeja sama orang yang nggak enak diajak ngobrol.. "
" Nggak usah sok ngusir.."
" Yowis, aku yang pergi.. "

Mungkin Tuhan sedang iseng saat menciptakan mahluk se-egois Yono.

Elsa mengatupkan kedua tangan pada wajahnya sembari menghela napas dalam. Diseruputnya minuman di gelasnya, ia merasa dehidrasi sekali berhadapan dengan Yono, jantungnya berpacu seolah sedang dalam arena marathon. Elsa melirik pintu kedai kopi itu, pria itu masih terlihat disana, berjalan menjauh dengan santai. Elsa membiarkannya pergi. Tak ada alasan untuk menahannya lebih lama lagi. Elsa mengambil ponsel dari dalam tasnya lalu mengetik pesan untuk seseorang.

Setelah mengirim pesan itu, Elsa lanjut mengurut dahinya. Ia merutuki dirinya karena mengiyakan ajakan Yono untuk ngopi sore. Suatu kesalahan fatal karena membuka celah ingatannya tentang pria yang hampir tiga tahun hilang dari peredaran. Pria yang pernah setengah mati berusaha ia lupakan.

Mungkin Yono baik, dan Tuhan melebihkan 'romantis' sebagai indera keenamnya. Tapi Yono yang romantis adalah Yono yang juga egois, demikian kesimpulan yang dibuat Elsa. Yono yang menjadikannya objek lukisan dan inspirasi atas karya-karyanya tetaplah Yono yang juga bisa dengan santainya mengabaikan rengekan dan marah Elsa. Dia tidak pernah serius menanggapi Elsa. Dan sampai pada titik jenuhnya, Elsa menyerah..

Elsa gagal bersabar menghadapi ketidakjelasan Yono. Sementara Yono ? Mungkin dia punya kelainan pada saraf perasanya, hingga demikian sulit untuk peka pada keadaan. Mau godzila lagi poco-poco di depannya juga dia tetap akan cuek saja. 

Seburuk itu Yono, dan Elsa tetap harus berusaha keras menyibukkan diri hanya untuk melupakan mahluk semacam Yono. Ini pasti guna-guna seniman gila.

" Sori, Sa.. tadi macet di perempatan Sukarno Hatta." Diko membuyarkan lamunan Elsa.
" Gapapa, duduk gih.. "
" Jadi gimana ? Dia ganggu kamu ? "
" Ya nggak lah.. dia bukan penjahat, satu-satunya kejahatan yang mungkin dia lakukan adalah bikin aku ngomel dan sebel sendiri karena di abaikan. Tapi sekarang udah berubah.. I don't really care about him.. terserah dia mau ngelukis atau striptease, udah bukan urusanku lagi. "
" Jadi udah move on ? "
" Lah, emang udaaah keleeus.. gua ketemu dia juga cuma mau tau aja apa ke depannya masih bisa berteman atau enggak.."
" Lah, sejak kapan ngobrol sama pacar pake lu-gua ? Waini gara-gara abis ketemu seniman jadi ketularan sableng nih.. "
" Eh, emangnya kapan kita pernah jadian ?"
" Ngg.. kalau sekarang aja gimana ? Siap ga ? "

Elsa mengerutkan dahi lalu tertawa ringan, dilihatnya pria yang sedang dihadapannya kini. Dia bukan Yono yang biasa membuatnya tertawa. Ya, memang bukan, tapi Yono tak pernah semenyenangkan ini saat diajak ngobrol serius.

Perempuan dan Kacamatanya.

Jadi gini..

Sejak aku pindah ke Malang, hari-hariku bener-bener jadi depends banget sama kacamata.
Aku udah nggak punya waktu yang lama untuk sekedar diam mendekam dikamar dan menjadi ashabul kahfi.
Aku punya 24 jam sehari, dan selama ± 20 jam itulah aku pakai kacamata.
Setiap kuliah dan sibuk organisasi, aku pakai kacamata, pulang ke kos juga kalau liat laptop, nulis laporan, belajar dari catatan-catatan, selalu pakai kacamata.
Bahkan kadang tidur pun aku masih pakai kacamata (ini kalau udah kebangetan capek trus belajar tapi tiba-tiba ketiduran)
Dan aku cuma lepas kacamata pas mandi, wudhu, sholat sama nyuci.
Pokoknya hanya pada aktivitas yang tidak melibatkan membaca, menulis, atau interaksi sosial.

Iya,
Segitu payahnya aku tanpa kacamata.

Dan tragedi patah kacamata bisa membuatku demikian terpukul.
Siapalah aku jika tanpa kacamata..
Aku nothing..
Aku hanyalah seonggok daging yang punya nama.
Bukan cuma perkara patahnya, tapi juga ini soal kacamata baru..
Selain menguras tabungan, bikin kacamata baru juga kayak nyari jodoh.
Ribeeet banget, dan ada tahapan-tahapannya..

Pertama koleksi,
Kumpulkan semua opsi terbaik, dari segala bentuk dan kriteria.
Lalu seleksi,
Pilih berdasarkan faktor kenyamanan dan kecocokan di wajah kita. Nah biasanya pada tahapan ini, aku butuh pertimbangan mama untuk menentukan kacamata mana yang pantas untukku.
Kemudian eliminasi,
Yaitu tahap menyingkirkan opsi-opsi yang tidak lolos seleksi.
Yang terakhir resepsi.
Nah, ini adalah tahap dimana pilihan sudah ditetapkan dan mahar dibayarkan sesuai kesepakatan yang telah dibuat.

Gitulah..
Pokoknya nggak boleh asal pilih.
Harus ada campur tangan persetujuan keluarga.

Jadi ini kacamataku yang ketiga.
Satu-satunya kacamata yang dinilai paling bagus dan cocok buatku, dibanding dengan mantan-mantan kacamataku yang dulu..
Hubungan kami baru berjalan sepuluh bulan, belum pernah anniversary merayakan hari jadi satu tahun, tapi tiba-tiba si kacamata patah.

Ada dua kemungkinan, sih..
Mungkin salahku atau ini konspirasi semesta agar aku pulang..

#SalahmuNdul!
#SakKarepmuLahYu!

Orang Baru.

" Doakan saya ya, dek " -dari pria yang akan berangkat menuju Jakarta, tiba-tiba saja.

Iya, saya pasti berdoa mas.
Terlepas dari apakah itu kewajiban saya untuk mendoakanmu atau bukan.
Terlepas dari nyawa arti doa saya dalam suksesmu nanti.
Saya hanya menginginkanmu jadi seberhasil harapanmu.
Tidak lebih dari itu.

Tidak ada yang saya harapkan.
Tidak juga untuk persoalan hati.
Hei, saya bukan anak perempuan yang mudah jatuh cinta pada orang baru.
Kalau saya tersenyum dan berdoa untukmu, itu karena saya respect dan tulus jadi pengagummu saja.

Siapalah saya untuk mendengar ceritamu dan mendukungmu dengan sorak sorai.
Lalu sedikit berbisik mendoakan yang terbaik.
Saya orang baru,
Yang mengagumimu dari jauh.
Masih banyak hal yang harus saya capai dan perjuangkan, jadi saya buat jarak itu tetap jauh.

Tenang mas..
Teruslah berjuang sekuat tekadmu.
Saya akan berdoa untukmu..
.
.
Semoga kelak saya juga yang berada satu shaf di belakangmu untuk ikut mengamini doamu yang lainnya.

Hehe :)

Pada Suatu Interview..

Screener (S) : Now, imagine that I'm Doraemon. Just imagine it. Then as Doraemon, I give you time machine, so you can go to the past and change something that you really want to change. Now, tell me what you want to change from your past..
Ayu (A) : I will change..
S : ...
A : ....
S : ... ?
A : ....
S : Come on..
A : I don't know.
S : Are you already satisfied with all you have ?
A : Ya, everything is enough for me. I don't wanna change anything, even If I can do it. I never regret for everything that happened to me.
S : Why ?
A : Ok, you know that something happen for a reason. What has done.. ya done. Why do we regret ? Just keep moving on..

Iya,
I don't wanna change anything in my past, even if godzilla came to Suramadu and Ultraman didn't help me.
That's life.
.
.
Never was simply.
So, grow up and keep moving on..

Untuk yang berjarak.

Untuk yang berjarak,

Hai !
Akhirnya kamu menulis lagi..
Aku senang mendengar kabarmu baik.
Satuan kilometer yang membentang terpisah samudera, dan kesibukan sebagai pendatang kampus membuat kita jadi tak sempat untuk saling bertegur sapa.

Dan setelah membaca apa yang kau tulis dalam websitemu,
Aku merasa sedang duduk manis dihadapanmu melihat kamu bercerita.
Seperti ada dalam dimensi ruang yang sama.
Ya, mataku memburam di ujung senyum seketika mengingat bagaimana kita menjalani hidup sebagai bocah konyol.
Aku ingat sekali, tapi tidak ingin mengulangi.
Life must go on.

Mungkin satu hal yang jadi renunganku kala membaca postinganmu..
Pada beberapa kata di akhir paragraf yang kutandai sebagai intropeksiku.
Aku sedang memperbaiki diri disini.
Dari yang pernah patah hati dengan major yang kupilih, aku mencoba menjajaki major yang 'dipilihkan' Tuhan untukku.
Aku bersungguh-sungguh, ini pasti berakhir baik.

Untuk meyakinkanmu saja..
Kalau kamu membaca apapun kabarku, tentang jatuh cinta atau memanggil kembali ruh masa lalu, pastikan itu tentang FPIK dan FK.
Aku tidak sedang berusaha menarik perhatian siapapun.
Tidak, aku tidak semurah itu..
Aku menjaga diriku, sebaik orang tuaku menjagaku.

Aku baik-baik saja, teman..
Aku sangat baik, aku mulai menikmati dinamika hidupku disini, aku menyukai apa yang kupelajari, dan aku belajar untuk hidup mandiri.
Aku tau kamu mengerti,
Akan banyak sekali yang berubah ketika kamu beranjak meninggalkan rumah.
Jaga dirimu disana..
Kita dilepaskan dengan harapan, agar sukses di tanah rantau.
Jangan pulang tanpa berita baik untuk diceritakan..

Dari seorang teman yang selalu menantikan kabarmu,

Kopi Sore.

Untukmu, yang pernah menguasai seluruh ruang kiriku.

Pada cangkir biru terisi seduhan biji kopi itu aku menitipkan maafku.
Maka reguk ia, racuni dirimu dengan maklum yang diaduk bersama sang pahit.
Nikmatilah, selagi semburat oranye di ufuk barat itu masih menampakkan eksistensinya.

Tentang surat yang kau tunggu,
Maaf.. tintaku habis diserap keharusan.
Tak ada sisa.
Bahkan kalau harus membeli.
Penyihir hidung lancip bernama 'tugas' itu akan menghabisinya lagi.
Begitu seterusnya sampai aku sempat tertidur untuk sekedar menghibur diri bahwa ini masih di alam mimpi.

Sekedar mengabarkan saja, seseorang yang jauh dari rumahnya sedang berjuang menyeimbangkan hidup, berkejaran dengan waktu.
Mengadu tuntutan profesi dengan kebutuhan kejiwaannya.
Jangan memaksaku untuk membagi tiga; untukmu, tugas, dan tidur.
I beg you, please..

Sudah hampir petang.
Jangan lupa habiskan kopimu..
Bukan memerintah, aku hanya takut saja jika maaf yang kutuang tak ikut kau teguk.
Aku khawatir ia tertinggal di dasar cangkir.

Bu, aku baik-baik saja..

Selamat malam, ibu..

Aku hanya ingin mengabarkan saja.
Aku baik-baik saja disini.
Aku sudah makan sayur walau sedikit.
Aku makan ikan, walau terpaksa.
Aku tidak pernah bergadang untuk memainkan ponsel lagi.
Aku mencuci bajuku setiap dua hari sekali.
Dan tidak pernah lupa mengangkat jemuran sebelum petang.
Aku rajin berangkat ke kampus jalan kaki.
Aku belajar setiap hari, walaupun tak ada tugas.
Aku punya banyak teman dan suka menyapa.
Aku selalu bangun jam 4 pagi, lalu mandi dan sholat shubuh.
Dan mandi sebelum jam 5 sore.

Bu, aku baik-baik saja.
Tidakkah ini cukup untuk membuktikan bahwa aku bukan lagi anak perempuan manja yang tidak bisa berbuat apa-apa ?
Ya, aku sudah mendekati persis dengan harapan ibu..
Bocah perempuan rajin yang lincah, tidak lagi menggelayut manja di lenganmu.
Mudah berteman, dan tidak ragu bertegur sapa dengan siapa saja.

Tidakkah ibu lihat bagaimana kondisi mengubahku begitu jauh ?
Ah, aku lupa..
Jarak kita terlalu jauh.
Dan aku yang paling yakin, ibu pasti ragu mendengar ceritaku.
Aku paling tau, ibu butuh bukti yang nyata dihadapan ibu.
Sayangnya, itu takkan terjadi.
Ibu tak akan melihat sesuatu yang berbeda dariku.
Karena tepat saat kita bertemu lagi, aku akan kembali jadi anak perempuan yang sama saat sebelum meninggalkan rumah.
Bocah yang tak kapok diomeli..

Tak apa, ibu tak perlu tau.
Kadang perubahan itu tak mesti harus dapat apresiasi.
Pembuktian itu juga buat diriku sendiri.
Aku perlu yakin, aku bukan benalu.
Aku perlu tau, aku bisa bekerja dengan tanganku sendiri, berpikir dengan otakku sendiri, menyapa dan berbicara dengan mulutku sendiri.

Bu, aku baik-baik disini..
Supaya ibu yakin saja.
Aku punya ingatan yang cukup bagus untuk merekam semua kalimat marah atau wanti-wanti ibu.
Jangan mengira aku bebas lepas.
Aku (masih) terikat aturan lama ibu.
Tentang semua hal.
Termasuk untuk jaga diri, jangan suka kelayapan, dan jangan pacaran.
Beri aku kepercayaan, dan seumur hidup aku akan menjaganya.
Aku masih bocahmu, bu..

Bu, aku baik-baik saja.
Semoga ibu juga baik-baik disana.
Jaga kesehatan, bu..

Terimakasih untuk selalu mendoakanku,
Aku sayang ibu.

Selfie Everywhere..

WAHAHAHA..
BARU KELAR PRAKTIKUM ROCK N ROLL..

Maaf, lupa matiin capslock.
Iya, jadi semingguan ini aku selalu pulang magrib karena praktikum.
Pulangnya, mandi trus langsung ngerjain laporan buat tiket masuk laboratorium hari berikutnya.
Abis gitu capek, ketiduran.
Paginya belajar buat pre test praktikum.
Udah gitu terus selama seminggu.
Nggak sempet mikir yang lain-lain, nggak sempet upload foto-foto terbaru di socmed, bahkan cuma buat beresin barang yang berserak aja nggak sempet.
Walhasil beginilah wujud tempat tidurku..
before

after
Yah, pokoknya segitu joroknya tempat tidurku selama seminggu.
Tapi setelah selesai praktikum, aku beresin semuanya, bahkan juga sempet nyuci seprai.
Tuh liat aja seprai-nya udah ganti kaan ?

Udah ah, pamer joroknya.
Aku mau posting foto selfie-ku selama disini..
 


Jakarta, Surabaya, Gresik

KELIATAN GA AKU YANG MANAH ??

TUH AKU YANG BULET TUUUH..

lagi di pasar minggu

pasar minggu juga, sama temen sekamar.

oiya ini lagi acara fun gathering prodiku..

iya, itu, aku yang 'shine bright like a diamond' itu..

kaga pernah pake jaslab semuaa :D

hehe.. bulet.

pipiku meluber gitu..

paling lawas, selfie di kereta satu bulan yang lalu :')


emang rada sableng..

ohiya, ini di kosan, abis balik kuliah. tapi lupa kapan.

pokoknya sebelum sibuk praktikum sih, makanya sempet selfie.
Ehiya, coba ya kalau kalian liat itu semua foto aku pakai jilbab yang sama, percaya aja kalau itu foto diambil di hari yang jaraknya jauh berbeda.
Dan aku mengais foto-foto itu dari ponsel temen-temenku,
Bukannya aku ga punya jilbab lain atau gimana..
Tapi ya emang karena pas lagi pakai jilbab lain, akunya ga sempet foto.
Kok ya pas banget lagi pakai jilbab yang itu lagi-itu lagi, diajakin foto sama temen.
Jadi kesannya aku cuma punya jilbab yang itu-itu aja.

Ohya satu lagi.
Sebenarnya aku pernah pakai jas lab kok..
Duluuu banget pas presentasi lomba karya tulis ilmiah.
Iya, walaupun cuma dipakai presentasi sih.. yang penting pernah.
Hehe..

Dan acara fun gathering itu lagi momen rujak party.
Dari pagi perut ga keisi apa-apa, trus rangkaian acara panjang banget, dan di penghujung acara, kita dikasih makan rujak.
Syukur-syukur punya perut yang ga rewel.
Ah, tapi overall acaranya seru sih..
Aku hepi-hepi aja walaupun capek.

Ngg.. soal praktikum.
Aku seneng-seneng aja..
You know lah.. betapa lamanya aku nganggur, ga ada kerjaan.
Ini bikin aku semangat banget buat belajar.
Istilahnya 'mindgasm' itu kali ya?
Perasaan yang bener-bener napsu banget pengen belajar banyak, menghafal banyak, berpikir lebih banyak, bergerak, berlari dan capek lebih banyak dan lebih sering dari biasanya.
Saking kangennya sama aktivitas normal.

Daaan syukur alhamdulillah,
Praktikumku lancar jayaa!
Nilainya pun ga jelek-jelek banget, worth it lah..
Dan semoga ACC laporan bisa cepet fix !!
Doakan sajaa..

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...