Untukmu, yang pernah menguasai seluruh ruang kiriku.
Pada cangkir biru terisi seduhan biji kopi itu aku menitipkan maafku.
Maka reguk ia, racuni dirimu dengan maklum yang diaduk bersama sang pahit.
Nikmatilah, selagi semburat oranye di ufuk barat itu masih menampakkan eksistensinya.
Tentang surat yang kau tunggu,
Maaf.. tintaku habis diserap keharusan.
Tak ada sisa.
Bahkan kalau harus membeli.
Penyihir hidung lancip bernama 'tugas' itu akan menghabisinya lagi.
Begitu seterusnya sampai aku sempat tertidur untuk sekedar menghibur diri bahwa ini masih di alam mimpi.
Sekedar mengabarkan saja, seseorang yang jauh dari rumahnya sedang berjuang menyeimbangkan hidup, berkejaran dengan waktu.
Mengadu tuntutan profesi dengan kebutuhan kejiwaannya.
Jangan memaksaku untuk membagi tiga; untukmu, tugas, dan tidur.
I beg you, please..
Sudah hampir petang.
Jangan lupa habiskan kopimu..
Bukan memerintah, aku hanya takut saja jika maaf yang kutuang tak ikut kau teguk.
Aku khawatir ia tertinggal di dasar cangkir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar