Aku menggelepar dengan sakit dikepala dan leher, beban hidupku belum pernah seberat ini.
Hei malam,
Belum cukupkah membuatku melamun sepanjang sore memikirkan percakapanku dengan mama.
Percakapan yang saling tidak memahami, dengan airmata yang terus ditahan agar tidak menjadikan dialognya melankolis.
Mama : Yaudah, kalau kamu udah berpendirian macam itu. Lakukan.
Aku : ...
Mama : Ikuti saja kata hatimu, kamu tau yang terbaik buatmu.
Aku : Kalau aku ma, aku nggak peduli sama kepentinganku. Aku cuma pengen jadi anak yang membanggakan buat mama papa, jadi teladan yang baik buat adik-adikku, dan jadi adik yang bisa dibanggakan kakaknya.
Mama : Kamu itu bodoh.
Aku : Itu nyakitin aku, ma..
Mama : Bukan gitu, kamu itu bodoh karna terlalu lugu. Buat mama, hidup ini keras. Kamu nggak bisa selalu mengorbankan dirimu. Kamu bisa hancur kalo terus bodoh begini.
Aku : Aku cuma pengen berguna ma..
Mama : Ya berusaha maju lah, jadi yang terbaik. Diatas rata-rata.
Aku : Bukan itu, mama nggak paham. Mama nggak ngerti maksudku.
Mama : Halah, mbulet ae.
Aku : ...
Mama : Yaa, nggak ada salahnya sih kalo semua orang di dunia ini punya sikap jujur dan pasrah. Bisa tentram dunia kita.
Aku : Bukannya, malah hancur karna dunia ini dipenuhi orang-orang bodoh macam aku ma ?
Mama : ...
Aku : Aku cuma gak mau mama kecewa, tapi aku juga nggak bisa gitu aja ngikutin cara mama.
Mama : Mama nggak kecewa, mama yang salah. Harusnya mama biarkan kamu dengan pendirianmu.
Aku : ...
Mama : Pilihanmu, kamu yg menjalani. Nggak usah mbulet mikiri yang lainnya
Aku tidak begitu menyukai percakapan sentimentil yang terjadi diantara kita.
Selalu ada perasaan sakit yang mengusik.
Sakit karna takut menyakiti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar