" Kukira kita nggak akan bisa ketemu lagi. Kamu sudah berubah, sudah bukan Re yang suka merengek minta diajak ngopi "
" Life moves on, and so should we.. Maaf deh, kalau dulu aku pernah sangat merepotkanmu"
" Never mind. Sooner or later we've all got to let go of our past"
Dia menyelesaikan kalimatnya lalu menatap mataku. Sepertinya kecewa.
Aku hanya menunduk, mengalihkan pandanganku pada gelas mocca blended di depanku. Mengelap butiran air di permukaan gelas dengan jari telunjukku. Dia tau, biasanya aku sedang gusar jika bertingkah macam itu. Kami belum pernah sekaku ini saat duduk semeja.
Siang itu mungkin kebetulan diantara semua ketidaksengajaan yang dirancang kuasa pemilik semesta. Saat tanpa sadar aku iseng mampir di sebuah kedai kopi sederhana di pusat kota Surabaya, kemudian tiba-tiba dia muncul dihadapanku dengan sapa 'apa kabar'. Lalu berkelanjutan dengan dia yang menarik bangku lalu duduk dihadapanku, melihatku canggung menghabiskan segelas dingin kopiku.
Saat masih bersama, rasanya sulit sekali mengajaknya menghabiskan waktu berdua. Dia orang yang sangat sibuk, terlalu sibuk dengan dirinya sendiri. Dia bahkan tidak mungkin duduk bersantai sambil minum kopi denganku jika tanpa rengekan dan sedikit paksaan. Hanya beberapa kali dia menyempatkan untuk meneguk kopi sore bersamaku tanpa banyak bicara. Biasanya kami hanya saling menatap, mungkin dia pikir dengan bertukar pandang saja bisa membuatku mengerti berat yang dihadapinya tanpa perlu mendengarnya bercerita. Aku tidak pernah mengerti dia, inginnya, bahkan sikapnya, tapi aku berusaha memberikan tatapan mata paling teduh untuk membuatnya merasa lebih baik.
Melepasnya adalah keputusan terberat buatku, meskipun sadar berapa kali aku dikecewakan oleh sikap acuhnya. Perpisahan tetap saja bukan pilihan yang pada akhirnya bisa ku syukuri. Ini terlalu sulit. Aku berusaha keras untuk membuang semua yang bisa kuingat darinya, detik demi detik lalu menit, jam, hari kemudian beberapa bulan berlalu. Kenangan demi kenangan, sampai akhirnya aku berhasil dalam usahaku untuk move on.
Mungkin dia benar, aku sudah banyak berubah. Dari ratusan kilometer jarak lalu datang beberapa orang yang berbeda. Orang yang menawarkan telinganya untuk mendengarku bercerita, atau memberiku waktunya untuk mengajakku berkeliling ke tempat-tempat mengesankan. Aku bisa saja punya segalanya, orang-orang yang menyayangiku, tempat terbaik dan waktu yang tak pernah memburu kami. Tapi, aku tidak punya satu hal; cara untuk menghapus namanya. Kecuali namanya, yang lain sudah tidak kuingat lagi.
" Aku nggak bisa, D "
" Kenapa ? "
" Kamu selesaikan dulu urusanmu, baru kita bicara. Aku nggak bisa terus diam disampingmu, melihatmu sibuk sendiri dan menunggu sampai kamu sadar bahwa aku ada disitu "
" Jadi kamu minta diprioritaskan ?"
" Tidak untuk sekarang. Aku harus pergi, dan aku nggak yakin kamu bisa membagi waktumu untuk satu orang yang terlalu jauh. Jarak bukan teman baik kita "
" Tapi, kamu pasti kembali kan ?"
" Pasti, nanti.. "
" Kalau suatu hari nanti aku sudah selesai dengan urusanku lalu kita bertemu, apa masih boleh aku minum kopi semeja denganmu ? "
" Berdoalah, semoga kita bertemu di saat yang tepat "
...
Sekarang, dia sudah punya waktu untuk duduk dihadapanku, minum kopi semeja denganku.
Tak ada risau, kecuali aku. Dia tetap tenang menyeruput cangkir kopinya.
Aku mengamatinya baik-baik, mencari tau apa yang sudah membuatnya berubah.
Jujur saja, dia sudah menjadi D yang dulu kuharapkan. Bahkan lebih dari itu, dia punya pesona.
Semesta memang penuh dengan kejutan, tiba-tiba aku bertemu dengannya, tiba-tiba dia duduk dihadapanku, tiba-tiba aku melihatnya minum kopi sambil mencuri pandang kepadaku, tiba-tiba aku merasa ini bagai de javu, dan tiba-tiba saja dia bertanya 'apakah sudah terlambat ? ' Aku tertegun, diam, berpikir. Dia sama sekali belum terlambat, sebenarnya aku yang terlalu tergesa berusaha tidak mengingatnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe
Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...
-
Dimotori dengan pengalaman pencarian jodoh yang cukup lama, aku akan menulis nasehat ini untuk adik-adikku yang akan menikah.Terlalu muda un...
-
Ada yang lebih sakit dari sekadar perih Ada yang lebih cacat dari sekadar parut Ada yang lebih ingin mati saja daripada menderita Kita meras...
ahhhh keren nyaaa yukkk, boleh ku share?? hehe :))
BalasHapuswahaha ini mah cuma butiran jasjus kalau dibandingkan sama tulisanmu irmaa :D
BalasHapusatuhlah silahkan dishare kalau mau hehe :D