" Aku nggak mau kamu mati muda karena ini "
Aku merampas lintingan tembakau itu dari tangannya, menukarnya dengan botol air mineral 500ml. Dia sama sekali tidak bereaksi, dibukanya segel penutup air mineral tiga ribuan itu lalu meminumnya hingga setengah. Dia sama sekali tidak menoleh ke arahku, padahal aku tepat disampingnya. Menatapnya lekat-lekat, menunggu sampai dia angkat bicara.
Dua puluh menit lagi keretaku akan datang, dan dia tetap tidak mengatakan apapun. Aku memperhatikan sekitarku, stasiun ini menjadi semakin penuh dan bising. Sejauh mata memandang, aku hampir selalu melihat adegan perpisahan atau perjumpaan yang dramatis. Dari satu arah, ada yang sedang berpelukan seperti enggan melepas. Aku melirik sisi kananku, dia memasang earphone. Semakin jelas, dia tak ingin bicara. Aku mengubah posisi duduk lalu menyandarkan kepalaku di bahunya sambil menatap kosong ke arah pintu peron.
Aku kenal D sejak kami sama-sama duduk di bangku SMA. Dulu kami sengit bermusuhan. Aku sekretaris kelas yang galak dan dia adalah siswa paling sering bolos dikelas. Dia teman paling menyebalkan dan merepotkan sejagad raya. Seringkali aku terlibat setiap dia dipanggil guru konseling untuk kasus absensi. Sampai kelas tiga, kami masih sekelas dan sialnya aku ditugaskan untuk mengajaknya belajar bersama. Aku sudah berpikiran, ini takkan berhasil. D dan aku takkan bisa akur semeja. Tapi ternyata aku salah, aku cuma kurang mengenalnya. Sebenarnya dia baik, dia bahkan yang memintaku untuk mengajarkannya logaritma dan beberapa kali dia menertawakanku saat aku kebingungan menjelaskan sesuatu padanya. Dia tau kelemahanku, dia sudah punya jawabannya tapi sengaja bertanya untuk mengerjaiku. Aku terkesan, karena ternyata mahluk bandel ini lebih pintar dari aku.
Selama enam bulan belajar bersama, kami jadi makin akrab. Dan aku berhasil membuatnya rajin berangkat ke sekolah. Beberapa hal darinya sudah berubah, kecuali satu hal; kebiasaan merokok. Dia pasti marah jika kularang merokok, katanya ini candu dan dia takkan bisa berhenti. Kalau aku menceramahinya lebih lanjut, dia malah melenggang pergi. Dan membatalkan rutinitas belajar bersama.
" Re, keretamu datang.. "
Dia membuyarkan lamunanku, aku sedikit lega mendengarnya bersuara. Selebihnya kecewa karena dia langsung berdiri lalu mempersilahkan aku segera pergi. Dia mengangkat tasku, berjalan dua langkah di depanku kemudian berhenti didepan pintu peron. Dia memberikan tas itu padaku.
" Kamu nggak mau masuk dan melepas kepergianku ? "
" Nggak. Aku cuma mau.. kamu cepet pulang "
" Maaf aku mengecewakanmu.. "
Mataku berair mendengar kalimatnya, aku langsung menubruk tubuhnya yang tinggi besar lalu memeluknya erat. Dia hanya tersenyum melihatku menangis.
...
Medio 2012.
" Kirain kamu anaknya jahat trus nyebelin, ternyata bisa baik juga ya ?"
" Yee ngeledek.. kukira orang judes kayak kamu nggak bisa jinak sama orang kayak aku. Eh ternyata malah kamu jauh lebih baik dari orang yang keliatannya ramah "
" Hahaha ngebales nih ? Eh, kamu kenapa sih kok bandel ? Padahal kan kamu lumayan pinter.."
" Heh ? Lumayan ?? Yaa.. abisnya ga ada orang baik yang mau temenan sama aku."
" Aku mau kok temenan sama kamu, asal kamu janji berubah lebih baik. Jangan suka bolos."
" Oke, aku janji berubah lebih baik asal kamu nggak ninggalin aku sendirian. "
" Aku janji bakalan ada terus buat menyaksikan kamu jadi baik, bahkan kalau perlu sampai jadi kyai hahaha "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar