Akhir cerita..

Lebam di dua sisi.
Membiru dan ngilu.

Aku nggak harus menyesal.
Sekalipun memang, aku sangat membenci perpisahan.
Mungkin ini jalannya.
Bukan, bukan jalan yang terbaik.
Kau pun tau aku tak handal soal menemukan jalan.
Aku cuma ingin lari.
Karna jika tetap disini, aku pasti tertampar dan kamu nggak ada saat aku ditampar.

Iya, kamu nggak disini.
Sekali lagi, ini bukan salahmu.
Memang bukan kewajibanmu menjagaku.
Tamparan itu tetap akan kuterima juga pada akhirnya.

Aku paham konsekuensi.
Aku tau apa yang kuhadapi.
Sulit, tapi tetap harus melangkah.
Ketegasan. Ingat ?
Aku juga harus tegas pada diriku.
Berhenti mempermainkan hati.
Karna selalu ada yang harus dipilih.

Silahkan pergi !
Kali ini kubiarkan kamu membenciku.
Supaya mudah bagimu untuk berpaling.
Terserah saja, jika menurutmu aku pengecut.
Banyak hal yang nggak bisa kamu mengerti.
Kita melihat masalah dari sudut yang berbeda.
Dengan kacamata yang nggak sama.

Mungkin ini bukan saat yang tepat untuk belajar tentang cinta.
Lagipula aku benci bergulat dengan hati.
Berdebat untuk meyakinkan ibuku, bahwa jatuh cinta itu normal adanya.
Baiknya, ku iyakan saja mau ibuku.
Baiknya, aku kembali jadi anak kecil yang lugu dan tidak banyak tau soal rasa.
Setidaknya itu bisa menenangkan ibu..

Goodbye...
Kepada orang yang paling cuek, moody, kangen-able dan keras kepala.
Terima kasih sudah mampir dan memberiku heartbreaking and heartwarming experience.
Ini kali terakhir aku mengingatmu sebagai 'mbuL'
Semoga kamu senang, karena akhirnya tidak ada lagi anak perempuan cerewet yang dengan posesifnya memintamu untuk mengirimi pesan setiap hari.

Udahan aja yok !

Bro,
Udahan yok ?
Ada yang keliru disini, dan harus diakhiri.
Aku cuma gak mau memperumit ini.

Pergi saja !
Kali ini aku yang meminta,
Sekedar ingin lari dari caci maki yang menyalahkanku.
Karna kamu bilang menyiksa diri itu nggak penting.
Jadi aku coba menghindari keadaan yang membuatku makin sakit hati.

Kamu pasti paham, rumitnya berdamai dengan hati.
Tapi tidak akan serumit berdamai dengan segitiga ini.
Sekalipun yang kamu lihat bukan lagi segitiga.
Samar, tapi memang masih jelas terasa.
Ya, akan terasa jika kamu ada di posisiku.

Jangan melihatku..
Aku tidak ingin kamu melihat lebam di pipiku.
Tinggalkan saja..
Memang tidak akan menyembuhkan, tapi setidaknya sisi lainnya terselamatkan dari lebam berikutnya..

Birunya masih ngilu, tapi tak apa.
Jangan salahkan dirimu atas ini.
Kita hanya harus mengakhiri sesuatu yang seharusnya tidak begini.
Sesuatu yang sejak awal sudah keliru.

Maaf aku menyebalkan.
Maaf aku egois karna hanya memikirkan cara untuk menyelamatkan diri dari perasaan bersalah.
Lebih dari itu, ini bukan lagi tentang merasa bersalah saja.
Tapi sudahlah, kamu tidak perlu mengerti.
Biar sakit ini jadi milikku sendiri.
Ohya, semoga ini juga dapat membebaskanmu dari pelik.
Aku selalu berharap agar kamu bahagia.
Kamu tau itu.

Semacam patah hati

Kehilangan buku kimia itu feels like patah hati.
Bahkan lebih sakit.

Gila ya,
Itu buku tulis harganya gak sampe dua ribu perak,
Tapi isinya bro, lebih dari 70 soal kimia yang terjawab dan dikerjakan gila-gilaan selama seminggu.
Gue belain melek sampe shubuh buat ngerjain soal demi soal.
Dan bisa ilang segampang itu ?
Gue lebih milih ga ketemu pagi dari pada ga ketemu buku itu besok pagi.
Ya oke, mungkin gue berlebihan.
Tapi lo ga bakalan ngerti..
Gimana kalo besok tugasnya harus dikumpulin ?
Dan gue ga bisa mengharap pemakluman dari guru gue yang kelewat perfeksionis itu.
Nggak untuk alasan apapun, bahkan sekalipun lo nangis jerit di depannya.
Sisi deskruktif gue bilang, mati ajalah.. nilai lo gabakal tertolong. Udah lah sama aja lo kayak gak ngerjain. Usaha lo kemarin sia-sia yu.. mati aja sanah !

Beneran gue patah hati.
Pagi-pagi gue datang ke sekolah, ngubek2 kelas dan hasilnya nihil.
Dirumahpun udah gue cari, bahkan sampe ke lemari buku adik dan hasilnya nihil juga.
Sampe drama segala, pagi-pagi udah nangis bombay di kelas dan nggak satu pun dari temen gue yang merasa minjem buku kimia gue.
Gue ga tau lagi harus gimana ?

Ya lo bayangin aja bro !
Gimana gue bisa ngerjain lebih dari 70 soal KIMIA dalam waktu semalam ? Ngerjain ulang bro ! Bukan nyalin !
Belum lagi ada tugas biologi, trus harus belajar buat ulangan matematika besok pagi.
Rasanya kayak bangun 1000 candi dalam semalam, atau bikin perahu gede dalam semalam.
Hampir mustahil, tanpa bantuan dedemit atau segala macem lelembut.
Lagian gue juga bukan sangkuriang bro.
Gue bisa apa, selain berharap buku gue bisa ketemu dengan ajaibnya.
Ntah gimana caranya, gue cuma butuh bukunya pulang, udah itu aja.
Dan gue bakal kembali nangis memeluk buku itu dengan penuh haru..

Gue cuma pengen itu.
Atau tolong jangan bangunin gue besok pagi..
Etapi, malam ini kan mau ngerjain kimia sampe pagi ?
Mbuh ah, mau nerusin nangis dulu..

Bubye..
Broken hearted girl..

Bangku kiri

Winda : Hahaha, kamu beneran bawa bantal ?
Aku : Iya dongg.. lah ini bantalku..
Winda : Aku juga loh, kok bisa samaan sih ?
Aku : Entah ya ? Masalahnya aku ngantuk berats, dan punya kewajiban buat ke sini jadinya bawa bantal deh.
Winda : Sama, aku juga.. tadi malah minta kantong plastik gede ke mama, tapi ga ada.
Aku : Aku dong dimasukin tas, sampe tetanggaku heran sama isi tasku yang keliatan penuh, haha.. padahal isinya cuma bantal.

Aku nggak tau lagi, kalau ditanya soal bangku kiri.
Untuk kesekian kalinya kebetulan semesta membuat isi kepala kami sama.
Kemudian tertawa bersama, saling menertawakan kekonyolan masing-masing.

Bukan soal bantal saja.
Kemarin juga, saat kelas kami mengadakan pemilihan kelompok secara acak.
Aku tersenyum saja melihat Aida mendapat nomor kelompok yang sama denganku, kemudian saat aku menoleh dan menemukan Winda berteriak menyebutkan nama kelompoknya, aku diam.

Tuhaan... kenapa dia lagi ?
Aku butuh teman yang kompeten dibidang ini, bukan dia yang kemampuannya sama nihilnya denganku.

Aku menelan ludah, mencoba berdamai dengan kenyataan pahit.
Pun dengan Winda, dia kaget setengah mati mengetahui bahwa aku dan dia berada dalam satu kelompok.
Sampai dia melakukan aksi protes pada guru mata pelajaran kami.

Penderitaan kami belum berakhir sampai disitu.
Sekarang aku, Winda dan Aida menghadapi kenyataan yg lebih pahit karena ternyata, satu-satunya pria di kelompok kami adalah dia yang buku tulisnya bercover Hello Kitty, Spongebob lover dan berhati keibuan.
Dia adalah Mijar.
Haha, sepertinya respon kami berlebihan tapi kami benar-benar ragu untuk mengandalkan Mijar dibidang ini.
*maaf yee jar, hehe..

Dan sabtu ini, saat kami berempat berjanji untuk kerja kelompok di sekolah..
Aku dan Winda datang lebih awal dan tertidur di kelas dengan bantal kami masing-masing.
Sementara Mijar dan Aida, mereka ada diluar kelas, menunggu satu setengah jam.

Lucunya, orang yang mereka tunggu sudah ada di dalam kelas, tidur nyenyak.
Cuma berbatas pintu, cuma dalam satu jangkauan tangan untuk menarik tuas daun pintu saja.

Harusnya mudah sekali mereka bisa menemukan aku dan Winda, tapi mereka malah menunggu lama.
Menunggu dua orang yang sebenarnya tidak jauh, tidak sampai satu meter dari tempat mereka duduk bosan.
Konyol ya ?
Tapi aku suka.

Bangku kiri adalah salah satu dari sekian banyak hal ajaib yang terjadi di hidupku.
Kenapa bisa ajaib ?
Ntahlah, terlalu rumit untuk dijelaskan.
Tapi aku sangat menikmati setiap absurd yang kami lewati dengan tawa.
Juga setiap senyum cerah yang kudapat seketika setelah membaca pesan singkat darinya.
Atau setiap tangis, yang membuatku harus sok bijak untuk menenangkannya.
Ah udah ah..
Nanti kalau postingan ini terlalu romantis, aku khawatir dituduh penyuka sesama.
Amit-amit deh..

Baikan yok !

Baikan aja yok !

Kamu tau ?
Aku gagal menganggap bahwa pertikaian kita semalam hanya mimpi.
Yang ada malah aku terbangun dengan perasaan sesal.
Ya, aku menyesal karna terlalu cerewet.
Memang seharusnya aku diam, bukannya memburumu dengan pertanyaan yang justru memperkeruh suasana.

Sebenarnya, aku bisa saja diam
Dan membiarkanmu sendirian.
Kemudian menunggu keadaan membaik, sampai akhirnya kamu kembali menyapaku manja.
Tapi kali ini aku ingin menawarkan kata damai dan sebuah permohonan maaf.
Yang tulus dari lubuk hati paling dalam.

Aku berusaha keras untuk berhenti jadi cerewet.
Tapi kadang aku bisa lupa.
Jadi aku selalu berharap, kamu masih punya kesabaran ekstra untuk menghadapi aku.

Baikan yok !
Aku cuma mau bilang itu.
Tapi beraninya bilang disini.
Gak berani bilang langsung.
Hehe, kuharap kamu membaca.

Polemik.

Malam yang berpolemik.
Adu argumen antara dua hati yang berselimut kacau..
Salah satunya yang banyak bertanya,
Satunya lagi enggan menjelaskan.

Aku benci berdebat dengan kamu.
Terlalu banyak konotasi dan aku sulit memahami.
Begitu juga kamu yang sering salah mengartikan maksudku.

Aku benci setiap akhir buruk dari perbincangan kita.
Percakapan yang tidak saling memahami.
Percakapan yang membuatku cemberut dan manyun.

Aku tau kamu memintaku diam..
Diam yang berarti berhenti bicara ketika emosi memuncak.
Diam yang berarti berhenti bertanya ketika keadaan berubah muak.
Meski, sekali lagi aku benci menyimpan kembali pertanyaan yang tidak sampai kepada kamu.

Kau tau ?
Aku juga lelah bertanya.
Kadang ingin berhenti dan menerima saja.
Tapi aku terlalu muda untuk jadi 'tanpa tanda tanya'
Jadilah aku anak perempuan yang cerewet dan menyebalkan.

Satu hal yang kusesali,
Harusnya aku tau, obrolan ini tetap harus dihentikan sebelum suasana hatimu memburuk.
Atau harusnya kamu dengarkan aku untuk mengabaikan kalimatku.
Aku sudah bilang kan ? Aku juga sedang sentimentil.

Dan yang baru saja kusadari,
Bahwa hatiku yang sudah rapi ini ternyata masih juga merasa kacau ketika kamu marah.
Bahkan jika kamu tak mau peduli sekalipun..

Aku menyerah.
Lagipula ini bukan pertama kalinya aku begini.
Terima kasih karna membuatku harus kerja dua kali untuk merapikan berkas hati.

Semacam curhat.

22.40. Kamis. Hari ke duapuluhdua bulan November.
Masih di ruang tamu dengan tumpukan tugas yang menunggu untuk diselesaikan.
Buku-buku terbuka berserakan, tas melongo.
Aku berkutat di tempat ini sejak sore.
Dengan pensil dan bolpen yang memonopoli kerja tanganku.

Ngopi, yuk ?
Sebentar saja melemaskan otot-otot tangan dan syaraf kerja otak.

Rasanya hari ini aku benar-benar kacau.
Bangun kesiangan.
Berangkat terlambat.
Belum lagi salah pakai seragam karena lupa hari. Lalu pulang.
Kembali berangkat ke sekolah dan terlambat.
Masuk kelas ngos-ngosan kemudian dihadiahi beban hukuman.
Sederhana, hanya membuat duapuluh soal teori evolusi bersama pembahasannya.
Hanya dua puluh ? Mudah ya ?
Asal tau saja..
Aku mendapat tugas yang sama seminggu yang lalu, topiknya saja yang beda.
Dan sampai hari ini, aku baru menemukan sebelas soal dan belum disertai pembahasan.
Sialnya kini tugasnya bertambah, jadi 40 soal dan harus selesai hari Selasa.
Aku hampir frustasi memikirkan tambahan tugas ini.

Hei bukannya aku malas atau apalah..
Tapi aku butuh tiga hari untuk menemukan sebelas soal UN tahun-tahun lalu.
Tiga hari untuk sebelas soal, lalu bagaimana dengan empatpuluh soal ?
Sementara, aku punya tugas di mata pelajaran lain yang juga harus segera diselesaikan.
Haruskah membuat skala prioritas ?
Sekedar memilih mana yang harus di selesaikan lebih dulu.
Ah, adil itu sulit..

Demi tugas,
Sore ini aku pulang sekolah buru-buru.
Makan pun buru-buru agar segera dapat memulai untuk menyelesaikan satu persatu tugasku.
Ntah harus jawab apa, jika ditanya rasa dari perkedel dan sayur sop tadi.
Sepertinya makanan itu tak sampai terasa di lidahku, tiba-tiba saja kenyang. Sudah.

Aku memang sedang diburu waktu.
Sampai detik ini pun masih berkutat dengan pensil dan buku.
Belum juga beranjak dari kimia.
Padahal masih banyak tugas lain yang menunggu untuk diselesaikan.
Biologi, proposal bahasa Indonesia, soal bahasa inggris di LKS.
Sedikit absurd karna malah bermain-main di blog sementara tugas itu sudah menjerit kesal padaku.
Mereka benci menunggu.
Lebih benci melihatku mengabaikan mereka karena sosial media.

Hehe, tunggulah..
Aku hanya mencoba rileks sebentar.
Mengusir lelah dan bosan.
Biar saja malam jadi kian larut.
Aku mau menikmati hidup.
Menikmati tugasku, dengan santai tentunya.

Dan kepada satu sachet kopi luwak di sampingku, aku menaruh harapan.
Semoga mata ini tetap terjaga sampai shubuh menjelang.

Senja dalam cangkirku.

Hei waktu.
Kemarilah, duduk dan nikmati teh hangat ini.
Kita bisa berbincang sembari menikmati langit sore diteras rumahku.
Kau tau aku juga menyukai semburat oranye langit senja.
Lihatlah, kaupun akan suka.

Hei waktu,
Kadang aku begitu bodoh karna ingin kembali pada detik yang sudah berlalu.
Kau tau ?
Aku suka saat aku bercanda dengan kawan kecilku,
Aku suka saat kakakku memboncengku dengan sepeda kayuh,
Aku suka saat mama mengecup keningku haru,
Aku suka saat aku dan teman-temanku duduk semeja disebuah foodcourt, hanya diam dan tidak tau harus bicara apa, tapi juga tidak ingin kehilangan momen.

Hei waktu,
Bisakah kita berlama-lama seperti ini ?
Sekedar duduk bersila menikmati napas.
Menikmati mendung dan semilir angin yang bertiup.
Melepaskan beban berat dipunggung dan kepala.
Karna aku lelah..
Menanggung berat mimpi di pundakku dan berlari mengejar fatamorgana.
Aku harus meneguk segelas kenyataan, dan coba bersantai.
Bersandar pada tembok yang kokoh, bukan lagi harapan kosong.

Hei waktu,
Detik yang tak dapat kembali itu biar saja kubingkai.
Kunikmati pada malam kala rindu menyerang.
Tapi untuk sore ini saja.
Duduklah berlama-lama denganku.
Jangan buru-buru berlalu, diluar sedang hujan.
Tunggulah, seperti yang biasa kau lakukan padaku, membuatku menunggu.
Kita bisa menghabiskan waktu dengan menghitung butir air langit yang jatuh.
Atau diam membisu merenungkan sesuatu.
Tentang hari esok.

Hei waktu,
Aku tau, aku tidak bisa menahanmu untuk tinggal.
Jadi kubiarkan kamu berlalu dan aku tetap diterasku.
Diam sendirian.
Menikmati senja dalam secangkir teh celup beraroma melati.

Yang tak pandai bersajak.

Memang tidak penting untuk diketahui
Harusnya ini kusimpan untuk diriku sendiri
Tapi aku perempuan, yang cerewet, dan cerewet.
Dan ya sekali lagi cerewet.
Demikian cerewetnya hingga tak henti merutuki diri.
Demikian cerewetnya sampai harus berulang kali menyesali.
Demikian cerewetnya hingga semua sakit kembali terurai.

Pahamilah sulit,
Aku benci diriku yang mengacau ini.
Aku bukan orang yang suka menyesali kejadian lampau.
Tapi kali ini begitu dalamnya sesalku.
Karna begitu fatalnya salahku.

Urusan hati ini sedikit rumit..
Sedikit bersalah saja bisa terlalu banyak menyakiti.
Bukan mauku menambah sakit pada lebam yang kamu terima.
Aku hanya ingin mengatakan 'maaf'
Ribuan maaf yang aku tau tidak akan mengembalikan keadaan.
Tidak akan membebaskanmu dari pelik
Tidak juga menyelesaikan masalah.

Semua yang terjadi,
Semua yang tidak bisa diperbaiki,
Membuatku merasa, aku pasti dibenci.
Tapi sekali lagi aku salah.
Aku tidak boleh banyak berkomentar.
Karna jika kulakukan, maka lebam itu akan semakin sakit.

Sekali lagi, maaf..
Terlalu lancang karna ingin jadi penawar sakitmu.
Aku janji akan bersikap profesional.
Seperti yang sudah kita sepakati.

Satu lagi,
Ini bukan curahan hati,
Sekedar ingin mencoba merangkai sajak sastra.
Dari aku yang tak pandai bersajak.

Sekedar menjelaskan.

Satu postingan lagi teruntuk kamu.

Ternyata hati memang sulit diprediksi.
Berkasnya sudah hampir rapi, hanya beberapa saja yang masih berserakan.
Berfikir positif akan menyelesaikan semua susunan file dalam waktu dekat.
Begitu optimisnya, sampai aku lupa.
Aku lupa, aku hanya merapikannya dan mereka tetap ada disini.
Berkas ingatan itu nggak jauh.
Sebaik apapun hatiku menata lembaran-lembaran yang terburai, aku masih bisa melihatnya di dalam kepalaku.
Tumpukan rapi disudut yang tersembunyi tempatku menyimpan semua yang tidak ingin kubuang.
Semudah itu mengingat.
Semudah itu yang namanya flashback.

Seperti kemarin malam, saat tiba-tiba aku merasa ada yang hilang.
Iya, perasaan hilang yang sama seperti  tepat satu minggu yang lalu.
Jika bertanya apakah aku kangen ?
Coba lihat seberapa tebal tembok batas pantas itu,
Memangnya apa yang bisa diperbuat kangen terhadap tembok itu.
Menembusnya ? Merobohkannya ? Menghancurkannya ?
Tidak akan semudah itu.

'Kangen' tidak lagi bisa mewakili apa yang terasa.
Tapi masih ada sekeping ingin yang tertimbun ragu.
Keinginan yang sangat sederhana.
Keinginan yang hampir membuatku frustasi bertanya, lagi-lagi tentang kepantasan.

Aku ingin mendengarmu menyapaku.
Aku ingin kamu menoleh kearahku.
Berharap kamu menyadari, aku nggak pernah pergi.
Aku masih ditempat yang sama saat kamu memutuskan untuk pergi dan menghindari.
Dan kamu masih boleh kembali untuk duduk dan menikmati hidanganku.
Secangkir kopi favoritmu dan mie goreng yang selalu kamu tagih.

Bundel 'ingin' yang terbungkus selotip..
Sudah terbayar.
Dengan menyapaku seperti sore ini saja cukup.
Aku senang bisa kembali berteman.
Berkasnya ? Masih tetap harus dirapikan.
Sekedar menjelaskan, tidak ada yang berubah.
Hanya saja ruangan di hatiku sudah lebih rapi sekarang.

Move on !!

Hai apa kabar bro ?
Sudah lebih baik tanpa aku ?
Mungkin saja kamu tidak membaca blog ini lagi.
Tapi aku tetap akan menulis, tentang apapun yang ingin kutulis.
Dan kali ini tentang kamu dan tentang move on.

Aku sudah lebih baik sekarang.
Setelah sempat bertanya sendiri tentang alasanmu pergi.
Akhirnya diam, sepi, dan kenyataan memberi jawaban.

Tentang batas pantas.
Jauh sekali disudut hatiku yang tertutup selotip, aku masih ingin menyapamu dengan sebutan 'kakak'
Tapi sepertinya sudah tidak pantas.
Terlalu lancang aku masuk ke dalam sana.
Lingkaran itu, yang kamu sebut dengan novel di kepalamu.
Yang di dalamnya terkisah mimpi, harap dan kenyataan yang kamu jalani.

Andai punya kesempatan, aku hanya ingin menyampaikan terima kasihku.
Terima kasih untuk pengalaman paling menguras emosi sepanjang hidupku.
Dan untuk gangguan terbaik yang pernah kuterima.
Juga untuk hal-hal sederhana yang pernah kamu ajarkan kepadaku.
Aku masih mengingatnya, dan bahkan menulisnya dalam sebuah buku.

Satu buku yang seluruhnya berisi tentang kamu.
Dulu, aku ingin kamu jadi orang pertama yang membacanya.
Tapi biarlah ini kusimpan sendiri.
Bicara soal membaca, I'm still your loyal reader.
Aku pernah bilang gitu kan ?
Hehe, move on bukan alasan untuk berhenti jadi pembaca setia.
Aku selow aja kok, aku bakal baca apapun yang ingin kubaca. Siapapun penulisnya.

Aku sudah move on
Dari hal yang paling sederhana,
Aku berdamai dengan ingatanku,
Memang aku tidak menghapusnya, aku yakin butuh lebih banyak waktu dan konsentrasi untuk membuang semua ingatan tentang kamu.
Mereka terlalu banyak, sangat banyak.
Oleh karenanya kubiarkan mereka disini, memenuhi kepalaku dan aku pun makin terbiasa untuk bersikap biasa saja

Hei, kalau kamu berpikir semudah itu aku bisa move on.
Kupersilahkan kamu berspekulasi sesukamu.
Aku sendiri tidak paham dengan konsep move on.
Aku hanya tau, aku harus berhenti merasa kangen.
Itu saja cukup.

Sekali lagi semua masih tentang batas pantas.
Dan move on ini disponsori oleh kesadaran diri bahwa tidak sepantasnya aku kangen kamu :|
Tidak lagi pantas.
Karena kamu sudah berjalan, berbelok.
Aku disini mau merapikan beberapa berkas yang tersisa.
Ditemani sebungkus semangat dan segelas tanya yang hampir habis.
Juga setumpuk playlist lagu sendu.

Udah ya, berkasnya nunggu diberesin..
*Setel lagu  don't you remember*

Bubye..

Intropeksi.

Oke, kasi gue ruang buat ketawa.
Hahahahahahaa..
Haha, cukup. Makasih..

Gue ketawa sampe mata gue berair.
Nggak, gue nggak nangis.
Gue ngerasa pengen menertawakan diri gue sendiri.
Menertawakan masalah gue, juga reaksi gue ketika menghadapinya.

Siang ini gue ngebaca ulang postingan lama di blog, twitter dan fb.
Rasanya nggak percaya, itu gue.
Iya, demikian childish-nya gue waktu itu.
Dengan bahagia yang luar biasa meletup-letup waktu pertama kali jatuh cinta.
Juga mellow yang luar biasa sendu waktu galau dan kangen.
Kemudian semua sosial media gue penuh dengan curhatan-curhatan yang sebenarnya tujuannya adalah supaya dibaca 'dia'
Dan diantara rumitnya perasaan yang baru pahami, gue punya setumpuk masalah baru yang kontan menjadikan gue supersentimentil dan cengeng abis.
Oh Tuhan, gue teramat sangat hiperbola.

Haha,
Setelah semua yang sudah terjadi,
Akhirnya gue belajar hal baru lagi.
Tentang patah hati dan sembuh.
Dan tentang menemukan kekuatan setelah airmata itu kering.
Gue beruntung punya orang tua yang keras mendidik gue untuk jadi manusia yang kuat dan tangguh.
Walaupun seringkali gue merasa cara mendidik yang itu terlalu keras dan sedikit tidak adil.
Tapi percayalah, dari mereka gue belajar jadi sekuat dan setabah ini.
Mereka guru terbaik gue, terbaik dari yang paling baik.
I love both of them..

I'm stronger than before.
Hidup bisa melemahkan kita, tapi kita bisa memilih untuk makin lemah atau berusaha kuat.
Mungkin gue sempat nangis, dan orang tua gue gak pernah mengajarkan gue untuk jadi cengeng.
Tapi ayolah.. ini mungkin wajar karna gue anak perempuan.
Jangan menoleh kebelakang,
Lihat gue yang sekarang..
The new Ayu, with no more tears.

Gue sangat bersyukur,
Pada saat gue mereview beberapa hal  dan berusaha intropeksi, gue nemuin diri gue jadi orang yang lebih tangguh.
Dan thanks God for giving me rain while I write this post, I feel so much better.
Ahya satu lagi, terima kasih semesta untuk menjebak gue pada sekian banyak persoalan dan untuk membantu gue menghadapinya sampai selesai.

Gue nggak pernah bilang gue siap untuk masalah baru, tapi gue akan selalu siap untuk belajar hal baru.
Karna Tuhan maha baik, dan semesta yang ajaib memberi kekuatan ini dan guru-guru terbaik sepanjang hidup gue..

Segampang itu ? Nggak !
Sumpah ini gak gampang, tapi gue sengaja nulis sesederhana mungkin.
Beberapa beban akan tetap jadi milik gue, dan biarkan gue menyimpannya sendiri.
Hidup gue bukan sinetron yang semua hal (termasuk isi hati gue) bisa diketahui orang lain.
Yang pengen gue bagi disini, gue udah baik-baik aja.
Gue kuat dan gak cengeng..
Udah itu aja.

Salam manis,
Broken hearted girl. Haha.

Sebuah akhir.

Tentang 'goodbye' yang kamu kirimkan kepadaku.
Aku tau alasannya lebih dari sekedar cemburu.
Tapi aku tidak akan mengejar alasan sebenarnya.
Kamu yang memutuskan akhirnya.

Ya, semoga ini postingan terakhir yang berisi tentang kamu.
Karna akhirnya kamu menemukan jawabannya.
Dari sang waktu yang sudah membuatmu duduk diam dan menunggu isyarat.
Dan kini giliranku merapikan hati.

Hei bro,
Aku tidak pernah mengira ini akan berakhir buruk.
Tapi, jika tidak begini mungkin cerita ini tidak akan selesai.
Pergi saja,
Karna memang seharusnya tidak ada aku yang memberatkanmu.
Biarkan aku merapikan berkas pertanyaan yang tidak sampai kepadamu.
Tidak ada lagi yang harus dipertanyakan.

Sebenarnya aku tau kamu sudah memilih,
Hanya saja aku yang terlalu lama berputar dan mengganggumu.
Sekarang semua selesai.
Seperti seharusnya.
Seperti isyarat yang diberikan waktu kepadamu.

Bicara tentang waktu,
Terima kasih telah memberinya isyarat.
Juga untuk setiap detik yang membuatku belajar dan jadi lebih dewasa.
Sepertinya semesta mulai merindukan aku yang kemarin, yang sebelum mengenal perasaan itu.
Baiklah, ini giliranku mendapatkan waktu untuk sembuh dan kembali 'normal' seperti biasa.
Ya, segera setelah ini aku akan kembali..
Semoga.

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...