Hei, apa kabar ?
Kuharap kalian selalu sehat dan bisa tertawa sebahagia minggu lalu saat kita bertemu..
Ini aku, kakak yang pernah kalian ajarkan menyanyi lagu tepuk pramuka.
Sekarang kakak sudah berada di Malang, dan kakak kangen sekali dengan kalian
Keadaan kakak masih sama seperti saat bertemu kalian Senin yang lalu, masih pilek, masih batuk dan demam. Asal kalian tau saja, meskipun sedang dalam keadaaan kurang sehat, kalianlah yang jadi alasan kakak bangun lebih pagi, berlatih presentasi lebih semangat dan mencoba tersenyum lebih lebar hari itu.
Kalian sungguh adik-adik kesayanganku..
Bolehkah aku memanggil kalian dengan sebutan 'teman' ?
Kakakmu ini masihlah seorang bocah, sama saja seperti kalian..
Meskipun aku berwajah lebih tua dan tinggiku melebihi kalian, tapi rasanya aku bukan siapa-siapa ketika berhadapan dengan kalian. Aku tidak lebih baik, aku bahkan pernah memohon untuk diajarkan beberapa kata dalam bahasa kalian lalu merengek untuk diajak bernyanyi bersama kalian.
Kalian masih ingat ?
Minggu lalu, usai mengisi materi presentasi di kelas, kalian pernah bertanya dimana letak Malang. Kemudian aku kebingungan menjelaskannya, dan asal menyebut Surabaya sebagai kota yang berdekatan dengan Malang, tapi kalian hanya mengerenyitkan dahi. Aku menyesal sekali. Aku minta maaf jika keterbatasan pengetahuanku tidak memuaskan rasa ingin tahu kalian.
Sekarang aku ingin bercerita saja..
Malang itu 2 jam jauhnya dari Surabaya, sementara Surabaya itu berbatasan langsung dengan Madura, tapi kalian harus menempuh 4 jam dari Surabaya untuk sampai di pelabuhan Kalianget, Sumenep. Lalu dari pelabuhan, naik kapal ke arah timur selama 2,5 jam menuju dermaga pulau Sapudi.
Jauh ya ? Butuh lebih dari 9 jam perjalanan.
Itu yang membuatku sulit kembali menemui kalian, lebih-lebih karena kapal menuju pulau Sapudi hanya bisa didapati hari kamis pagi, dan kapal untuk kembali pun terjadwal kamis malam saja.
Ohya, kalau orangtua banyak bercerita tentang sejuknya udara di Malang, sebenarnya itu tinggal hanya mitos. Malang itu panas, sama saja seperti Rosong. Bedanya, Malang itu bisa macet, persis kota-kota besar pada umumnya. Buatku, Malang sama halnya kota Megapolitan. Orang bisa punya segalanya disini, telepon genggam berbasis internet bahkan bukan barang mewah. Listrik menyala hampir sepanjang waktu untuk menunjang pekerjaan, pendidikan dan kebutuhan yang lain. Sekali lagi, listrik bukan barang mewah dan bahkan seringkali kami menghamburkannya secara sia-sia. Kami alien megapolitan juga sangat bergantung pada kecanggihan teknologi, seperti laptop, proyektor, dan telepon genggam dengan sejuta pilihan aplikasi chatting.
Malang kota yang sibuk. Pusat perbelanjaan selalu ramai pengunjung, entah apa yang dibutuhkan manusia-manusia di kota ini, mereka seperti tak pernah merasa cukup, tak pernah merasa puas. Begitupun dengan rumah sakit di kota ini, setiap harinya orang datang dan pergi, rumah sakit hampir tak pernah sepi. Benar, semua kehidupan disini bergantung pada teknologi. Dan kota ini seperti tak pernah tidur.
Hei, kawan kecil !
Apakah caraku menceritakan Malang terdengar berlebihan ?
Malang bahkan tidak terlalu hebat..
Desa Rosong lebih tenang, tidak ada macet, tidak ada orang mondar-mandir bekerja dengan wajah serius gaya sok profesional. Orang-orang di Rosong lebih sering tersenyum ramah menyapa.
Esensi nongkrong atau silahturahmi ala-ala pulau ini pun hangat penuh cerita, tuan rumah yang ramah, dan percakapan yang tak pernah sepi. Tak ada yang sibuk dengan ponselnya sendiri.
Setelah delapan hari tinggal di pulau Sapudi, aku mengamati bahwa kadang hidup itu tak melulu tentang mengejar ambisi. Alien megapolitan pasti berpikir bahwa mereka takkan mampu bertahan hidup tanpa gadget, koneksi internet ataupun listrik. Aku bertaruh, mereka pasti akan kalang kabut jika seminggu di pulau Sapudi. Hehe
Pulau ini benar-benar di desain tanpa surat kabar, tanpa sinyal, tanpa koneksi internet dan tanpa listrik di jam-jam produktif manusia. Tidak ada pusat perbelanjaan mewah untuk nongkrong apalagi bergaya layaknya hedon. Aku jamin, anak-anak seumuran kalian di kota megapolitan pasti nangis sejadinya jika tidak bisa memainkan games berbasis internet di layar digitalnya atau PlayStation4 di warnet kesayangannya. Berbeda dengan kalian, ketika banyak orang merutuki nasib, merasa selalu kurang, kalian anak-anak yang berbahagia karena bisa terus tertawa selagi bermain tanpa peduli terhadap apa yang tidak bisa kalian miliki.
Kalian menyadarkanku, bahwa bahagia itu sebenarnya sederhana sekali..
Sebab itu, aku bangga mengakui kalian sebagai adik-adikku, teman sepermainanku :)
Hei, saat aku menuliskan ini, aku sadar betul kalian takkan membacanya. Aku menulisnya hanya karena ingin menguraikan perasaan kangenku kepada kalian. Sengaja kutulis di website gratisan milikku, karena tidak tau ntah kemana harus berkirim surat. Tidak penting kalian membacanya atau tidak. Ya, seandainya bisa terhubung dengan internet, lebih dari tulisan buruk ini, aku ingin membuat video untuk menyapa kalian. Sayangnya, aku harus sudah cukup puas dengan surat yang takkan pernah sampai kepada kalian. Sejak kemarin aku terus teringat kalian, dan seketika bersedih jika kuingat-ingat rasanya tidak mungkin bisa kembali mengunjungi kalian.
Suatu hari, teman-teman..
Kalau ada waktu, dan hanya jika semesta merestui, aku ingin bertemu kalian lagi..
Bolehkah jika nanti kita bertemu, aku ingin memeluk kalian, adik-adikku, satu persatu.. dan berjanjilah lebih banyak mengajarkanku kata dalam bahasa kalian ya..
Salam sayang,
kak Ayu.

aaaaah kena banget tulisannya :'')
BalasHapusaaakkk terimakasih sudah membaca :")
BalasHapus