Katak celeng, katak
puteh cak loncakan..
Katak ker-ker, katak
biru rek lerekan..
Nyinyanyian sakanca’an..
Nyinyanyian cak
loncakan..
Mari kita tepuk
pramuka..
Itu bait terkhir dari lagu yang mampu kuhafal, diajarkan
langsung oleh anak-anak SDN Rosong. Bagian yang paling kuingat dari hari itu
adalah cara mereka bersabar mengajarkanku menghafal lagu itu kemudian bernyanyi
bersama dan mengakhiri lagu dengan tepuk tangan.
Satu hal yang baru saja kusadari, ternyata ada seorang bocah
yang terperangkap dalam tubuh seukuran kaiju ini. Aku tidak tahu, rasanya lucu
jika diingat-ingat, aku bisa secepat itu berteman dengan anak kecil,
seolah-olah aku adalah salah satu dari mereka. Sebaya.
Cerita ini datang dari suatu pagi yang terencana, aku dan
tim mendatangi sekolah dasar di satu desa dan akan mensosialisasikan program yang
akan kami usung kepada adik-adik SD. Terkait tidak adanya listrik siang hari di
pulau itu, berbekal genset, kami nekat menampilkan materi presentasi
menggunakan proyektor. Tapi sebelum presentasi dimulai, aku turut serta dalam
upacara bendera pagi itu. lucunya, jika seluruh siswa di sekolah ini
dikumpulkan, jumlah mereka bahkan tidak lebih dari jumlah siswa dalam satu
kelas sekolah dasarku dulu. Tapi semangat mereka, luar biasa mengagumkan. Itung-itung nostalgia, aku benar-benar
menikmati jalannya upacara, tidak peduli terik matahari yang makin menyengat. Aku
terus saja memperhatikan dengan seksama gerak-gerik mereka yang menjadi petugas
upacara. Selesai upacara kami semua berkumpul pada satu kelas yang sudah di
setting untuk presentasi, lalu setelah mendengar sambutan, tibalah gilaranku
menyampaikan materi. Sorak sorai mereka membuatku tersenyum lebih lebar,
terlebih saat kutanyai siapa yang mengingat namaku, satu kelas berteriak
menyebutkan namaku dengan lantang. Mereka mengingatnya. Suasana menjadi lebih menyenangkan saat
kudapati adik-adik ini gelak tertawa bahagia, mengagumi video penutup
presentasi. Usai presentasi, pada jeda
waktu menunggu persiapan pelaksanaan program kami, kami sedikit bercanda dan
aku meminta diajarkan beberapa kata dalam bahasa mereka. Dan jika didesak lebih
bersemangat lagi, aku memelas agar diajarkan lagu yang tertulis di papan tulis
mereka, seorang bocah perempuan malah menyuruhku mencatat liriknya. Kemudian kami lebur dalam suasana, seperti telah
begitu lama saling mengenal. Setelah kegiatan berakhir, kukembalikan mereka ke
dalam kelas lalu berpamitan kepada guru dan kepala sekolah.
Tebak, apa yang kudapati ? Mereka menyerbuku, menghujaniku
dengan pertanyaan ‘kapan kembali lagi
kesini, kak ?’ Demi Tuhan, sikap mereka manis sekali. Jika saja aku tidak
dalam keadaan pilek, aku ingin sekali memberi peluk cium perpisahan, sayangnya
tidak kulakukan, aku tidak mau menularkan virus pada bocah-bocah manis ini.
Sekarang, setiap kali mengingat anak-anak SD, ada gelitik
pertanyaan dalam hati tentang apakah mereka masih mengingatku, karena aku selalu
saja mengingat mereka..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar