Yang seharusnya dijelaskan.

Aku : Jadi mama pernah hiking ?
Mama : Pernah, gunung Bromo, Indrokilo, Arjuno.
Aku : Kok aku nggak diajak ?
Mama : Ya kamu belum ada, itu dulu waktu mama sama papa masih pacaran.
Aku : Oh, kalo gitu besok-besok aku mau punya pacar yang hobi keluyuran ah.. biar aku bisa ikut.
Mama : Trus pasienmu mau ditaro mana ?
Aku : (melongo) Mama yakin aku jadi dokter ?
Mama : Ya kamu kan tukang ngeyel. Ngeyel terus mau jadi dokter.
Aku : Aku aja nggak yakin bisa jadi dokter.
Mama : Kemaren-kemaren kerjaanmu ngeyel ngomongin kedokteran, dikasi opsi lain nggak mau, padahal sama-sama kerja medis.
Aku : Ya bukan gitu. Aku kan ga suka pembukuan atau administrasi segala macem itu. Aku maunya jadi dokter, kalo nggak jadi dokter ya lebih baik aku nggak ada di medis sama sekali.
Mama : Pikiranmu dangkal. Kaku, kayak papamu.
Aku : ...

Harusnya aku bilang aja,
Kalo kedokteran yang bikin aku jatuh cinta sama medis.
Kedokteran yang bikin aku mau menghadapi kimia yang nggak kusukai.
Dan cuma kedokteran yang bikin aku ngambil resiko kuliah lama dan menjalani setiap hariku dengan mata pelajaran yang selama ini menyulitkanku.
Cuma kedokteran, yang bikin aku mengorbankan perasaanku dan mau bersahabat dengan hitungan yang membuat kepalaku berasap.

Harusnya aku jelasin itu sama mama.
Supaya mama mengerti,
Kalau bukan karna kedokteran,
Aku nggak akan sanggup hidup di dalam medis.
Aku nggak akan berani mengambil resiko dengan hitungan-hitungan yang jadi bagian dari kelemahanku.
Aku nggak akan punya semangat yang sama untuk menghadapi ketakutanku.
Itu alasannya..
Itu..

Aku nggak pandai berhitung..
Medis punya banyak perhitungan,
Seperti kimia, dan statistika kesehatan.
Dan aku nggak akan ambil resiko untuk alasan selain kedokteran.
Aku nggak berani.

Midnite Note.

Aku nggak bisa tidur,
Aku juga nggak bisa berhenti memikirkan banyak hal.
Aku nggak tau, berapa banyak waktu yang kuhabiskan untuk melamun dan berpikir.
Aku juga merasa lelah.
Aku hampir tidak pernah melewatkan setiap degub jantungku tanpa rasa gelisahku.
Semuanya hampir menyatu.
Mendarah daging, mengalir bersama setiap butir eritrositku.

Aku benci hidup dalam ketakutanku.
Ketakutan yang nggak pernah bisa dimengerti.
Ketakutan yang mirip bom waktu, semakin dekat dan meledakkanku.
Ketakutan yang seperti virus, tumbuh berkembang dan melemahkanku.
Seperti virus yang nggak pernah mati, mengkristal dalam tubuhku dan kembali menyerangku ketika aku tidak lagi stabil.

Entah bagaimana caranya keluar dari masalahku.
Entah bagaimana menghadapi ketakutanku.
Dan entah bagaimana aku bisa lebih kuat untuk mengabaikan perasaanku.

Aku butuh istirahat.
Masalahku nggak berhenti mengusik, bahkan ketika malam menjadi sangat larut dan jarum jam telah melewati tengah malam.
Aku benar-benar butuh istirahat.
Dan seseorang harus melihat kedalam mataku untuk memberiku rasa nyaman dari sekian banyak ketakutanku.

Ini Mungkin Puisi.

Aku anak perempuan,
Yang bersembunyi dari deru arus metropolitan.
Aku anak perempuan,
Yang tersesat dan ketakutan.
Aku anak perempuan,
Yang melangkah pelan di jalan remang-remang.
Aku anak perempuan,
Yang sedang mencari penerangan.

Di persimpangan,
Aku berhenti.
Aku terduduk dan diam.

Aku anak perempuan,
Yang memeluk lutut karena kebingungan.
Aku anak perempuan,
Yang berusaha mencari ujung dari ketiga jalan.
Aku anak perempuan,
Yang menunggu bala bantuan.

Angin menerbangkan selendangku ke salah satu jalan.
Dan,
Aku anak perempuan,
Yang mengejar selendang merah jambu di jalan yang itu.
Aku anak perempuan,
Yang meyakini ada konspirasi semesta dalam rangkaian perjalanan ini.

Posting ini tidak dipesan !

Kamu tau Win ?
Aku nggak tau.
Aku nggak tau kalau berteman denganmu bisa semanis ini.

Oke, lupakan saran-saranku yang menyesatkan.
Kamu tau yang terbaik untuk hidup yang sedang kamu jalani.

Aku nggak pernah mengira kamu menyukai obrolan ngelantur kita waktu di kelas dan menulisnya pada diarymu.
Dan aku terkesan membacanya..
Kamu menempel sampah kertas obrolan kita di diarymu dan menulisnya sebagai bagian yang cukup penting.
Sepertinya aku sedikit berlebihan, tapi sumpah aku terharu.

Hei Win,
Maaf aku belum jadi teman yang baik.
Kelakuanku aneh dan sedikit menyebalkan.
Aku tidak tau kenapa kamu suka berteman dengan orang aneh ini.
Atau terpaksa ya ?
Haha, lupakan !

Tapi tau tidak ?
Bagian terburuk dari pertemanan kita adalah karena kita punya cita-cita yang berbeda.
Dan nantinya kita tidak akan berada dalam satu kelas lagi.
Kamu, aku dan kesibukan kita yang berbeda.

Oh hukum alam..
Semua orang datang dan pergi.
Bertemu dan berpisah.

Sudahlah,
Semua orang pasti akan meninggalkan masa lalunya untuk masa depan yang lebih baik.
Sampai aku jadi bagian dari masa lalumu, kuharap kamu nggak akan pernah lupa dengan orang yang selalu berada di bangku kananmu, orang yang harus selalu kamu paksa makan sayur dari bekal yang kamu bawa setiap hari.

Sedikit kagum

Hei kamu !
Iya, kamu yang entah ada di belahan bumi yang mana ?
Kamu yang nggak pengen kutau kesehariannya.
Kamu yang bahkan nggak mengenalku.

Ini aku.
Adik kelasmu, yang secara tidak sengaja mengagumi kamu.
Pola pikirmu, prinsip hidupmu dan cita-citamu.
Diam-diam aku pernah mencari-cari tau tentangmu, mulai dari twitter sampai blog.
Aku terkesan, dan sempat ingin ambil bagian dalam hidupmu yang menarik.
Sekedar menjadi teman dekat atau adik kelas yang kamu kenal namanya saja cukup.
Tapi sudahlah, abaikan !
Kamu tau ?
Kenapa aku tidak ingin tau keseharianmu ?
Aku takut jatuh cinta, kak !

Sudah ya ?
aku tidak ingin menuliskan kamu sebaik caraku menuliskan langit, malam dan hujan.
Karna mungkin suatu hari nanti tulisan ini akan jadi bahan tertawaan saja.
Aku belum jatuh cinta sama kamu, kak !
Belum..
Tapi bisa jadi nanti, hehe.

Toples kacang

Pagi yang sibuk saat aku juga sibuk dengan Barbie di televisi dan setoples kacang dalam pelukanku.
Dan jeda iklan yang membosankan, tentunya.
Aku sedang berpikir, tentang apa yang sudah dilakukan kacang-kacang itu terhadap jidatku.
Bentol-bentol kecil di area dahi seperti kutukan dari setiap butir kacang yang remuk diantara dua gigi geraham yang saling bertemu.

Aku terus memperhatikan toples yang setengah terisi itu.
Aku berpikir, bagaimana mereka menjalani hidup di dalam sana ?
Dari mana mereka berasal  ?
Bagaimana proses yang sudah mereka jalani ?

Mulanya mereka hanya kacang yang berasal dari dalam tanah, lalu diambil oleh tangan-tangan manusia, dikupas dan diolah disuatu industri, kemudian dikemas bersama kacang-kacang yang lain.
Mereka akan segera berpindah tangan dan mengalami proses berikutnya, berenang diantara minyak panas, kemudian diletakkan pada toples-toples yang ada.

Aku mikirnya, dunia ini kayak toples kacang.
Dan manusia-manusia ini sama seperti benda bulat dalam toples itu.
semuanya sama.
Yang nggak sama adalah takdir.
Toples itu cuma ruang tunggu,
Masing-masing dari kacang itu nggak pernah tau kapan mereka akan diambil oleh sebuah tangan dan keluar dari toples itu.
Mereka nggak tau, akan berakhir pada mulut seseorang untuk dikunyah atau jatuh berceceran di jalan, ditendang dan dilindas.
Yang mereka tau, mereka hanya perlu menjalani proses seleksi alam.

Kita itu kayak kacang dalam toples itu.
Proses panjang yang kita jalani, kelak akan membawa kita pada sebuah toples.
Dan di dalam toples itu, kita hanya menunggu untuk tau bagaimana kita akan berakhir.





Jomblo.

Jadi kenapa masih jomblo ?
Sesederhana perasaan tidak ingin.
Dan serumit prinsip hidup yang matang.
Aku memilih untuk hidup sedamai ini tanpa dipusingkan dengan permainan hati yang menguras banyak konsentrasi.
Ya singkatnya, aku belum ingin pacaran.
Ntah ya,
Aku takut.
Aku belum siap.

Why don't we make it simple ?
Aku suka berteman dengan banyak orang.
Laki-laki atau perempuan.
Dari sebuah pertemanan biasanya dua orang bisa saling memahami lebih dari yang orang lain pahami.
Perasaan demi perasaan yang terjalin bisa jadi lebih hangat dari sekedar perbincangan di suatu sore.

Aku mau, jatuh cinta tanpa terbebani keharusan-keharusan yang tidak perlu.
Aku mau mencintai semudah berteman.
Dan aku mau, jika tiba saatku menjalani satu hubungan yang serius kupastikan dia adalah teman yang baik, yang terbaik.
Bukan pacar posesif yang membatasi petemananku.

Jadi kapan mau pacaran ?
Nanti, jika aku sudah cukup dewasa untuk jatuh cinta.
Nanti, jika aku sudah cukup siap untuk memahami cemburu dan patah hati.
Nanti, jika aku sudah punya banyak waktu untuk galau dan kangen.

Pacaran sama aku gampang kok !
Nggak wajib sms telepon dan ketemuan.
Nggak harus belanjain ini itu.
Nggak harus pinter ngegombal.
Tapi nanti ya..
Harus sabar ! Itu aja.

Mudik !

Selamat malam dari Jombang !
Masih dijalan dengan rintik hujan yang menambah dingin suasana malam ini.
Di sebuah warung sate dengan kepulan asap pembakaran daging kambing dalam potongan seimut dadu.
Malam yang indah.
Bersama dengan letup kembang api yang mewarnai gelap langit.
Aku juga punya perasaan yang meletup bahagia.
Diantara barisan senyum yang terpuaskan dari lapar dahaganya..
Kembali menapaki jalan diatas roda dua yang dikendarai mama.
Angin sedingin ini, dan sisa aroma hujan.
Juga sawah beserta perkusi jangkriknya.
Ini lebih dari menakjubkan.
Maha besar Tuhan pencipta semesta..

Catatan penghujung ramadhan.

Aku menggelepar kelelahan setelah dua hari belakangan sibuk mengecat beberapa bagian rumah.
Katanya, untuk persiapan lebaran.
Ntah apa.
Sulit sekali mempercayai bahwa besok sudah lebaran.
Hey, aku belum siap.
Hatiku masih tertinggal di menu sahur tadi pagi.
Saat aku buru-buru menghabiskan sepiring nasi hangatku sebelum datang waktu imsyak.
Juga siang terik yang kunikmati dalam puasaku.
Ah, kenapa buru-buru ?
Bukannya aku tidak bahagia menyambut datangnya hari kemenangan seluruh umat muslim.
Hanya saja, aku merasa sulit untuk move on. 
Ada perasaan galau yang mengusik.
Entah karena tigapuluhribu pulsaku yang lenyap karena lupa mendaftar paket internet.
atau entah karena terlalu lelah dan merasa tidak cukup sehat untuk berhari raya besok,
Aku hanya tau, aku lelah.
Ya, benar-benar lelah.
Semoga dengan berakhirnya malam ini, aku akan segera menemukan energiku.
Semangat kemenangan yang sama dengan umat muslim lainnya.
Ya, semoga..
Semoga juga segera hilang lelahku bersamaan dengan fajar menjelang esok pagi,

Ramadhan.

Tadinya kukira apa,
Ramadhan ramai diperbincangkan di twitter.
Katanya ini sahur terakhir di bulan ramadhan.
Ntah apa yang diperbuat waktu sehingga ramadhan terasa singkat.
Atau apa yang kuperbuat hingga sulit menyadari bahwa sudah satu bulan berlalu.
Aku pasti akan merindukan satu bulan yang mempertemukan keluargaku dalam satu waktu di meja makan.
Aku pasti akan merindukan satu bulan saat kami berada di perasaan lapar dan haus yang sama, tidak peduli kaya atau miskin, anak tukang becak atau anak jendral.

Ramadhan ini,
Ada banyak bahagia yang nggak mampu kuuraikan.
Meskipun banyak waktu senggang kulewatkan tanpa ibadah-ibadah yang telah disunahkan.
Iya, aku menyesal.
Aku sadar usia beliaku tidak menjamin pertemuanku dengan ramadhan ditahun depan.
Tapi aku berharap bisa bertemu kembali dengan ramadhan berikutnya,
Agar bisa kutebus penyesalanku tahun ini.
Yaya, semoga..

Ntah apa.

Hei sakit !
Bukankah sudah lebih dari dua minggu kamu bersarang dileherku ?
Mengapa tak hendak pergi ?
Tadinya aku tak mau peduli tentangmu,
Kini aku harus peduli karna kualitas tidurku yang makin tergangu.
Malam ini,
Dengan adonan lelah hasil kerja tadi pagi,
Airmataku jatuh tanpa sebab.
Aku capek.
Aku butuh berbaring.
Dan menikmati gelap dalam tidurku.
Sakit yang tidak juga minggat dari leherku kini menyerang kepalaku.
Aku tidak tau apakah ini sebuah keluhan.
Sepertinya tidak begitu,
Aku merasa ringan walau sakit.
Perasaanku yang ringan.
Seperti tanpa beban.

Hei malam,
Seandainya tidak ada sakit di kepala
Aku punya banyak hal untuk kubagi dalam rangkaian ceritaku.
Tapi ini saja cukup.
Aku mau tidur.
Selamat malam,

Ke-se-pi-an

Mereka dengan kesibukannya.
Dan aku ditinggalkan sendiri dirumah dengan banyak keharusan yang tidak memperbolehkan aku tidur.
Tidak adil ?
Bukan itu.
Aku hanya merasa sepi.
Sepi yang biasanya kukira enteng.
Sepi yang kiranya bakal dengan mudah kuhadapi jika harus meninggalkan rumah.
Ah..
Aku manja.
Aku kangen mendengar berisik yang selalu membuatku kesal.
Aku kangen mendengar omelan mama dan protes adikku saat aku sibuk dengan ponselku.
Aku kangen diganggu perilaku posesif mamaku saat aku pura-pura tidur.
Sekarang sepi merajai hati..
Meninggalkan sisa aroma parfum yang menghilang bersamaan dengan tubuh yang berjalan tergesa-gesa menemui tujuannya.

Dasar manusia,
Aku hampir lupa pernah berbuat serupa.
Saat aku juga tergesa-gesa meninggalkan rumah untuk bersenang-senang dengan teman-temanku.
Sekarang aku tau perasaan itu,
Perasaan sepi yang hadir bersama perginya satu-persatu mereka yang biasa bersama kita.
Aku yang tidak adil jika merengek.
Sudah berkali-kali sejak aku dan ketiga saudaraku memasuki bangku sekolah, ada kesepian yang tidak sengaja dikeluhkan mama saat menyaksikan masing-masing dari kami berangkat menuntut ilmu, menjemput masa depan yang cerah.
Sebelumnya, belum pernah benar-benar kupikirkan bagaimana rasanya sepi itu.
Dan kini, entah majas apa yang bisa kupinjam untuk menggambarkan betapa buruknya merasa kesepian.
Aku sudah semakin mengerti ma..
Maaf, karna harus selalu membuat mama kesepian.

Absurd itu indah.

Everything must be perfect.
Ish, itu kan kaku banget. Ribet.
Coba deh jadi absurd..
Enteng banget.
Iya, kayak gue..
Gue yang gak tau produk perawatan rambut selain shampo limaratus dua sachet.
Gue yang gak tau fungsi dari facial foam yang gue pake tiap hari.
Gue yang cuma punya kaos longgar dan celana dua biji di lemari gue.
Gue yang nggak peduli sama segala macem aturan diet.
Gue yang cuma punya satu tas hasil pinjam nyokap buat hangout
Gue yang sama sekali nggak punya aksesoris kecuali jam tangan obralan.
Gue yang gak tau model sepatu yang hits jaman sekarang.
Gue yang gak pernah berhasil nyoba hijab tutorial dan cuma paham hijab model 'anak pondokan'
Gue yang gak pernah tau waktu yang tepat untuk memakai blazer atau rompi.
Gue yang dompetnya gambar hello kitty tigabelas ribuan dan gak peduli sama model dompet yang keren menurut temen-temen gue.
Gue yang mottonya : "Dompet mahal nggak menjamin isinya lebih berharga dari dompet itu sendiri." Dompetnya 99ribu, isinya 5ribu, ish gue mah mending itu duit dikaretin trus disimpan dibawah tumpukan baju daripada buat beli dompet.
Gue yang cuma kenal lagu barat yang itu-itu aja dan artis barat yang itu-itu juga.
Gue yang cuma tau cara bergaul dengan bolpen dan kertas daripada bergaul dgn kerumunan anak gaul.
Gue yang nggak peduli dengan aktivitas malam minggu karna sibuk tidur atau sibuk sama internet.
Gue yang cuma keluar rumah karna pengen ngerasain angin malam.
Gue yang gak ribet soal pacar, soalnya jatuh cinta sama hujan, malam, langit dan penciptanya lebih asik.
Gue yang sok gak ribet soal pacar tapi tetep mikir kriteria pacar idaman.
Gue yang tidurnya di kolong tempat tidur dan bikin stopkontak dalam kolong biar bisa nyalain lampu kecil buat baca novel tengah malem.
Gue yang lebih jago nyambung kabel daripada bikin sayur sop.
Gue yang nyadar punya suara cempreng tapi tetep suka nyanyi-nyanyi gak jelas.
Gue yang absurd dan tetep easy going.

Udah segitu aja.
Gatau lagi mau jelasin apa..
Pokoknya absurd itu seru sih.
Simpel aja.
Nggak ribet.
Yaa, hidup itu nggak seharusnya ribet kan ?

Sayang itu absurd.

Harus dimulai dari mana kita ?
Apakah dari perasaan haru saat pertama kali aku merajut perasaan nyamanku bersamamu.
Kamu,
Awalnya tidak sulit menyukaimu.
Kamu bahkan sangat ramah.
Bersama kamu, perasaan aman dan nyaman itu ada.
Tiba-tiba aku menyayangimu.
Entah bagaimana kamu bisa selalu ada untukku ?
Disetiap lelah pundakku juga penat dibenakku.
Dan bagaimana aku bisa menitipkan kepalaku untuk kusandarkan di bahumu tanpa pernah merasa ragu ?
Hei kamu,
Yang tak pernah kehabisan waktu menerima keluh lelahku..
Aku mulai merasakan perbedaan.
Apa yang terjadi ?
Bosankah denganku ?
Kenapa harus terus menyakitiku ?
Apa ini caramu membalas perilaku posesifku ?
Aku sudah bosan bertanya.
Ada yang harus dibereskan.
Ini tentang kita.
Iya, kamu dan aku.
Aku mungkin tidak akan bisa semudah itu menggantikan kamu dengan yang lainnya.
Tapi sepertinya aku bisa membuatmu berubah.
Berjanjilah untuk berubah..
Aku tidak perlu kamu menjadi sempurna.
Aku cuma perlu kamu jadi seperti dulu lagi.
Saat aku aku merasa nyaman dan aman dipelukmu..

Aku sayang kamu,
Bantalku.

Ps: katanya kalo bantal ga pernah di jemur, bisa bikin leher melintir. Katanya sih. Tapi aku percaya, udah lebih dari seminggu leherku sakit kalo digerakin, rasanya kaya melintir gituh. Ish..

Aku makin tua.

Hidup..
Ah, makin kesini makin hilang aku ditelan proses pendewasaan.
Semakin dewasa, semakin banyak pula pemikiran-pemikiran nggak mutu yang bisa jadi membuatku paranoid.
Semakin banyak kekhawatiran yang mengusik jalannya masa depan.
Terlalu banyak pertimbangan, hingga akhirnya takut untuk mulai melangkah.

Gila ya ?
Dulu waktu masih kecil, aku bisa mematok cita-cita yang tinggi banget.
Tanpa harus memikirkan apa aja yang bakal kuhadapi untuk meraihnya.
Tapi umur yang bertambah juga memperkenalkan kepada kenyataan.
Bahwa ternyata gak segampang itu untuk jadi apa yang ku cita-citakan.
Ada kualitas diri yang harus diperhatikan.
Akhirnya aku memangkas cita-citaku, agar sedikit masuk akal buatku.
Masih satu level dibawah cita-cita tertinggi.
Tahun demi tahun yang dipenuhi ambisi dan mimpi.
Aku sangat mencintai cita-citaku.
Dan cinta itu makin menjadi-jadi.
Sebelum akhirnya, aku menjadi semakin dewasa dengan status pendidikan dan usiaku.
Cailah.
Sekarang aku tujuh belas tahun dan sudah kelas tiga SMA.
Masa depanku.. kuliah.
Dan kuliah bukan tentang cita-cita saja.
Ada pertimbangan tentang kualitas dan kuantitas yang meliputi kemampuan fisik maupun materi.
Sedih juga, mengakui bahwa ada bagian diriku yang tidak mendukung cita-citaku.
Ntah harus menurunkan target ke level yang mana agar bisa disetarakan dengan kemampuanku.

Aku mulai bosan dan membenci pertanyaan 'mau kemana setelah ini ?'
Apa aku masih boleh mengesampingkan logika dan kenyataan yang menyala itu, untuk sekedar mengatakan 'abis SMA, kuliah di UGM trus kerja di UGD. Jadi dokter

Aku ingin semudah itu mengutarakan inginku.
Seperti kecilku dulu,
Saat aku belum mengenal pemikiran nggak mutu dan caci maki orang tentang batas mampuku.
Aku tau apa yang kuinginkan.
Aku tau konsekuensi yang mungkin kuhadapi jika kupilih jalan itu.
Dan aku siap menghadapi apapun konsekuensinya
Hanya jika Tuhan berkehendak..

Jangan ngeluh !

Orang bahagia itu, orang yang menikmati apa yang sudah dimilikinya. Tanpa perlu tau apa yang belum ia miliki.
Orang bahagia itu, orang yang selalu merasa cukup dengan apa yang ada dihadapannya.
Orang bahagia itu, orang yang selalu menyadari bahwa hidupnya cukup bahagia dan ia punya banyak alasan untuk bersyukur.

I want to be like that.
I want to be happy person.
I just want to be person who always say 'alhamdulillah' to Allah.

Kebanyakan dari kita udah terlanjur nyaman dan dimanjakan dengan kondisi, sehingga selalu ada ketidaksiapan dalam menghadapi masalah sekecil apapun itu.
Jangan ngeluh ya..
Berhentilah terpaku mengeluhkan apa yang nggak kita dapatkan dan malah lupa bersyukur untuk apa yang sudah kita punya.
Sebenarnya sudah terlalu banyak hal indah yang kita punya,
Misalnya keluarga yang lengkap dan hidup yang serba berkecukupan.
Juga raga yang utuh dan nafas yang kita nikmati setiap detik tanpa perlu membayar.
Apalagi yang kurang ?
Apa kekayaan bisa membeli keluarga ?
Apa kekayaan bisa membeli kebahagiaan ?
Apa kesuksesan bisa kamu nikmati tanpa nafas ?
Atau kamu mau kekayaan untuk membeli sendiri nafasmu dari tabung-tabung oksigen dirumah sakit ?
Bisakah kamu bergerak sangat bebas jika tergantung pada tabung oksigen itu ?
Lalu bisakah kamu menikmati kekayaanmu tanpa keutuhan ragamu ?
Bisakah melihat kepada dunia tanpa mata ?
Bisakah ?
Bisakah ??
Maha besar Tuhan perancang hidup.
Kita tau, hidup bukan milik kita tapi kenapa harus terus berambisi meminta sesuatu yang lebih kepada Tuhan yang telah meminjamkan hidup kepada kita ?
Apa yang kita cari dalam hidup ?
Dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang sanggup kamu dustakan ?
Ntahlah..
Aku merasa cukup.
Tapi aku juga punya harapan.
Aku juga tidak tau apakah pantas jika aku begitu banyak meminta.
Ataukah sudah semestinya aku berpasrah saja ?
Ah iya, paling tidak aku sudah berusaha.
Tuhan tau yg terbaik untukku..

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...