Flashback si anak absurd.

Sebentuk senyum, untuk dia yang mengingatkanku lagi..

"masih sering bawa obeng kuning yu ?"

Kedengarannya memang aneh, tapi benar itu aku.
Aku selalu membawa obeng itu di tasku setiap ke sekolah.
Obeng kuning, yang berguna untuk memperbaiki kerusakan sepedaku, atau sepeda temanku.
Aku ingat, betapa ajaibnya masa SMPku dengan penampilan cuek, rambut dicepol dan obeng di dalam tas.
Dan aku merasa senang bisa mengoperasikan obeng itu dengan tanganku sendiri, tak pernah khawatir kotor.
Aku hampir tak percaya, obeng itu membuatku dikenang.
Terutama dia, ketika beberapa orang, bahkan juga aku sendiri lupa akan kebiasaan absurdku, aku terharu dia masih mengingatnya, bahkan detail warna obengnya.

Sayangnya, ketika masuk SMA aku diantar dan dijemput setiap hari.
Jadi tidak ada lagi alasan untuk membawa serta obeng itu ke dalam ranselku.
Walaupun begitu bakat absurdku terlanjur mendarah daging,
Terlepas dari obeng itu, aku memang punya kekuatan super.
Aku bisa patahkan kawat dengan diameter yang yaaa.. lumayan lah.. sudah dua teman laki-laki yang mencoba dan menyerah, karena tak ada tang potong.
Tapi aku tidak mau menunggu sampai besok, jadi aku berusaha mematahkannya dengan tangan kosong, tidak peduli temanku ngomel nuturi supaya aku bersabar.
Daaaan akhirnyaa dengan sedikit tenaga, kawat itu patah bungg !!
Aku takjub, temanku juga takjub.
lalu aku dapat tepuk tangan, kemudian dan seterusnya aku dikenang sebagai tukang ( ._.)
Sudahlah, teman-temanku memang sedikit hiperbola.
Padahal aku cuma membuka tutup botol minuman, atas permintaan tolong salah seorang teman laki-laki.
Aku merasa aneh, antara bangga karna dapat melakukan segala sesuatu dengan baik, tapi juga merasa keanggunanku sebagai perempuan yang sedikit tercoreng dengan kemampuanku yang kelewat tangguh.
Oke, lupakan soal kekuatan superku, mungkin ada invest substansi genetika seorang wonderwomen dalam susunan kromosomku.

Sebutlah hal absurd lainnya..
Berawal dari kemalasanku yang naujubilah dalam urusan membeli pulsa,
Walhasil aku punya kebiasaan membawa telepon rumah ke sekolah, alasannya sepele, untuk telepon minta dijemput sepulang sekolah.
Iya, telepon rumah, yang kabelnya mbulet-mbulet unyu itu..
Kebetulan telepon rumahku sedikit gaul, karna ia bisa hidup tanpa kabel yang harus menancap pada stopkontak.
Tapi tetap saja, bentuknya masih konvensional sekali.
Aku cuma bisa pasrah ditertawakan guru dan seisi kelas saat telepon rumah yang sembunyi di dalam tasku itu berdering memecah sunyi di tengah pelajaran fisika.
Senang juga, sesekali membuat guru tertawa menemui fenomena unik macam murid absurd begini.
Kata beliau, baru kali ini ada siswa yang bawa telepon rumah ke sekolah, dan beliau cukup terhibur pagi itu.

Ah, apa mungkin suatu hari, lima tahun dari sekarang, akan ada seorang teman yang bertanya..
" kuliah masih suka bawa telepon rumah yu ?"

Baidewai, terima kasih Sofya untuk flashbacknya.
Dan untuk membuatku tergelak menyadari ketidaknormal-an ku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...