Pertemuan.

Pernah nggak, merasa lucu dengan sesuatu ?

Tentang seseorang yang kamu sebut sebagai teman.
Lalu dia membawamu masuk ke dalam dunianya. Dia mengajakmu bertemu dengan teman-temannya. Sekarang temannya, adalah temanmu juga.

Pernah, kah ? Saya sedang.

Ntah bagaimana seharusnya saya bersikap.. Saya hanya diam dan mereka yang berusaha membuat saya nyaman berada diantara mereka. Saya senang ketika keberadaan saya diterima baik, bahkan ketika saya bukan bagian dari mereka.

"Oh, jadi ini yaaa yang fotonya dipasang jadi DP bbm kemarin ?" sindir salah seorang teman, kepadanya.
"Lah, fotonya berempat kok mas.. " saya menyela.
"Berdua, dek.. " si teman ngeyel
"Berempat mas, saya tau kok.. Fotonya kan dari hape saya.." saya lebih ngeyel.
"Aku yang tau di bbm, udah di crop itu fotonya.."

Dia ada disitu tapi hanya diam tersipu, tak ada klarifikasi atau pembelaan.  Benar-benar tanpa perlawanan..

Mungkin lucu jika kami adalah dua orang yang saling mengagumi diam-diam. Sama naifnya untuk mengakui perasaan.
Mungkin juga saya yang besar kepala menganggap setiap sikapnya itu berbeda.
Dia memang menyebalkan.
Seringkali dia tidak memperhatikan saya bicara. Sehingga pada kesempatan yang berbeda, saya harus mengulang penjelasan saya.
Dia pernah meledek saya, tapi dia memperlakukan saya dengan baik.
Dia tau saya bisa melakukan semua hal tanpa mengeluhkan peran saya sebagai perempuan, dia tau saya perempuan yang kuat, dia juga menilai saya tomboy, tapi dia menjaga saya seperti halnya tuan puteri.
Dia menggandeng tangan saya ketika saya ragu-ragu. Dia mengantar saya pulang untuk memastikan saya aman meskipun saya sudah biasa berjalan sendiri menuju rumah kos. Dia pernah mengkhawatirkan saya saat sedang sakit. Dia pernah rela duduk terjaga untuk memastikan saya tidur dalam keadaan baik-baik saja. Dia pernah menyelimuti kaki saya yang dingin dengan jaket yang sedang ia kenakan. Dia melibatkan saya dalam lingkar pertemanannya.

Hei, tapi dia leo !
Leo bisa saja dekat dengan banyak orang tanpa tambahan rasa.
Mungkin lebih baik saya menjaga hati saya agar tidak terjatuh pada lelaki ini.

" Pulang sendiri, dek ?" tanya seorang teman saat saya pamit.
" Iya dong, biasanya juga gitu.. Kan deket banget"
....

" Ayok pulang sama aku.. " he said
" Ciyee... " saya meledek
" Hati-hati dek kalau pulang sama dia " jerit temannya yang tadi.
.
.
.
Di depan kos.

" Sudah sampai "
" Hehe makasi ya mas.."
" Aman sampai tujuan, kan ?" tanya lelaki itu sebelum beranjak, aku hanya tersenyum.
" Iya, aman, terima kasih sudah memastikan saya akan baik-baik saja. " kata saya, dalam hati.

Jatuh cinta tidak mungkin sesederhana itu.
Tapi jika Tuhan mendengar namanya dalam doa saya.. Saya harus mengelak seperti apa ?

Tenanglah-tenang..

Perempuan duduk melipat lututnya, bersandar pada kaki ranjang sembari menarik napasnya berat.
Matanya lelah setelah mengadapi huru-hara hidup seharian.
Matanya sayu sendu, matanya memerah, matanya membendung lelah.

Ada yang tidak dimengertinya tentang perubahan.
Beberapa hal yang diirasa sepele, tapi melemahkannya pelan-pelan,
Dia santai, dia terlalu santai, dia teramat sangat santai.
Hingga tidak menyadari apa yang sedang dihadapinya.

Perempuan itu lagi-lagi terkapar diranjangnya.
Matanya hampir memejam. napasnya sarat akan beban.
Sekali lagi merasa kalah, harus mengalah.
Hingga akhirnya mampu mengikhlaskan, ia tertidur pulas.

Malaikat kesal, ini baru pukul sembilan.
Setan bersulang, perempuan itu belum sholat isya.

Perkara Lama

Kau tau, bro..
Aku bisa mudah sekali memaafkan masa lalu.
Aku tidak mudah melupakan, tapi untuk memilih yang harus terus kuingat, itu perkara gampang.

Kita memang sudah berubah, sejak lama.
Jangan berlagak seperti satu-satunya orang yang paling sial.
Kau ingat siapa aku, dulu ?
Cuma bocah lugu yang enteng sekali menerimamu lagi, lagi, dan lagi meski tau kamu tidak pernah sungguh-sungguh menjagaku.
Hei, kamu tidak bisa terus berharap ada perempuan yang sebodoh itu menerimamu lagi setelah dilewatkan berkali-kali, kan ?
Keberuntungan tidak datang ratusan ribu kali, bro..

Oke, aku terdengar menyedihkan sekali.
Pernah dilewatkan.. Sekarang apa ?

Bro, harusnya aku menjelaskan dengan tegas tentang perubahan itu.
Aku benar-benar sudah selesai denganmu, bukan karena siapa.
Ini karena aku berpikir, aku bisa saja dijaga dan dipertahankan oleh seseorang, dan kenyataannya orang itu bukan kamu.
Jadi, aku putuskan untuk menarik diri.
Tapi kau memaksa aku untuk menjelaskan.
Aku cuma punya dua pilihan, tegas dan terlihat kejam, atau baik tapi seolah mengulur harapan.
Demi kerang ajaib, ini sulit.
Aku geminian, aku sulit untuk bersikap tegas, tapi aku habis-habisan dianggap flirting cuma karena aku ramah pada semua orang.

Lekas jatuh cinta lagi, pada perempuanmu nanti..
Dan aku ingin mengingatkanmu bahwa membuat perempuan gondok lalu tertawa kembali, itu sama sekali tidak tepat. Jangan bangga jika bisa membuatnya tertawa setelah kaubuat dia cemberut kesal.
Dia ada bukan untuk dipermainkan moodnya..

Bro, aku bukan orang yang selama ini kamu cari-cari. Karena aku tidak sesabar itu, dan malah pergi..
Aku sudah selesai dengan dramaturgi ini.
Sekarang kau merdeka, carilah perempuanmu..

Menakar Sukses.

Sore yang berkebetulan saat aku sedang bosan dan merasa sepi, lalu masuk notifikasi BBM dari seorang kawan lama yang tiba-tiba menyapa. Format kuno percakapan dua anak manusia yang lama tak bertemu, pertanyaan tentang kabar yang hampir pasti dijawab dengan 'alhamdulillah baik' apapun keadaannya. Lalu dilanjutnya dengan bertukar cerita yang sama-sama kami lewatkan sejak 4 tahun tanpa temu.

Aku menyeruput air mineral dari botol merah jambu favoritku sambil mengetik beberapa hal yang dirasa layak diceritakan. Lalu balik bertanya perkembangan kisah cintanya. Sejauh yang kutau, temanku bukan orang yang mudah berpindah hati bahkan pernah kulihat ia masih sangat akrab dengan mantan kekasihnya yang dulu teman sekelas kami juga. Dan benar saja, hatinya masih tertinggal di masa lalu.

" Jadi, ada yang selain X ? "
" Ada sih, deket doang, dia yg suka. Aku sih udah nutup hati soal begituan. Aku mah masih males mikir ke situ. Pengen fokus kerja biar sukses dulu lah.. "
" Bagus tuh prinsipmu.. Tapi fokus ya fokuus.. Kalau mau sekedar berteman ya gapapa lah.. Koleksi temen, mana tau ada yg nyantol di hati hehe.. Lagian kamu kan udah kerja, sukses yang gimana toh yg pengen kamu capai ? "
" Hehe, tarolah porsi sederhananya yaa kerja mapan, duit banyak, sejahtera. Atau yang rada muluk dikit yaa, kerja enak, punya kesempatan kuliah, lulus kuliah, jabatan naik.. "
" Widiih.. Aku mah bantuin doa aja ya.. Semoga lekas tercapai suksesmu. "

Pergeseran topik. Ternyata orang punya perspektif beda-beda soal sukses.

Ambil contoh saja, aku menanyai beberapa orang tentang tolok ukur sukses bagi mereka. Dan berikut jawaban yg kudapat.. (nama disamarkan demi kenyamanan bersama)

Yo, 14 th, salah pilih masuk SMK.
" Sukses, itu kalau udah kerja dengan gaji tinggi,   trus bisa bayarin mama naik haji. Yo ma ? "

Ri, 18th, maba yang tidak terpengaruh demam pengen pulang.
" Sukses itu kalau aku sudah bisa beli kebutuhanku sendiri dan bisa bahagiain orang tua "

Bk, 18th, jomblo duatahun.
" Sukses itu kalau kita bisa dapetin yang bisa bikin kta bahagia. Misalnya yaa jika sudah menemukan orang yang tepat buat pendamping hidup kali hehehe "

Sr, 37th, ibu idealis realistis yang mudah dilema.
" Sukses ? Hmm yaa kalau berhasil mendidik anak-anakku jadi orang yang sukses dunia akhirat. Itu baru ukuran sukses. "

Sb, 23th, mahasiswa religius kalem bin selow.
" Kalau dalam hidupnya bahagia dan tentram jiwanya. "

Dm, 21th, pejuang skripsi yang sedang mengalami defisiensi motivasi.
" Sukses itu kalau sudah menghamili istri. wakak :D becanda deh, yaa sukses itu kalau bisa beli rumah setanah-tanahnya. "

Aku kembali menyeruput minumku, kali ini sampai habis. Menghela napas ringan, lalu kembali mengetik postingan ini. Menyadari bahwa aku sendiri menganggap sukses itu berarti mendengar dan melihat orang tuaku bercerita bangga tentang diriku kepada teman-temannya. Muluk. Tapi sebenarnya, bangga saja cukup, tak perlu diutarakan, jangan diceritakan. Biar aku tidak cepat puas saat memperjuangkan sesuatu.

Hidup memang seselow itu.
Tidak ada yang bilang sukses adalah ketika kita sudah menjadi 'wah' dan diakui sukses oleh banyak orang.
Kenyataannya sukses itu tentang kepuasan ego kita, bukan sukses yang dihadiahi apresiasi orang lain.
Ada kalanya kita akan merasa cukup sukses, meskipun banyak orang tidak beranggapan demikian.

Betapa tidak bahagianya kita, jika takaran sukses adalah pengakuan orang lain.
Karena seumur hidup kita akan berlari dan jatuh mengejar 'sukses' hanya untuk diakui orang lain.
Malu, kalau sampai menangis bersimpuh dihadapan Tuhan hanya untuk meminta agar orang lain mengakui kesuksesan kita.
Menangislah bersujud dihadapan Tuhan untuk memohon agar kita diberi ketangguhan berjuang dan rasa syukur karena kebahagiaan sederhana yang dihasilkan dari himpunan-himpunan sukses kecil.

Sekadar Cerita.

Aku pengen kuliah luar kota biar mama kangen aku, biar mama inget doain aku juga, bukan cuma mas, ena, iyan aja..

Hehehe..
Aku inget waktu bilang gitu, mama ngomel tapi ekspresi datar.

Kamu itu nggak ngerti apa-apa, belum tau rasanya jadi orang tua. Semua anak itu ga ada yang luput dari doa orang tuanya.

Aku tau, aku salah bicara.
Kalimat itu melukainya.
Karena aku selalu merasa dinomer-empatkan, aku jadi egois gitu.

Aku melupakan kenyataan bahwa tidak ada ibu yang bisa rela begitu saja melepaskan anaknya pergi jauh dari pengawasannya.
Aku cuma berpikir, hadirku tak berarti banyak, aku akan mudah direlakan.
Lagipula, aku anak konservatif yang penurut. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan dariku.
Tapi, menjaga anak perempuan itu bukan perkara gampang, kata mama.
Selurus apapun aku, mama tetep perlu usaha ekstra untuk menjagaku, mengetahui lingkar pertemananku, bahkan juga isi hati dan isi tempurung kepalaku.

Aku pasti anak yang kurang ajar karena memperberat tugas mama dalam menjagaku dengan memperjauh jarak kita.

Aku sudah sering sekali memikirkan ini.

Cobalah sedikit rileks, ma..
Ada saatnya mama harus memberiku kepercayaan untuk bertanggung jawab atas diriku sendiri.
Karena usiaku pasti akan terus bertambah, aku tidak bisa selamanya diperlakukan seperti bocah yang tidak bisa apa-apa.
Wajar jika aku ngeyel minta diijinkan pergi dari rumah.
Ada banyak hal yang dirasa perlu untuk kupelajari diluar sana.

Dan, kenyataannya orang tua tetap akan mengalah dan mengabulkan ambisi anaknya. Sekeras apapun orang tuaku.

Hei, ini aku si anak egois itu !
Maksa kuliah luarkota cuma karena merasa diabaikan, sebutlah saja minggat intelektual.
Aku bukan contoh yang baik untuk diteladani adikku.
Tapi cobalah ambil hikmahnya, anak egois ini belajar hidup tanpa bergantung pada siapapun, dia juga belajar mengatasi masalah dengan tenang dan tanpa merengek.
She was growing up, ryt ?

Dia juga ga akan pulang jika tanpa adanya kabar baik untuk diceritakan.
Maaf aku bandel, bikin mama selalu ngalah.
Tapi, aku bocahmu, maa.. Hehe

Berteman Hujan.

Hei teman lama !
Masih mengingatku ?
Kita pernah bersauh dalam sendu semusim, seperti takkan pernah saling melepas.
Sayangnya, kamu malah pergi di permulaan Januari itu.
Kemudian kamu hadir kembali, ketika semua terasa serba tidak tepat waktu.
Sungguh, bukan tidak mau menyambutmu dengan selaksa rindu, tapi aku sedang payah-payahnya saat itu.

Aku jatuh, membisik pelan ntah  kepada siapa.. hujan jangan marah.
Aku menggigil seperti orang yang baru mengenalmu.
Padahal bukan begitu, bukan.
Sebenarnya jauh didalam diriku, aku kenal dinginmu, aku tersenyum diam-diam untuk teman lamaku.
Untukmu, untuk reuni kecil kita sore itu.
Pertemuan yang dingin, untukku.

Kau tau, kawan ?
Lelaki yang pernah menjagaku dari dingin yang membuatku kaku tak bergerak sore itu, mengaku akrab denganmu.
Jujur saja, aku cemburu.
Kita seperti asing sejak aku jatuh dihujani olehmu. Lalu dia berlagak tangguh, mengambil alih peranku sebagai teman dekatmu.
Aku yang merindukanmu, sungguh.
Katakan padanya, aku yang lebih dulu mengenalmu. Bukan dia.

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...