Fiksi.

Aku memutar duduk, menghadap jendela menempelkan dahiku pada kaca berembun. Diluar sana bahkan masih gelap, ini masih shubuh dan aku sudah duduk di dalam kereta menuju Surabaya. Aku beringsut melipat kedua tangan di dada. Diluar sedang hujan, dan mesin pendingin ini tepat diatas kepalaku. Aku mengigil dan tidak sengaja meninggalkan jaketku diatas ranjang saat berangkat tadi. Sungguh suatu kebetulan.

" Kapan pulang ?"
" Kamu kapan main kesini ?"
" Aku nanya, Re.."
" Hehe maaf, aku belum tau. Belum ada rencana.."
" Minggu depan aku wisuda "
" Serius ? Kok cepet banget ? "
" Re.."
" Maaf, aku kan udah lama nggak denger progress skripsimu, tiba-tiba aja dikabarin wisuda. Btw, congrats peu.. aku bangga banget dengernya.. kamu mau hadiah apa ?"
" Just bring me, you "

Aku hampir menyesal bertanya seperti itu padanya, aku tau betul apeu tidak pernah menginginkan benda apapun. Biasanya kalau sedang kangen, dia tinggal telpon saja. dia tidak pernah memintaku untuk pulang dan menghabiskan akhir pekan dengannya. Tapi aku tidak pernah memperkirakan kalau malam ini dia menelponku dan memintaku untuk menghadiri upacara wisudanya.

Aku enggan berdebat menyakinkannya bahwa aku sedang tidak bisa pulang. Kendati migren ini sudah berhari-hari menahanku untuk mendekam di kamar dan menghemat tenaga untuk kuliah. Aku tetap harus pulang, aku yang memutuskan untuk keluar kota, dan berjanji tidak akan ada yang berubah meskipun harus LDR, aku juga membiarkannya melewati masa-masa penyusunan dan sidang skripsi tanpa sorak-sorai penyemangat dariku. Keterlaluan jika di peristiwa terpenting dalam hidupnya, aku juga tak menyempatkan diri untuk hadir. Lagipula, ia tak pernah meminta banyak..

Aku membuyarkan lamunanku, kembali mengintip keluar jendela. Diluar mulai terang tapi hujannya belum reda, ditambah banjir yang menggenangi bantalan rel. Kereta sudah berhenti selama hampir duapuluhmenit. Aku makin migren dan khawatir akan terlambat sampai di Surabaya. Sebaiknya aku mulai berdoa semoga ini tidak jadi lebih buruk lagi.

" Maaf peu, keretanya.."
" Terima kasih sudah datang Re.."

Aku mencoba menjelaskan tapi dia menyela kalimatku, lalu tersenyum menarik tanganku dari kerumunan ratusan keluarga wisudawan lainnya. Sepertinya dia tidak butuh penjelasan, dia hanya butuh kepastian bahwa pacarnya akan datang mendampingi saat gelar sarjana hukum resmi disematkan dibelakang namanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...