" Jadi berangkat ke Malang ? "
" Iya "
" Jaga diri baik-baik ya. "
Dia hanya tersenyum kecil dalam keragu-raguannya untuk memastikan aku akan baik-baik saja di perantauan. Sedikit gusar setelah aku menjawab singkat pertanyaannya, suasana tak lagi menyenangkan untuk bergurau. Aku menghela napas. Ini bisa jadi kali terakhir kami saling bertatapan. Dia melayangkan pandangan ke sekitar ruangan. Mencoba mengusir kekakuan.
Beberapa bulan terakhir, aku dan dia sedang terjebak dalam banyolan panggilan 'sayang' yang tanpa tujuan. Hanya sesimpel perasaan nyaman tanpa rasa bersalah. Seolah saling memiliki tapi tidak mengikat, apalagi mengekang. Tak ada yang dijanjikan untuk sebuah kebersamaan, tapi tak pernah merasa sendirian. Dan sulit sekali untuk percaya, perpisahan bisa terasa berat untuk dua orang seperti kami.
" Nanti kita LDR dong ? "
" LDR ? "
" Iya, Long Distance Relationship, pacaran jarak jauh.."
" Nggak papa sayang.. aku akan selalu menunggumu kok "
" Hm.. awas aja ya kalau kamu selingkuh! "
" Nggak lah.. aku kan cintanya sama kamu, palingan kamu yang kecantol cowok lain "
Aku meninju lengannya, dia tak pernah berhenti menggodaku seperti itu. Menyebalkan, tapi selalu berhasil membuatku tertawa. Aku mengamati baik-baik pria yang duduk di sampingku, dia terlihat gugup dari caranya menggulung lengan kemeja hingga siku. Sebenarnya dia hampir mendekati kriteria pria idamanku, hanya saja, kami sama-sama tidak saling jatuh cinta.
Aku memiliki dia, hanya bila kami sedang ingin bercanda, selebihnya kami punya kehidupan masing-masing yang tidak untuk dicampuri. Dia pun berlaku demikian. Dalam beberapa hal, dia sepakat denganku. Termasuk soal cara bercanda dan memperlakukan 'teman'. Mungkin kami sengaja diciptakan untuk saling bercanda saja.
Setidaknya, jika dia merasa kehilangan. Aku tau, aku hanya teman yang dirindukan dia untuk dicubit pipinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar