Teruntuk bapak yang biasa kupanggil papa,
Bocah perempuan ini sedang ingin bercerita, walau terdengar aneh karena
mungkin ini pertama kalinya aku ingin bercerita kepada papa. Waktu terus saja
berjalan meninggalkan kerutan di wajah, dan aku yang makin (sok) dewasa ini
sekarang sedang ingin mengeluh di pangkuanmu.
Aku sedang patah hati, pa..
Bukan karena laki-laki muda yang beberapa waktu lalu datang ke rumah dan
kuperkenalkan sebagai teman (sebenarnya, tidak murni berteman). Bukan, bukan
karena itu. Ini karena mungkin aku lelah dan merindukan rumah. Salahkan aku
yang dulu ngeyel kuliah jauh dari rumah, karena kini aku begitu
merindukan keluargaku ketika sedang kalut. Hal yang akan membuatku malu sekali
nantinya, aku merasa semester ini kulalui dengan berat sekali hingga ingin
mengumpat. Sempat latah dengan tren yang bilang "semester lima
adalah fase mahasiswi menyerukan lelah kuliah dan ingin nikah saja".
Walaupun hanya bercanda, aku malu sekali pernah bicara demikian. Maafkan kekhilafanku,
aku belum mau pensiun jadi anak perempuan yang manja padamu.
Ada masanya dimana semua hal seolah memaksaku untuk kehilangan sabar, entah
perkara tumpukan tugas atau kelakuan teman jika dalam urusan tugas menugas,
(salahkan aku karena mengetik surat ini dan bukannya mengerjakan tugasku). Aku pernah
merasa jengah, tapi belum sampai pada tahap ini, dimana aku mengijinkan diriku
untuk tidak mengerjakan apapun selama seharian penuh. Mungkin kemarin adalah
puncaknya, ketika ada hal yang kuperjuangkan dengan binar mata dan optimisme
dosis tinggi malah membuat bibir yang semula senantiasa tersenyum jadi ingin
mengumpat. Masih sekedar ingin, belum betul betul mengumpat. Aku terlalu lemas
untuk melakukannya, jadi aku hanya tertidur saja kemudian merindukan rumah dan
bebek goreng.
Pada masa yang lain aku menyadari bahwa aku terlalu banyak mengeluh, padahal
semua bisa kuselesaikan. Kupikir ini manusiawi. Marah, mengeluh, menangis itu
semua hakku. Aku tidak perlu terus menerus terlihat hebat karena pada dasarnya
aku tidak sehebat itu. Aku cuma pengejar mimpi yang ngoyo dan sebagai
akibat dari ngoyo itu, seringkali aku berpikir untuk bekerja cepat dan
bekerja sendiri. Aku bukan pemimpin yang baik. Aku cuma anak perempuan yang
papa dan mama besarkan dengan pilihan dan diktat kalian, aku bahkan tidak
pandai menentukan pilihan yang baik untukku. Aku berusaha keras belajar
koordinasi dengan tim, walau sulit dan seringkali berakhir dengan aku yang
mengambil alih beban tugas. Pada saat mengambil alih semua beban itu aku merasa
lega karena tugas itu selesai dibuat sesuai harapanku, tapi juga aku merasa
lelah sendiri.
Cuma lelah dan ingin mengeluh, itu saja masalahnya.
Aku tidak lelah kuliah pa, sungguh.
Setidaknya bagian otakku yang lain masih bisa berpikir bahwa, ini mungkin
hal terbaik yang bisa kunikmati selagi muda. Menikmati masalah masalah sepeleku
sebelum aku benar benar menjalani masalah yang lebih memecahkan kepala.
Aku tidak serius soal ingin nikah saja daripada kuliah,
Karena mungkin setelah menikah, masalah yang mungkin saja timbul bukan lagi
sesederhana tugas dan jengkel kepada teman yang menghambat pengerjaan tugas. Aku
tidak ingin membayangkannya.
Papa tau? Aku berpikir untuk belajar kepada papa bagaimana untuk tetap
tenang menghadapi masalah. Aku berani menebak, banyak sekali persoalan yang
rumit memenuhi kepala, tapi papa tidak banyak bicara, begitu saja tapi terlihat
bersahaja di mataku. Ah, sepantasnya aku malu mengeluh begini, aku pasti mengecewakan papa sudah membayar mahal hanya untuk kuliah si anak yang mudah patah semangat. Aku mungkin masih seringkali lalai dalam ibadahku,
bagaimana tidak, aku masih saja menjadikan tugas dan tugas sebagai kambing
hitam untuk menunda nunda kewajibanku beribadah. Mungkin itu alasannya, kenapa
aku mudah dikuasai emosi yang tidak menentu. Aku perlu banyak banyak
diingatkan.
Ohya pa, beberapa waktu lalu secara berurutan aku memimpikan Iyan, Krisna
dan papa, lalu mas Bagus dua kali. Mungkin memang aku merindukan kalian. Jika mama
cemburu karena tidak ada mama di mimpiku, sampaikan bahwa mungkin bukan wajah
mama yang kurindukan tapi pelukannya, dan pelukan itu tak bisa diwujudkan dalam
mimpi. Lagipula dari sekian banyak mimpi itu, aku selalu terbangun dengan
perasaan sedih..
Karena asyik bercerita, aku jadi lupa bertanya kabar? Apa kabar pa? Apa kabar
mama? Semoga senantiasa dalam limpahan kesehatan. Ohya, tanggal dua belas nanti tanggal merah karena bertepatan dengan maulid nabi,
aku tak bisa berjanji, tapi jika waktunya memungkinkan, aku akan segera pulang.
Aku merindukan kalian.
Malang 2016, 15 hari menuju ulang tahun papa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe
Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...
-
Dimotori dengan pengalaman pencarian jodoh yang cukup lama, aku akan menulis nasehat ini untuk adik-adikku yang akan menikah.Terlalu muda un...
-
Ada yang lebih sakit dari sekadar perih Ada yang lebih cacat dari sekadar parut Ada yang lebih ingin mati saja daripada menderita Kita meras...
Hmm kenapa begitu dalam #inholedanrindu
BalasHapus