Bukan tentang siapa-siapa (bag.5)



Untuk dia, yang akan segera merasa tulisan ini ditujukan kepadanya..

Jadi, apakah bisa sebuah hati mencintai dua orang pada saat yang bersamaan? Ataukah yang seperti itu disebut dengan mendua? Bagaimana jika tiga orang atau empat? Oh bagaimana jika enam orang dalam satu waktu?

Saya pernah jatuh cinta kepada lelaki, lelaki yang tentu saja juga mencintai saya. Tapi saya tidak bisa menikah dengannya karena ibu telah menikahinya. Jadi itu mungkin landasan dasar kenapa saya bisa jatuh cinta pada yang lain, tentu saja dengan porsi yang berbeda. Dalam waktu yang sama, saya sangat menyayangi ayah saya kemudian dia datang dan mencuri sebagian perasaan yang seharusnya masih milik ayah. 
Sebutlah dia Y, saya ambil inisial dari nama depannya, terdiri dari empat huruf dan diakhiri huruf E. Ohya, ada inisial nama saya juga di huruf kedua namanya. Huruf ketiganya N, supaya tidak susah menebak, selanjutnya kita sebut dia sebagai  Mas Melati. Mungkin ini pertama kalinya saya memperkenalkan dia dalam sebuah deskripsi. Percayalah, saya tidak dibayar untuk melakukan ini. Anggap saja saya sedang mengikuti sebuah challenge yang biasa digelar para blogger.

Jadi siapa Mas Melati ini?

Dia laki laki, itu jelas. 
                                                                                                 
Dia bukan ultramen, karna saya ultramennya. Dia guru bahasa inggris. dia suka berjalan santai walau saya terburu buru. Tingginya sekitar dua puluh senti diatas saya, sehingga masih mudah meraih tangannya untuk menyeretnya mengikuti ritme langkah saya, tapi jadi sulit jika kami bersebelahan, karna posisi tangan kami tergantung pada tinggi bahu yang tidak sama. Lengannya dempal, karna suka berantem sejak balita. Ukuran sepatunya 43, kalau tidak salah. Umurnya 23, semoga tidak salah. 
Dia punya kumis yang kalau dicukur akan membuat kepercayaan dirinya melebur bagai lelehan es tingting di siang terik. Juga jengot yang tumbuh tidak merata. Dia suka sate ayam, tapi lebih suka mengancam akan mencium saya. Dia juga jarang tersenyum, lebih sering terlihat nyengir. Ohya, dia aries, keras kepala dan (katanya) setia. Golongan darahnya O rhesus positif dan dia perokok sejak ntah kapan hingga sekarang, itu jadi salah satu hal yang membuat saya percaya bahwa dia setia pada sesuatu yang disukainya.

Tidak semua hal tentang dia, saya suka. Dia jelas bukan seperti ayah saya. Ayah saya tidak banyak bicara untuk membuat saya mencintainya, ayah tidak membatasi gerak saya, tapi ayah yang menugaskan  ibu untuk mengawasi gerak gerik saya dengan ‘sedikit’ aturan tambahan. Ayah tidak keras kepala, dia selalu bertanya apa yang saya inginkan dan selalu mendukung. Ayah saya yang terbaik.

Saya tidak memilih kapan dan kepada siapa saya bisa menjatuhkan hati saya. Karena jika saya bisa memilih, tentu saja saya tidak akan pilih perokok. Karna walau saya bisa memakluminya, tidak jamin, orang tua saya juga bisa. Jika saya bisa memilih, mungkin saya tidak akan memilih, tidak sampai pusing menentukan, orang tua saya yang akan memilih untuk saya. Tapi mungkin inilah tujuan manusia diberi hati, supaya bisa merasakan bingungnya memilih.

Ah, sekarang saya bisa mengakuinya sebagai pilihan saya, walau belum bernyali untuk memiliki ikatan yang lebih. Jarak sudah membuat saya mengalah untuk mengulurkan bendera perdamaian.  Saat ini, dalam cerita roman yang saya buat, saya sedang berbahagia dengannya. Beberapa babak berisi konflik telah terlewati, babak berikutnya pasti akan ada konflik yang lebih besar lagi. Coba saja bertaruh bagaimana ending cerita ini..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...