Aku Sayang..

Adek kangen papa.

Papa pasti menganggap ini sedikit berlebihan. Apalagi caraku menyebut 'adek' untuk kata ganti aku. Aku bisa diledek papa habis-habisan karena belagak sok imut. Ah, enggak deh, papa nggak akan meledekku, papa bahkan jarang bercanda denganku.
Papaku emang ga romantis.
Tapi emang bener kok, aku bukan anak terakhir, aku punya dua adik lagi.
Sebenernya, itu nunjukin betapa aku cuma pengen selalu jadi anak perempuan tujuh tahun yang suka bergelendot sembunyi di balik kaki papa. Karna, kayaknya waktu itu rasanya nyaman banget. Kayaknya waktu itu, papa cuma milikku aja. Bukan papanya mas, Iyan atau Krisna. 

Papa pasti kaget, waktu aku bilang kangen ke papa lewat sms. Aku juga kaget sih, kenapa tiba-tiba aku inget papa dan langsung kangen banget sampai nangis.
Lucunya, waktu itu aku yakin aja, gengsi papa setinggi itu untuk mau menunjukkan papa juga menyayangiku.
Sadar atau tidak, peduli atau tidak, aku suka waktu dulu, tiap aku menunggu papa pulang kerja, papa menjemputku les terlalu larut malam, dan aku hampir pasti tertidur sembari memeluk papa sepanjang perjalanan pulang.
Papa inget ga ?
Kayaknya waktu itu, bukan sesuatu yang spesial. Sederhana sekali.

Adek sayang papa.

Maaf ya pa, berkali-kali ngecewain papa.
Maaf karena aku bukan anak superior yang bisa menuhin harapan papa.
Maaf karena beberapa hari yang lalu, (mungkin) aku bikin papa menghela nafas pasrah karena aku merayu untuk tidak lagi memperjuangkan fakultas kedokteran.
Bocah kecilnya papa udah gede, udah bisa mikir dewasa. Udah tau, rasanya jatuh lalu berjuang dengan serpihan serpihan yang ada.
Tuhan maha baik kan, pa? Aku nggak mau, aku ataupun papa kecewa lagi kalau toh ternyata Tuhan tidak menuliskan takdirku sebagai dokter.
Aku cuma mau, papa doain aku, apapun yang kujalani sekarang, akan berakhir baik. Aku janji untuk berusaha sebaik-baiknya.
Tolong, jangan kecewa lagi.
Aku sedih kalau papa kecewa.

Ohya, pa.
Papa adalah lelaki terhebat di hidupku.
Papa sepintar insinyur, papa bisa menambal atap rumah yang bocor, papa bisa merangkai instalasi listrik, papa membetulkan alat elektronik yang rusak, papa bisa menciptakan beberapa alat-alat baru dengan tangan papa sendiri.
Papa juga segagah traveler andal, waktu kecil, papa sering pergi ke Jogja sendirian, papa pernah mendaki gunung kawi, papa pernah bertahan hidup di rimba dengan bekal seadanya.
Papaku suka membaca dan pandai menulis puisi.
Papa mungkin bisa melakukan semua hal dengan baik, kecuali satu.
Jangan tersinggung ya, pa..
Papa bukan ahlinya mengucapkan sayang kepada anak-anak papa.

Tapi aku tau kok, dan aku yakin banget papa sayang aku.
Banyak hal yang nggak luput dari perhatian papa waktu aku mengemasi barangku untuk dipindahkan ke kamar kosku.
Aku tau, papa yang meminta mama membawakan senter. Aku tau, papa yang marah kalau jajanan kesukaanku dihabiskan adik-adik sebelum aku sempat pulang dan menyicipinya. Aku tau, papa yang selalu memaksa mama untuk datang mengunjungiku dan mengantarkan obatku yang tidak terbeli di hari sebelumnya. Aku tau, papa yang memaksa mama untuk menelponku dan bertanya kabarku.
Aku tau papa tidak cuek.
Karena jika cuek, papa tidak mungkin senekat itu untuk hampir saja memesan tiket kereta untuk papa sendiri mengantarkan buku tabunganku yang tidak sengaja tertinggal.
Jangan lupa, aku juga tau pa..
Aku tau, papa bertanya kepada mama 4 kali sepanjang hari untuk memastikan mama sudah memberi ucapan selamat ulang tahun padaku. Papa tidak memberiku ucapan langsung. Papa meminta mama menuliskan doa yang papa panjatkan berikut dengan wejangan-wejangan papa.

Aku tau, papa sayang aku.
Aku juga sayang papa.
Kenapa sih kita harus saling gengsi untuk mengakui?

Akan Berapa Lama, Lagi?

Kali kedua, pertemuan kita.

Kita, dua orang yang berjarak.
Dibebaskan status, diikat perasaan.
Tidak bisa dibilang Long Distance Relationship, karena jika dipaksa bicara, kita memang tidak punya status relationship itu.
Kita hanya sekedar ngobrol untuk sama-sama menyapu sepi. Sembari sesekali rindu.
Kita tidak mengutuk jarak.
Karena dia ada, sebelum kita.

Ini kali kedua, pertemuan kita.

Pertemuan yang jauh sekali kamu rencanakan semenjak kembalimu dari kotaku. Satu bulan yang lalu.
Kamu, adalah manusia yang paling tidak sabaran menantikan hari ini.
Kamu juga manusia yang paling keras kepala untuk ambil keputusan datang ke kotaku, hanya untuk membujuk aku yang sedang marah.
Sebelum hari ini, aku tidak pernah terbayang seperti apa rasanya menoleh ke belakang.

Ini pertemuan kita, yang kedua kalinya.

Saat tanpa ragu kamu mengabulkan keinginanku mengunjungi tempat yang selalu gagal kudatangi selama hampir dua semester ini.
Kamu tau, bahagia itu sederhana sekali.
Bisa sekedar duduk di bangku belakang motormu yang sedang melaju kencang melintasi jalanan gunung.
Bisa juga hanya duduk bersebelahan menatap kelip lampu perkotaan dari atas bukit, pegunungan.
Bisa lebih sederhana lagi, ketika kamu tiba-tiba mengecup puncak kepalaku di akhir perjumpaan.

Aku bisa saja marah karena kamu lancang, tapi tulus dari dalam diriku, aku menyukai sikapmu yang semanis ini.

Ini yang kedua kan?
Kedua kalinya kamu buktikan bahwa jarak bukan berarti apa apa.
Lucunya, kali ini, aku seperti tidak mau membiarkanmu pergi lagi.
Aku mau selalu melihatmu sedekat ini, merasa dicintai senyata ini, dan berseteru juga memaafkan semudah ini.

Aku mau.
Tapi aku tidak bisa memintanya.
Kita tetaplah kita.
Tetap kamu saja, dan aku saja.
Dua orang yang dibebaskan status, lalu terikat perasaan.

Kamu harus tau!
Setiap kali mata kita bertemu, ada pertanyaan yang berdengung riuh memenuhi kepalaku.
Disisipkannya pula harap lucu, yang dielakkan nalar. Tapi hati punya perannya, kan?

Jadi, akan berapa lama lagi kita bisa terus seperti ini ?

Dengan jarak yang kita sama-sama tau, dan paksaku untuk membebaskan diri dari nametag status ? Uh.

Sudah Telpon Orangtua, Hari Ini?

" Jadi, siapa diantara kalian yang setiap hari, ah paling tidak dalam tiga hari terakhir ini sudah menelpon orang tua di rumah ? Untuk bertanya kabar atau sekedar say 'hai'.. Ada ? "

Seketika kelas hening. Tak ada yang mengangkat tangan, apalagi angkat bicara.

" Nggak ada? Ah, atau kalian cuma telpon orang tua cuma untuk nanyain kiriman? Kalian ini pelit. Pelit sekali! Orang tua kalian ngasih kalian kiriman perbulan itu tidak cukup kah untuk membeli pulsa telpon? Padahal, orang tua kalian itu akan senang sekali ketika menerima telpon dari kalian"

Telpon lah orang tuamu terlebih dahulu. Mereka tentu ingin sekali mendengar suara anaknya, tapi kadang mereka terpaksa menekan keinginan mereka karena takut akan mengganggu kesibukanmu.
Sempatkanlah..

Kali ini semuanya bisu.
Dosen ini telah menohok hati kami dengan sebenar-benarnya kenyataan yang kami lupakan.

Begitupun dengan saya.
Bahkan pernah, semester lalu, orang tua saya memprotes bahwa saya pelit. Saya tidak pernah menelpon orang tua saya karena alasan kesibukan. Seolah-olah tak pernah merindukan mereka. Hanya sesekali mengirim sms agar ditelpon, ketika ada sesuatu yang ingin saya bicarakan.

Dominan mama saya yang menelpon untuk bertanya kabar saya. Sampai suatu hari, ketika saya sedang sibuk wari wiri menuntaskan tugas akhir laporan praktikum saya. Di pinggir jalan saat tangan saya menenteng kantong plastik berisi banyak sekali kertas dan punggung saya mulai lelah dibebani komputer jinjing dalam tas. Ponsel saya berdering, saya pastikan itu telepon dari mama.

Meleset, karena suara dibalik telepon genggam saya itu bukan milik mama. Tapi papa, dan sebutlah ini keajaiban dunia karena untuk pertama kalinya papa menelpon setelah 4bulan saya dilepasnya di tanah rantau.

" Sabtu besok bisa pulang, yu ?"
" Ndak bisa pah, ada praktikum di Probolinggo. Kayaknya aku baru bisa pulang awal bulan depan pa.. Memangnya kenapa?"
" Nggak apa-apa, cuma mau ngajakin liburan aja kalau bisa pulang.."
" Ah iya, aku ada praktikum pa.."
" Sekarang lagi dimana? Di kampus ta?"
" Lagi di tempat fotokopian, jilid laporan, abis gini mau ngerjain laporan, malemnya ada acc "
" Oh, gimana perkembangan penyakitmu? Ada perubahan ?"
" Masih sama sih pa.. Ga nambah gede tapi ya ga makin kecil"
" Jangan lupa beli makan, jangan makan mi terus"
" Nggih pa.."
" Yaudah, segitu aja.. Ini mamamu pengen ngomong.."

...

Saya terlalu sibuk dengan diri saya sendiri. Kadang merasa bersalah karena saya lupa menanyakan kabar mereka. Sementara orang tua saya tidak pernah lupa untuk mengupayakan kebahagiaan saya. Sejauh apapun saya.

Jika boleh membela diri, saya tidak bermaksud pelit. Hanya saja, banyak hal yang semestinya saya simpan sendiri, agar orang tua saya tidak merasa khawatir. Saya hanya ingin menunjukkan saya baik-baik saja dan hanya akan ada telpon dari saya, jika itu memuat kabar baik.

Jadi gimana ?
Apa saya juga menelpon atau sms orang tua hanya ketika butuh kiriman ?
Jawabannya, iya.
Saya hampir menelpon mama saat tiba-tiba mama terlebih dahulu menelpin saya untuk mengabarkan dirinya berniat mengunjungi saya lusa..

" Mah, aku masih diminta ikutan SBMPTN ta?"
" Menurut mama gausa"
" Kalau papa?"
" Papa malah nanya ke kamu, apa kamu suka jurusanmu yang sekarang ini? Mama sih percaya kamu udah nyaman banget"
" Mah, minta doanya aku besok mau ujian asisten, bilang papa juga ya maa hehe"

...

Lagi-lagi saya hanya menanyakan kiriman.. Doa.
Tepat ketika saya sedang akan berjuang membuat mereka bangga.

Dan saya akan terus memintanya :)

Untuk Dipikirkan Kembali

Kepada, aku setelah aku..

Salam dariku, separuh dirimu yang setengah mati mangkel karena tubuh dikuasai malas.
Aku nggak ngerti lagi gimana kamu bisa demikian berantakan. Padahal kamu nggak sesibuk semester lalu.
Okelah, kuanggap semester lalu adalah babak terberat dalam hidupmu.
Kamu berubah jadi alien-ambisius yang keras kepala.
Hidupmu montang manting mengorbankan waktumu untuk sekedar duduk bernapas, tenagamu yang super ngoyo mengejar deadline laporan dan pelbagai macam tugas kepanitiaan, pikiranmu untuk mengingat sudah saatnya pulang, juga air matamu sore-sore ketika pulang dari praktikum hari itu ntah kenapa pikiranmu kosong, kamu nglamun lama sekali lalu nangis, sadar bahwa kamu kelelahan.
Tapi sekali lagi, semuanya beres.

Aku sadar beberapa hari ketika itu seperti berlarian jarak pendek. 
Sampai akhirnya terselesaikan satu semester dengan indeks prestasi yang bisa dibilang lumayan.
Walaupun rasanya masih belum puas, setidaknya nalarku menyadari, kemarin aku membagi banyak sekali waktuku untuk hal diluar akademik. Aku berorganisasi, aku panitia event nasional dan aku pasien sebuah rumah sakit spesialis.
Eh, itu kamu, aku sebelum aku.

Tapi coba bandingkan dengan aku setelah aku.
Aku nggak ngerti sama diriku sendiri.
Aku cuma merasa kecewa, karena harusnya aku bisa lebih baik dari ini karena berkurangnya kesibukan panitia. Tapi aku malah ngerasa kayak ada yang salah sama diriku. Mbuh semangatku yang nguap entah kemana.. Atau pada dasarnya, aku jadi se-hectic itu karena adanya tekanan dalam diriku untuk menuntaskan tanggung jawab.

Ayolaaah..
Aku nggak pengen ngobrol panjang lebar.
Aku cuma kehabisan cara menyadarkan sebagian diriku yang mbuh-kenapa-punya-aturannya-sendiri-dan-sialnya-mendominasi ini untuk lebih giat lagi. 
Demi kerang ajaib, kadung terbiasa hidup dalam himpitan deadline, aku jadi merasa nggak produktif tiap kali aku punya waktu luang. Aku merasa kayak ada yang salah sama hidupku.
Kayak ada yang lewat untuk kuupayakan sebaik-baiknya.
Aku nyerah, aku rela sakit kepala atau ngos-ngosan tiap hari karena sibuk.
Seenggaknya aku nggak merasa ada jeda panjang yang nggak tau mau dipake buat apa.

Eh, bro..
Yo, kamuuu, aku setelah aku..
Tolong perbaiki, tolong sibuklah yang bermanfaat.
Mbuh gimana caranya, aku gamau tau!
Males males tak keplak loh ya!

Salam manis,
Dari separuh diriku yang setengah mati mangkel pada si bagian diriku yang mbuh-kenapa-punya-aturannya-sendiri-dan-sialnya-mendominasi.

Setidaknya Laki-Laki Telah Mencoba..

“ Aku ada kripik singkong favoritmu nih, kamu mau ga ?”
“ Mauuu, tapi anterin ke kosan ya ?” canda saya kepadanya.
“ Oke, tunggu ya. aku berangkat sekarang”

Begitulah kurang lebih chat saya dengannya, kamis malam saat jam dinding kurang lebih menunjuk angka delapan. Kami sedang membicarakan sesuatu yang tak jelas ke mana arahnya, lalu tiba-tiba dia menawarkan keripik singkong, yang dia tau, saya bisa lupa diri jika dekat makanan itu. Dengan maksud bergurau, saya mengiyakan penawarannya dengan syarat dia mau mengantarnya ke tempat saya.

Pikir saya, jarak tetaplah jarak. Dia tidak akan datang di hadapan saya sekarang hanya untuk mengantar keripik singkong. Sayangnya, meleset dari perkiraan saya, dia bersedia. Giliran saya yang panik. Saya berpikir keras saat itu, antara ingin menolaknya untuk datang ke kota saya karena takut ada perasaan canggung karena pernah merasa dikecewakan. Tapi sederhananya, jika saya sudah tidak punya perasaan apapun, sekadar reuni harusnya bukan perkara. Lalu, dengan sedikit ragu namun tetap santai, saya ijinkan dia datang, besoknya.

Menjelang sore, hari jumat. Dia mengirim pesan BBM kepada saya, bahwa dirinya sedang terjebak hujan dan harus menghentikan perjalanan sekitar setengah jam hingga hujannya reda. Lalu beberapa menit kemudian dia menanyakan alamat saya. Saya memberitahunya untuk berhenti di depan universitas islam di daerah kos saja, karena alamat saya begitu rumitnya untuk ditemukan, lalu saya akan memberi instruksi arah jalannya. Tapi dia memaksa bertanya alamat kos saya, seolah-olah dia sudah sampai di depan gang. Saya memberitahunya, dan dia tidak berhasil menemukannya. Yaa, setidaknya dia sudah mencoba..

Kemudian sampai lah ia di depan kos saya lalu saya persilahkan duduk dan saya minta membantu saya mengetik laporan. Kami bercanda seadanya, saya tagih pula keripik yang ia janjikan. Dan yang dia bawakan adalah keripik singkong manis, padahal keripik singkong favorit saya adalah yang rasa bawang. Yaa, setidaknya dia telah mencoba..

Lebih pasrah ketika dia mengajak saya menghabiskan waktu untuk berkeliling kota saya, sementara saya tidak mengenal jalanan di kota ini dan dia pun hanya pendatang. Dia berjanji untuk mengantar saya ke tempat yang indah. Lalu dia coba menawarkan BNS sebagai destinasi kami walaupun akhirnya saya tolak. Terlalu jauh, dan ini sudah malam, saya harus kembali ke kos sebelum pukul sepuluh. Dia menawarkan saya untuk makan nasi padang karena dia tau saya kangen sekali makan rendang, dan sekali lagi saya tolak dengan menyatakan saya hanya ingin ngeteh. Nyerah ketika itu, akhirnya saya pilih alun-alun batu sebagai tujuan. Dia berkali-kali memaksa saya makan sesuatu yang berat, tapi saya hanya menggeleng. Walaupun tetap pada akhirnya saya memesan mi ayam yang lama sekali saya habiskan karena memang tidak sedang berselera makan. Lalu dia mengajak saya masuk alun-alun sembari membuat gurauan untuk mencairkan suasana, yang kemudian malah berakhir dengan hujan jotosan dari saya. Tapi dia tetap tidak berhenti membuat saya tertawa. Mulai dari hanya bercerita hal-hal yang sederhana hingga konsultasi mengenai ikan yang pernah dipelihara. Dia hanya ingin membuang waktu sebelum akhirnya mengembalikan saya pulang. Begitu seterusnya, dan pukul sembilan lebih limabelas menit saya sampai di kos kembali. Dia mengembalikan saya satu jam sebelum batas yang saya berikan. Ya, setidaknya dia telah mencoba..

Setidaknya lelaki itu telah mencoba.

Pernah juga satu siang, saat kami ngobrol di gazebo kos, teman sekamar saya baru saja kembali dari satu tempat dengan membawa setangkai mawar di tangannya. Lalu iseng saya bertanya sekaligus menyatakan iri karena saya tidak pernah sekalipun menerima bunga yang semacam itu, dengan tujuan bergurau saya hanya ingin memberi kode kepada laki-laki di samping saya. Namun dia tidak juga merasa, saya lantas tertawa dan memprotesnya langsung bahwa saya sedang menyindirnya. Dia hanya mengerutkan dahi lalu memetik bunga yang dia temukan di sekitarnya untuk diberikan kepada saya. Saya tidak sungguh sungguh menginginkan bunga itu, karena jika saya mau, saya bisa menemukan bunga itu setiap hari di halaman kos. Tapi, setidaknya dia telah mencoba..

Atau pernah satu malam dia mengabarkan pada saya, bulan sedang cantik-cantiknya, dan keluh saya sulit melihat bulan karena terhalang bangunan kosan. Sembari sedikit memberikan contoh bahwa seorang teman pernah mengirimkan foto langit, walaupun hanya berupa gambar hitam dengan satu titik warna putih, saya tetap menyukai fotonya. Dia tetap tidak mengerti maksud saya, sampai harus pula saya jelaskan secara eksplisit bahwa saya mengharapkan dia memfoto langitnya. Apapun hasilnya, saya hanya ingin melihat langit yang dia lihat. Mungkin sedikit menyinggungnya, tapi dia tetap mengirimkan foto langit yang saya minta. Ya, dia sama sekali tidak peka, tapi setidaknya laki-laki itu telah mencoba..

Walaupun sederhana yang dilakukannya, walaupun seringkali salah dan membuat saya kesal. Setidaknya dia telah mencoba melakukan sesuatu yang diluar keharusannya. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukannya ketika ia masih bertahan dengan ego yang membanggakan sifat cuek miliknya.

Setelah keadaan banyak berubah. Setelah saya menyerah untuk mengharapkan kepekaannya, dia malah baru saja belajar untuk memperlakukan saya dengan baik. Dia berusaha sebisanya menjadikan saya tuan puterinya. Dia mengalah untuk saya, dia panik ketika saya marah dan dia memperhatikan sekecil aktivitas saya. Keadaan seolah benar-benar berbalik, karena dia yang kini adalah saya yang dulu. Saya yang pernah selalu mengalah karena tidak ingin kehilangannya. Dan saya yang kini adalah dia yang dulu. Dia yang dengan cueknya atau entah putus urat peka, saya benar-benar sudah habis peduli. Yaa walaupun terlambat karena sempat melewatkan saya, setidaknya dia sudah mencoba..

Dan rasanya kurang bijak jika saya membenci sifatnya yang dulu, sementara saya kini memperlakukan dia sama dengan yang dia lakukan kepada saya dulu. Meski berat untuk kembali percaya setelah kecewa. Saya tetap saja bukan yang paling benar untuk merasa pantas membalas dendam. Ah, saya lupa, saya tidak pernah mendendam.


Lagipula, paling tidak lelaki itu sudah mencoba :) 

How it was ?

I just thought that I'm okay.
Lemme tell you, that I don't really care about what were you joking about.
That was a joke.
About your girlfriend, ryt?
Lucky me, I'm not ur girlfriend.

Srsly, everything would be okay.
I am okay
I am okay
I am okay
I am okay
I'm okay
I'm okay
I'm okay
Im okay
Im okay
Im ok
.
.
Ok, for god sake, Im not okay.
That was hurt me so much.

Few minutes, please..
.
.
.
.
.
Nggh.
I just wanna screaming like ... 'bocah sempruuuul makanye lu jangan kebawa perasaaaan !!!!'

Im ok
Not crying, then
I just need to be an old me, the same person before we just met.

Keep the balance.
Keep the balance.
Keep that balance.
Nggh.

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...