Daun yang jatuh tak pernah membenci angin.

Iya, setulus daun jatuh.
Aku pun tulus jatuh cinta pada hujan.
Aku tak pernah membenci hujan, meskipun karenanya rumahku banjir.

Intinya rumah lo kebanjiran bro !
Cih, segala dibikin puitis pake judul minjem Tere Liye. Cih..

Oke kita kesampingkan itu !
Aku tulus kok cinta sama hujan,
Aku rela nguras rumah walaupun itu bikin telapak tangan mengapal dan lengan kian dempal. Aku rela.
Bodo ! Peduli amat sama capek,
Toh, hujan selalu punya tempat untuk sebuah pemakluman.
Satu buah pemakluman, yang tak pernah habis.

Mungkin semesta sudah muak melihatku duduk berjam-jam mengerjakan latihan soal.
Jadi, untuk malam ini dituangkannya air langit sampai banjir.
Isengnya, tanpa sadar aku berolah raga sepanjang sore.
Capek, tapi ikhlas.

Karna hujan,
Bodo amat, mau rumah udah kayak selat madura yang kaga ada habisnya kalo dikuras. Bodo amat.
Aku memang butuh jeda waktu.
Aku butuh menyeimbangkan napas,
Aku butuh sedikit bermain, melatih fisik.
Aku butuh egoku untuk tetap waras,

Karna, belajar adalah kutukan yang racuni venaku,
Terikat hemoglobin dalam liter darahku, terasa penuh mendominasi.
Membuatku kehilangan separuh fungsi akal sehatku, sedikit absurd..

Tapi sadar..
Dan ingin mengeluh lelah,
Meski tak pernah yakin, selalu saja hembusnya tertahan dikerongkongan, tak sempat terucap karena tersandung fakta sialan tentang kewajiban, dalam tanda petik, keharusan.
Sekali lagi, sialan.

Ah, semesta..
Terimakasih untuk hujan dan banjirnya..
Dan untuk membuatku membuatku tetap waras, sekali lagi, terimakasih..

Daun jatuh ini tak pernah membenci angin. Tidak pernah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...