Catatan pendek untuk perjalanan yang panjang.

Dimotori dengan pengalaman pencarian jodoh yang cukup lama, aku akan menulis nasehat ini untuk adik-adikku yang akan menikah.Terlalu muda untuk memberi petuah, tapi aku tak gentar untuk bersuara.

Pernikahanku baru dua tahun, jadi aku akan bicara sependek pengalamanku saja. Tentang mempersiapkan pernikahan. 
Tidak ada yang pernah bilang bahwa nikah itu mudah. Jika sesuatu terasa tidak mudah dihadapi, yang kamu perlu lakukan adalah mempelajarinya dan mengatur strategi.

Ada tiga hal penting yang perlu dipersiapkan sebelum menikah :
1. Pasangan yang tepat
2. Niat menikah yang benar 
3. Ilmu agama yang cukup

Kalau kita sepaham bahwa setelah menikah tidak ada jalan mundur, maka jangan pernah menyepelekan tahapan seleksi dalam memilih pasangan hidup. Tentunya semua orang ingin menikah sekali dalam seumur hidupnya, maka seleksi dengan teliti seperti apa orang yang nantinya kamu hadapi setiap hari.

Kalau kamu pernah dengar kalimat.. "seumur hidup itu terlalu lama.." disitulah momen orang sedang tidak merasa nyaman / lelah menghadapi sifat pasangannya. 
Maka upayakan mengenali pasangan dengan benar sebelum menikah. Bukan hanya kelebihannya yang membuat jatuh hati. Lihat juga bagaimana kekurangan, adakah yang membuatmu kesal? Bagaimana caramu menghadapinya? Sanggupkah kamu menghadapi itu setiap hari nantinya? Bagaimana kita bisa mengetahui hal-hal tersebut dari pasangan? Ngobrol, perbanyak ngobrol.  Lihat apa yang menjadi pemicu sedih dan marahnya. Lihat di setiap potensi dia marah atau kesal bagaimana mengelola emosinya. Bagaimana dia bersikap saat emosinya memuncak? Apakah dia suka membanting barang? Atau diam mengabaikanmu? Atau malah nge-block kamu? Bisakah kalian diskusi untuk menyelesaikan masalah? Apakah sikapnya yang demikian sanggup kamu hadapi sampai kapanpun nanti? Kalau kamu sudah lihat bagaimana sikapnya dalam menyelesaikan masalah dan kamu tidak menyukai hal tersebut, jangan harap kelak kamu akan lebih maklum. Apalagi terpikir untuk bisa mengubahnya. Pikirkan bahwa itu adalah jenis masalah yang akan kamu hadapi seumur hidupmu. Sanggupkah?

Banyak orang memandang pernikahan sebagai kebebasan untuk berekspresi. Dipandang legal untuk bermesraan, kencan sampai pagi, atau berciuman tanpa khawatir digrebek. Walau memang benar, tapi itu hanya 1/10 dari kenyataan pernikahan. Saat kamu memutuskan untuk menikah, kalian sudah harus siap secara finansial. Pernikahan bukan hanya tentang menabung untuk mempersiapkan pesta. Bukan itu goalnya. Bukan sekedar yang penting ada dananya untuk menikah. Justru apakah ada dananya untuk hidup bersama? Hal berikutnya yang perlu dipersiapkan adalah menyamakan visi tentang keuangan. Bagaimana mengelolanya? Dan siapa yang mengelola? Darimana sumberdananya? Apakah perlu menunda memiliki momongan? Karna setiap kamu melangkah ke tahapan hidup berikutnya, semakin besar kebutuhannya, saat hamil nanti akan memakan banyak biaya, merawat bayi perlu biaya lebih besar lagi. Jangan sungkan untuk mengatur rancangan anggaran sejak awal untuk memperhitungkan berapa biaya hidup yang dibutuhkan tiap bulannya, dan bagaimana memenuhinya? Apakah akan ngekos, atau ikut orang tua? Apakah akan masak atau beli? Berapa kali liburan dalam setahun dan berapa dana yg disisihkan untuk liburan? Mungkin di tahap ini kamu akan tau apakah kalian cocok atau tidak? Atau hanya perlu menunda sebentar untuk mempersiapkan diri lagi?
Ribet ya? Tau ga kalau ternyata ekonomi itu termasuk salah satu alasan tingginya angka perceraian? Itu bukti bahwa ketidak sesuaian ekonomi bisa jd masalah besar dalam rumah tangga. Makanya obrolin..

Carilah pasangan yang bisa diajak bicara tentang rencana, merancang konsep berkeluarga. Hal ini bisa berkenaan dengan luka masa kecil, banyak yang tidak ingin mengalami hal sama yang terjadi pada orang tuanya. Kalian harus bicarakan tentang nilai-nilai yang dianut dalam keluarga, nyatakan apa yang menjadi penting untukmu dan perlu diperhatikan. Apakah menemukan kesamaan? Atau justru ada banyak perbedaan? Wajar jika dua orang dengan latar belakang berbeda, punya cara pandang berbeda. Caritau apakah kalian bisa saling berkompromi. Kompromi tidak membuat satu orang terus mengalah. Kompromi itu berarti dua orang saling mengalah, tidak ada yang benar-benar mendapatkan persis seperti yang diinginkan, karena yang lebih diinginkan adalah berdamai dengan pasangan. 

Hal terakhir yang penting tentang menemukan pasangan yg tepat adalah memantaskan diri. Jangan hanya 'mencari pasangan yg tepat' tapi lupa bahwa dirinya pun perlu 'menjadi pasangan yg tepat'

Niat menikah yang benar yaitu untuk ibadah. Ini yang akan menjadi penguatmu dalam berumah tangga kelak. Banyak yang terjadi saat cinta sudah melekat, akal sehatpun lewat. Mengabaikan tahap seleksi pasangan. Apapun bentuknya, sikapnya, baik buruknya pokoknya nikah saja, sudah lama kenal ini kok. Maka jika di kemudian hari kamu dikecewakan pasangan, ingat-ingat kembali bahwa alasanmu menikah adalah untuk ibadah. Jangan cepat menyerah karena merasa tidak cocok lagi.

Kan udah melalui proses seleksi, udah pilh yg terbaik, termudah untuk dihadapi, mungkin ngga kalau dikecewakan? Mungkin bangeeet. Banyak sekali kekecewaan datangnya dari ekspektasimu sendiri. Maka dari itu, jika sebelum menikah kamu sudah maksimalkan seleksi, setelah menikah kamu wajib menurunkan ekspektasi. Karena kamu menikahi manusia yang sebagaimana dirimu pula punya banyak kekurangan. Masalah dalam pernikahan bisa sangat beragam. 

Sesimpel kamu berusaha memberikan terbaik tapi tidak mendapatkan apresiasi, bisa membuat hatimu kecewa. Sesimpel melihat pasanganmu lebih sibuk pada layar hapenya saja bisa membuatmu merasa paling tidak diperhatikan sedunia.  Bisa lebih sepele lagi tapi tetap akan jadi konflik jika kamu lebih dulu berekspektasi tentang sikap pasanganmu, yang kemudian kamu dapati tidak sesuai.

Mungkin juga bisa lebih rumit, saat kamu merasa sedih tapi pasanganmu sibuk menganggapmu salah daripada memvalidasi perasaan sedihmu. Maukah kamu sejenak mengalah, mengiyakan bahwa dirimu salah? Normalnya sulit. Hatimu pasti bergejolak. Didasari dengan niat ibadah, pernikahan bukan lagi tentang siapa yang menang dan kalah dalam perdebatan. Karena kemenangan sebenarnya adalah jika kamu berhasil mempertahankan pernikahan, bukan argumen. Sesulit apapun, tanpa perlu memandang bagaimana balasan dari pasangan. Karna yang kamu harapkan dari hal tsb adalah pahala, adalah balasan kasih sayang dari Yang Maha Pengasih.

Terakhir, ilmu agama yang cukup. Persis saat kamu memahami bahwa pernikahan ibadah, maka kamu akan membekali dirimu dengan ilmu agar dapat menjalankan ibadah dengan benar. Terlebih sekarang informasi mudah sekali diakses. Banyak kajian online di youtube, buku dan media sosial yang membahas tentang menjadi pasangan suami istri yang baik. Belajarlah untuk menjadikan dirimu benar, jangan belajar agama untuk mengkoreksi pasanganmu saja. Jika kamu memahami benar ilmunya, kamu buat dirimu fokus berbuat baik, ikhlas dalam menjalani pernikahan karena Allah dan telah lurus niatmu beribadah, yakinlah bahwa Allah akan memberimu kebahagiaan dalam menjalani pernikahan. Hatimu akan merasa tenteram. 



Parut 2

Ada yang lebih sakit dari sekadar perih
Ada yang lebih cacat dari sekadar parut
Ada yang lebih ingin mati saja daripada menderita
Kita merasa paling sekarat padahal sengaja tak berobat.

"Semua obat itu racun" katanya 
Benar adanya. 
Sebab itu orang sekolah agar dapat meramu takaran racunnya. Agar sakitnya yang hilang bukan nyawamu.

"Aku ngga mau bergantung pada obat"
Jadi kau pasti sembuh sendiri?
Ia merunduk ragu. 
Manusia, kebanyakan seperti kata pepatah.
Hidup segan mati pun tak mau.

Parut

Manusia memang gegabah dalam bertindak, seringkali meloncat girang, tak waspada. Hingga satu kali terperosok kakinya, robek kulit arinya sepanjang lima belas senti. Perih. 
Salah satu ciri orang gegabah, diantaranya suka menyepelekan. Dikira hanya lebam sedikit, ia hanya membilas luka dengan air mata. Lalu dua hari kemudian pincang.
Lukanya meninggalkan jejas cukup dalam. Tak telihat diawalnya, tak peduli apalagi mau merawatnya. 
Tidak ada yang mati hanya karna luka lima belas senti, kita tau ia akan segera sembuh.
Hanya kelak jika dia telah menjadi jaringan parut, kita akan selalu ingat betapa luka yang tak dirawat, sakitnya bukan main.

Seperti biasanya

Hai, sayang..

Sepertinya harimu sedikit melelahkan, aku bahkan belum bertanya tentang kesibukanmu sehari tadi.
Aku tau kamu berusaha memerangi kantuk untuk menemaniku bicara, tapi nampaknya lawanmu terlalu berat. Kamu bahkan belum bersiap, dia sudah membuatmu tersungkur lelap. Semoga mimpi indah walau tak sempat berdoa seperti biasanya. 

Ini hari yang berbeda, aku agak resah tanpa tau apa sebabnya. Sama seperti yang kamu rasakan, hanya saja tak kusampaikan bagianku. Malam ini aku berdoa sendiri, memohon untuk keenam kalinya sebagai penutup hari ini. Seperti yang biasa kita lakukan bersama. Tapi karna hari ini tidak seperti biasanya, isi doaku pun tak sama dengan malam malam sebelumnya.

Kamu pun tau sejak awal bagiku tak mudah mempercayai manusia, aku hanya percaya pada Tuhanku. Bahkan untuk perihal kamu. Dengan bumbu trauma di masa lalu dan kutipan kata mutiara di Instagram, seringkali aku khawatir tentangmu. Maka kali ini kusebut dalam doa, semoga Tuhan menjaga hatimu tidak pernah ingkar.

Masih sulit dipercaya bagaimana kisah kita bermula. Aplikasi kencan tempatku membuang waktu untuk basa basi dengan orang baru, sekedar menglipur hati dari sepinya ditinggal pergi. Aku tak mengharap cinta dari tempatku bermain main. Tapi kamu malah datang dari sana. 

Hari itu kopi darat, kencan pertama kita, tapi bukan kencan buta pertamaku. Aku sudah banyak bermain kencan-buta dari aplikasi itu, juga beberapa aplikasi yang serupa. Kamu tau itu. Aku ceritakan tanpa khawatir akan dipandang -playgirl. Kurasa tak perlu susah payah personal branding. Toh, semua orang menyapa dan menghilang disini. Setiap pertemuan sering berakhir tanpa follow-up. Semua orang hanya akan bersenda gurau dan merasa nyaman lalu berhenti bicara seperti tidak saling mengenal sebelumnya. Semua orang, kecuali kita.

Malam itu, kita memilih jalan yang panjang untuk pulang. Setelah malam itu, aku bersedia duduk di belakangmu, membersamaimu di sepanjang perjalanan, menemui tujuan kita.

Masih sulit dipercaya bagaimana tiba-tiba cintamu bisa terasa begitu pas untukku. Begitu sesuai, klik, bahkan di lekukan paling rumit. Hadirmu memenuhi setiap rongga yg berlubang di hatiku, tanpa menyisakan celah. Aku sangat bersyukur menyadari betapa beruntungnya aku. Aku mencintaimu dengan bertumbuh, bertambah seiring waktu. 

Bicara soal waktu, kita menghabiskan hampir sepanjang hari untuk ngobrol. Benar-benar sepanjang waktu, bahkan sesaat sebelum lelap, dan segera setelah membuka mata di awal hari. Apakah ini candu ataukah segera kamu akan bosan kepadaku? Nanti akan ada waktunya kamu benar benar sibuk dan kita hanya akan bicara sepulang kerja dan setelah isya, kemudian kamu akan terlelap karena lelah. Sebuah ritme yang wajar. Kita pernah melakukannya. Tapi terasa seperti keresahan untukku. 

Aku tau ini tidak baik, tapi kita tidak akan berselisih untuk hal ini. Kita hanya perlu lihat bagaimana setan menggoda keyakinan kita, kadang ia membuat kita khawatir dan takut untuk hal sepele. Sebab itu aku memohon agar Tuhan meneguhkan hati kita. 

Semoga Tuhan menjaga kita dari segala keraguan dan rasa khawatir. Semoga kita tak pernah jenuh dengan rindu rindu yang tak pernah rampung. Semoga kita bisa bersabar hingga hari dimana kita dihidangkan di meja semesta sebagai sepasang kekasih yang halal. Hingga hari itu, semoga kita tidak membuat kesalahan yang membuat keadaan berbalik hingga aku kehilangan kamu. 

Perjalanan ini masih panjang, berjanjilah kamu takkan pernah pergi sendirian. 
Bersediakah kamu berikrar untuk tidak ingkar? 

Pesan yang jauh.

Aku tidak tau kenapa aku harus menulis ini, pesan yang tidak akan pernah sampai pada tujuannya. Aku hanya ingin menulisnya untuk papa, seperti yang selalu kulakukan sejak dulu. Aku pasti menuliskan apapun yang tak bisa kuceritakan langsung kepada papa.

Hai pa,
Sembilan hari lagi aku akan dilamar seseorang. Seseorang yang datang kepadaku dengan cara bercanda. Dia muncul dua bulan yang lalu, dua kali bertemu dan dia datang ke rumah untuk ngobrol sama mama, masih dengan cara bercanda. Entah apa yang ada di kepalanya tiba-tiba dia menyatakan serius denganku, hitung-hitungan anggaran dan kami saling tau kalau tidak bisa tergesa-gesa. Aku nyatakan pada mama, tapi mama meminta kepastian, menetapkan timeline. Sedikit terlalu cepat tapi dia menyanggupi. Aku harap dia tidak bercanda untuk yang satu ini.

Sembilan hari lagi dia akan mengikatku dengan sebuah cincin. Pria baru ini, seharusnya papa bisa menilainya dengan sekilas pandang, aku mau tau pendapat papa. Sayangnya papa ngga bisa memberitahuku. Jadi, bagaimana kalau aku saja yang ceritakan pandanganku tentangnya? 

Namanya Tegar, tapi kata William Shakespeare 'apalah arti sebuah nama?' jadi benar, dia tak harus selalu tegar seperti namanya. Pria besar ini berhati lembut, mudah terenyuh dan menangis melihat sekitarnya. Cengengnya ini mengingatkanku pada papa. Dia juga menangis dalam doa, dalam sholatnya. Dia mungkin tak sehebat papa, tapi dia menyayangiku dengan sungguh. Dia bersedia melakukan apapun untuk mengupayakan kebahagiaanku. Jadi, sudah bolehkah kubilang kalau dia mulai seperti papa?

Papa selalu tau, aku butuh seseorang yang lebih pintar untuk mengimbangiku, aku sudah menemukannya. Walau tidak terlihat menonjol, aku tau dia punya kualitas itu. Dia bekerja di perusahaan palet, sebagai manajer mutu junior. Baru setahun bekerja dan perusahaan memintanya berangkat sertifikasi. Dia menjalani rangkaian acara dengan penuh konsentrasi dan mendapat nilai maksimal. Aku bangga padanya, pa.. 
Dia tidak hanya sekedar teman bercanda yang seru, dia juga teman diskusi yang menyenangkan, kekasih yang manja dan musuh yang buruk sekali, tidak berbakat.

Oh satu lagi, aku yakin dia akan jadi imam yang baik dalam ibadah terlama kami. Semoga benar. Rencananya tahun depan. Memang tidak seperti rencana papa, untuk bisa menjabat tangannya dan menyerahkan aku sebagai tanggung jawab barunya. Tapi kuharap papa tetap bisa tersenyum senang karna aku sudah bertemu dengan orang yang tepat. Aku pasti tumbuh lebih baik bersamanya.

Pa, kali ini aku tidak berdebat dengan mama soal pilihanku. Karna yang ini bukan pilihanku. Sebelumnya rasa percayaku dipatahkan oleh seseorang. Pria yang namanya kuperkenalkan padamu, dulu. Aku patah hati dan menyerah untuk menggunakan perasaanku, kuserahkan hatiku pada Tuhan semesta alam. 
Kemudian dihadirkan pria ini kepadaku, walau awalnya aku tak punya perasaan untuknya. Dia yakin padaku, dan tak menyerah meyakinkanku.
Sekarang aku mencintainya dengan segenap hatiku, dan aku mensyukuri hadirnya dalam hidupku. Seseorang yang Tuhanku pilihkan untukku.

Sembilan hari lagi, dia akan membawa keluarganya untuk memintaku secara resmi menjadi calon istrinya. Aku tau kedepannya tidak akan mudah tapi aku punya partner yang solid denganku. Aku takkan gentar, pa.. sedikitpun tidak. Sekarang, nanti, selamanya. Walau sambil bercanda, kami akan saling mendamping dan menyayangi terus sampai maut yang memisahkan.

Biasa saja.

"Kamu tau apa yang lebih segar dari udara di tengah hutan?"
"Apa?"
"Aroma uang

Aku memang senang bergurau, apalagi aku baru saja menerima tambahan uang operasional mingguan suamiku, Kelana. Ulang tahunku tiga hari yang lalu dan aku tidak peduli mengenai kado. Tak ada perayaan. Bahkan juga kartu ucapan. Begitulah pernikahan usia sepuluh tahun.

Manusia berubah, padahal saat gadis, aku begitu suka pesan yang ditulis dalam sebuah kartu ucapan ulang tahun, sedikit romantisme dan aku akan tersenyum senang sepanjang hari. Sekarang aku lebih senang menerima uang atau pesan berisi bukti transfer.

"Cukup kan buat makan steak?"
"Nggaa, nanti beli sate aja tiga bungkus. Sisa banyak kan duitnya"
"Jadi ngga dinner fancy buat merayakan ulang tahunmu dong?"
"Makan dimanapun yg penting sama kamu, udah jadi dinner fancy tau, yang "
"Halaaah"

Kelana bukan tidak suka digombali, ia justru salah tingkah dan meninggalkan aku yang tersenyum jahil di dapur. Aku sedang baru akan mulai mengupas wortel untuk membuat ote-ote, dan tahu isi pesanan warung kopi dekat rumah. Gorengan buatanku selalu laris disana. Ibu dan adikku pasti tidak akan percaya aku bisa membuat sesuatu untuk dimakan, apalagi harus enak. Memang sejak dulu hanya Ayahku yang percaya pada hal ghaib, termasuk kemampuan memasakku.

Manusia berubah. Kebutuhannya berubah. Aku sudah punya dua bocah, aku jelas memilih tigapuluh tusuk sate untuk dimakan bersama daripada dua potong steak dengan harga yang tidak sebanding. Aku memang ahlinya soal perhitungan begini. Itulah kenapa aku mulai belajar memasak sejak menikah. Selain karna lebih hemat, aku juga bisa mendukung kesehatan keluarga melalui pengawasan dan pengadaan bahan pangan. Sebuah peranan vital dalam rumah tangga.

Hidupku sepuluh tahun belakangan ini berjalan seperti inginku. Aku suka peranku dan keluarga ini. Semua yang ku punya saat ini terasa lengkap, tak ada yang kurang. Seorang suami tampan dan dua anak cukup. Persis seperti iklan BKKBN. Kelana berhasil mewujudkan impianku menjadi istri dan ibu paling bahagia di muka bumi.

Aku ingat, sebelum menikah ibuku pernah memberi gambaran tentang kehidupan pernikahan. Tentang fase-fase yang akan dilalui dan perubahannya. Seperti tahun pertama yang semanis madu, lalu tahun kelima yang mulai biasa meributkan hal kecil, dan seterusnya perasaan semakin sederhana seiring waktu. Tak sehangat awalnya, tak lagi menggebu seperti pada mulanya. Semua akan jadi biasa saja.

Seringkali kita ditipu dongeng disney princess yang menjadikan pernikahan adalah sebuah akhir bahagia dari cerita.
Padahal tidak ada yang jamin kehidupan pernikahan selalu menyenangkan.
Dulu, aku selalu yakin bahwa pernikahan adalah babak penuh persoalan dalam hidup, aku justru meragukan apa yang membuatku harus mengambil resiko?


"Heeeh.. itu megang pisau kok sambil melamun" Kelana tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Galak

Ini dia jawaban dari keraguanku, Kelana-ku. Aku tak lagi peduli tentang bagaimana perubahan akan berlangsung. Aku menikahi pria yang persis seperti dalam doa ibuku, yang mencintaiku dengan sungguh.
Sepuluh tahun bersama, dia selalu menjagaku dengan baik, memperhatikan hal-hal kecil yang luput dariku, mengusap kepalaku lembut dan bagiku tak pernah biasa saja.

Selamat hari ibu

Baru saja kemarin, di depan ruang dokter bedah, aku berlutut mencari gram tipis yg menelusup di telapak kakinya. Setelah berhasil mencabutnya, aku kembali ke bangkuku, jeda satu bangku di sampingnya.
Aku melihatnya dari tempatku, ia satu-satunya yang paling berharga milikku. Ibuku.

Saat giliran ibuku dipanggil, aku masuk bersamanya. 
Setelah melihat hasil pemeriksaan, tanpa diduga, dokter memberi kesimpulan bahwa tidak ada penyakit, bersih. 
Kami sulit percaya karna keluhan itu ada, teraba dan terasa. Sempat menduga operatornya kurang teliti pada pemeriksaan sebelumnya. 
Ah, jika dokter sulit kupercaya, setidaknya aku percaya bahwa Allah mendengar doa kami. Hasilnya sesuai yang kami minta dalam doa. Alhamdulillah.

Mengenai Hari Ibu, aku tidak tau apa yang bisa kuberikan padanya.
Kalau kutanya, aku khawatir akan ditagih mantu. Jadi akan lebih baik jika tidak kutanya.
Aku bahkan bingung bagaimana caraku mengungkapkan sayang kepadanya.
Keluarga kami tidak punya kebiasaan mengungkapkan sayang secara verbal.
Tapi hal terakhir yang kusesali dalam hidupku adalah.. Gengsiku mengucapkan sayang kepada bapakku.

Jadi, walau kelu, tetap harus kukatakan bahwa aku sayang ibu (dan bapakku), melebihi hidupku sendiri. Walau hanya akan terlihat seperti kalimat gombal. Aku pasrah ajalah.

Orang tuaku pasti hanya melihatku sebagai anak keras kepala.
Tidak sekeras itu, hanya saja terasa aneh untuk bertingkah manis-melankolis di lingkungan keluarga bercangkang keras. 

Meskipun memang benar aku keras kepala. Hehe..
Suatu kali, aku jatuh cinta untuk pertama kalinya, seseorang terlihat baik bagiku, namun kurang baik bagi ibuku. Layaknya remaja pada umumnya, aku juga mengalami fase memberontak, melawan argumen ibu karna merasa diri sendiri benar.
Lucunya, setelah bertahun-tahun, aku bisa melihat ke belakang dan menyadari, lalu menginsyafi. 
Ternyata memang benar orang tua tau yang paling baik untuk anaknya (walau kadang meleset atau berlebihan).
Aku tidak pernah meragukan penilaian orang tuaku lagi.

Hari ibu atau hari biasa akan sama saja.
Aku menyayanginya setiap hari, aku ingin membahagiakannya setiap hari.
Tapi karena ini Hari Ibu, jadi yaaa sekali kali kubuat tulisan ini untuknya.

Terima kasih sudah mengajarkanku berjalan, hingga aku bisa berlari kencang.
Ibu tau, aku selalu khawatir pergi terlalu jauh darimu.
Tapi bagaimanapun juga, nanti aku pasti akan meninggalkan rumah.. Kan kalau rebahan di rumah doang, dimarah juga aku 😋

Selamat hari ibu, untuk ibuku tersayang.

bilur.

Beberapa hari yang lalu temanku sempat bertanya "how's ur life?"
"up and down"  kubilang.
Dia memberikan pertanyaan dan menawarkan diri untuk mendengar ceritaku, tapi kali itu aku sedang tidak ingin bercerita. Aku hanya ingin membiarkannya berlalu, aku tidak ingin memikirkannya, tidak ingin merasakannya. 

Mengurai kekusutan kepala dan mengkonversinya dalam kalimat bisa menguras emosi. Itu akan butuh banyak energi. Aku butuh energiku untuk beraktivitas, dan untuk terlihat baik-baik saja sepanjang hari.
Kupikir dengan mengabaikannya, aku akan terlupa dan terbiasa merasa biasa biasa saja. Ternyata tidak. Sesekali aku merasa kosong, aku memerlukan tontonan yg menghibur untuk mengisi diriku dengan hal-hal menyenangkan. Pada saat yang lain aku juga merasa bingung, semakin penuh, dan bertumpuk, kusut sekusut kusutnya. Jadi kuputuskan untuk mengurainya disini.

Beberapa minggu yang lalu, teman yang sama, menanyakan tentang siapa yang sedang dekat denganku? Aku excited akan menceritakan lelaki yg ini, cukup dekat, teman bicara yang menyenangkan, dia mengapresiasiku begitu banyak. Belum sempat bercerita, si lelaki sudah berbalik arah.
People come and go
Lelaki, dia mendapatkan dia yg butuhkan dari perempuan lain. Sesuatu yang tidak bisa kutawarkan padanya. 
Bukan, tapi bukan itu yang membuatku sedih. 
Aku hanya kehilangan teman bicara saat aku ingin menceritakan sesuatu, hari itu, dia hanya menjawabku dengan "hm"
Ah, lagipula siapa yang mau repot-repot mendengarku berkeluh kesah? Biar saja ceritanya hilang, aku mungkin akan lupa dalam beberapa hari dan perasaanku membaik.

Aku membuat banyak kesalahan saat aku mencoba mencari kesenangan, kukira perasaan senang bisa membantuku menimbun keresahanku. Semakin aku sibuk bersenang senang, semakin aku lupa tentang keresahanku. Tapi malah akhirnya kusesali.

Suatu kali ibuku bertanya "siapa yang sedang menjalin hubungan serius denganmu?" jawabannya belum ada. Lain kalinya lagi, ibu mengungkap keresahannya tentang kenapa aku tidak juga menemukan jodohku. Hal yang tadinya kurasa santai, akhirnya mengusikku juga.

Baru-baru ini kabar duka yang kudengar membuatku semakin kalut, ketakutan dan ingatan tentang kehilangan seseorang, membuat hatiku berlubang kembali.
Aku menyibukkan diriku, mengisi waktu luang dengan membaca, aku mencoba tidur lebih awal, sehingga tak ada cukup waktu untuk overthinking. Semuanya berjalan seperti rencana. 
Kecuali semalam, aku tidak bisa tidur, aku tidak bisa bercerita kepada siapapun dan aku tidak bisa menghibur diriku. Bahkan nangis tidak membuat mataku mengantuk.
Aku memerangi setiap pemikiran yang membuatku semakin terjaga, aku tau kali ini aku harus menyerah.
Bukan menyerah seperti putus asa, aku hanya harus berdamai dengan perasaanku, membiarkannya terasa sedih saat memang harus sedih. Tidak perlu merasa malu dan takut terlihat melankolis. Tidak perlu ada penolakan, atau upaya mengabaikan satu sesi sedih. Bahagia, sedih. Perasaan tak bisa rampung sendiri, kecuali kita melewati fase-fasenya, sehingga kita menentukan arah penyelesaiannya.

Hey, it really works.
Aku memulai tulisan ini dengan hati berat dan aku menyelesaikannya dengan perasaan yang lebih baik sekarang.

Sebuah moral stori dari Bon Nori


Aku suka rumput laut, apalagi Bon Nori ini. Aku beli sasetan dengan harga seribu limaratus perak. Seringkali kujadikan teman makan, supaya apapun laukku jadi lebih nikmat. Satu saset itu, kalau untuk sekali makan, paling cuma akan terpakai setengahnya. Nah, karna aku sayang kali sama Bon Nori ini, biasanya sisanya kugadoin sampe habis. Jd ga bingung nyimpan sisanya. Bahkan kalau lg pengen nyemil, aku cukup buka satu saset buat digadoin. 

Siang tadi aku sedang di supermarket dan menemukan Bon Nori dalam kemasan pouch besar, harganya 26.900. Aku ngga beli dengan pertimbangan: Pasti akan cepat habis kalau punya sebanyak ini, lebih santai gadoinnya. 
Aku melewati rak itu dan melupakannya.

Sepulang kerja, sepanjang jalan aku membayangkan makan nasi dengan lauk telur ceplok setengah matang yang ditaburi Bon Nori. Saat tiba di rumah tanpa fafifu wasweswos, aku memilih telur yg paling besar di kulkas. Siap nasi hangat dengan telur setengah matangku, aku mengambil sebungkus Bon Nori favoritku sambil memikirkan kembali Bon Nori kemasan besar di supermarket tadi.

Kenapa aku lebih suka beli kemasan kecil daripada yang besar? Karna aku sudah menetapkan porsiku. Aku bisa saja membeli yang besar dan berpikir bahwa ini akan lebih hemat, lebih awet. Tapi aku tau, saat aku menyukai sesuatu, aku akan sedikit berlebihan. Mungkin aku akan memakannya lebih sering dari seharusnya, mungkin aku akan sering nyemil, ngga ada habisnya, ga eman eman karna toh masih banyak. Mungkin tidak akan bertahan lama seperti yang kubayangkan.

Begitupula dengan rejeki.
Kita semua punya rejeki yang besar, tapi Tuhan membaginya dalam porsi-porsi yang sesuai.

Ibarat Bon Nori sama dengan gajiku semakin besar jumlahnya bisa menumpulkan rasa eman-eman. Aku mungkin akan lebih konsumtif, Jika gajiku lebih besar, mungkin aku akan punya hasrat untuk membeli ini itu, pengeluaran yang tidak perlu, tanpa eman eman. Alih-alih bakal awet, ujung2nya malah jadi pemborosan.

Kita ngga akan bisa kenyang dengan sepiring penuh Bon Nori saja kan?
Rejeki itu sepiring penuh yang mengenyangkanku, aku hanya akan membutuhkan satu saset Bon Nori untuk setiap makan, satu centong nasi dan sebuah telur ceplok. Setiap komponennya terbagi dalam porsi yang pas untuk mengenyangkan kita setiap harinya. 

Rejeki tidak selalu berbentuk uang saja. Kesehatan, teman yang loyal, pekerjaan yang baik, waktu luang, keluarga yang utuh, ketenangan hati, komponen manapun itu yg mengisi piring kita. Kita semua dibekali rejeki yang cukup untuk menikmati hidup. Tinggal bagaimana kita mensyukuri. 


dear mesty

Hai Mesty,
Ini aku, tantemu. Aku menulis ini saat kamu berusia dua tahun lebih dua bulan. Kamu jarang sekali melihatku karna kita ada di pulau yang berbeda. Sesekali kamu akan melihatku saat ayahmu mengajakmu vidio call denganku, dan utimu. Ohya, usiamu belum genap duatahun saat kakungmu meninggal. Sayang sekali kamu tak sempat mengenal baik pria hebat itu.
Kata orang, ingatan anak kecil dibawah 2 tahun akan hilang. Kamu pasti tidak mengingat wajah kakungmu.

Ngomong2 soal itu, sebenarnya aku iri padamu. Kamu bocah perempuan yang beruntung karna disayang dua ayah. Ayahmu, dan Ayahku. Serius, sejak kamu lahir, kamu adalah anak perempuan yang paling disayang ayahku. Beliau sangat bangga padamu.
Seandainya ayahku masih disini..

Kau tau, kelak saat kamu tumbuh besar, kamu akan merasa betapa menyebalkan ayahmu (terlihat dari bagaimana dia menjahilimu). Kamu mungkin akan menemui kenyataan bahwa tidak semua hubungan ayah-anak perempuan seindah kelihatannya di luar sana.
Kalau kamu merasa begitu, percayalah.. Aku pernah lebih dulu berdiri di posisi itu, tak ada ungkapan yang memuja dan cinta.
Tapi setiap ayah mencintai dengan cara yang berbeda, kamu mungkin tak melihatnya.
Dia menyebut namamu sepanjang jalan di sela lelahnya saat mengemudi mobil sepulang kerja
Dia memujimu saat menceritakan kepada kami, keluarga besarnya.
Dia pergi jauh dari rumah kalian, merelakan waktu2 terbaik bersamamu hanya untuk mengejar karir yang memberinya lebih banyak uang saat adikmu lahir.
Dia ingin kalian mendapatkan semua yg terbaik, hidup yang lebih layak dari yang pernah dia jalani sepanjang hidupnya.
Begitu pula aku melihat ayahku.
Semua yang terbaik diberikan untukku, walau babak belur dalam mengupayakan.

Mestyku, 
Kalau menjadi anak perempuan pertama membuatmu berat menanggung beban harapan orang tua, percayalah.. Anak perempuan nomer duapun tidak terasa mendingan. Sama saja. Berbahagialah dalam melakukan segala sesuatu. Karna saat kamu tidak mampu meraih harapan orang tuamu, setidaknya orang tuamu senang melihatmu bahagia.

Ohya, suatu hari kalau kamu iri melihat temanmu yang begitu disayang dan dijaga kakak laki2nya.. Jangan berkecil hati, ingat pesanku "tidak semua kakak laki2 akan jadi kakak yg romantis" karna ayahmu tidak begitu padaku. Jadi, yasudahlah tidak ada yang istimewa mengenai itu.

Hey mesty, 
Kalau kamu membaca ini suatu hari nanti. Berdoalah untuk kakungmu. Tanyakan namanya pada ayahmu, kirimkan alfatihah untuknya di setiap doa di akhir sholatmu. Jadilah anak yang baik budi.. Kakungmu sangat menyayangimu, sangat.

Menderita sesal

Hari ini aku dengar mbahmu pergi, aku sempat panik ingin takziah untuk menyampaikan duka citaku. 
Lalu setan dari kepalaku bersuara.. 
"dia saja tak hadir untuk takziah dihari bapakmu pergi"

Benar juga. 
Sebagai kekasih
Atau orang yg mendapatkan manfaat dariku lebih dari orang lain,  dia tak menyempatkan datang untuk menyampaikan duka cita. 
Ternyata dia tidak sebaik itu. 

Dia juga tidak mencari ibumu untuk berpamitan saat pulang dari rumahmu. 
Si lelaki payah yang kubela bela. 
Kau tau,  hari ini aku menderita sesal. 

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...