"Apa?"
"Aroma uang"
Aku memang senang bergurau, apalagi aku baru saja menerima tambahan uang operasional mingguan suamiku, Kelana. Ulang tahunku tiga hari yang lalu dan aku tidak peduli mengenai kado. Tak ada perayaan. Bahkan juga kartu ucapan. Begitulah pernikahan usia sepuluh tahun.
Manusia berubah, padahal saat gadis, aku begitu suka pesan yang ditulis dalam sebuah kartu ucapan ulang tahun, sedikit romantisme dan aku akan tersenyum senang sepanjang hari. Sekarang aku lebih senang menerima uang atau pesan berisi bukti transfer.
"Cukup kan buat makan steak?"
"Nggaa, nanti beli sate aja tiga bungkus. Sisa banyak kan duitnya"
"Jadi ngga dinner fancy buat merayakan ulang tahunmu dong?"
"Makan dimanapun yg penting sama kamu, udah jadi dinner fancy tau, yang "
"Halaaah"
Kelana bukan tidak suka digombali, ia justru salah tingkah dan meninggalkan aku yang tersenyum jahil di dapur. Aku sedang baru akan mulai mengupas wortel untuk membuat ote-ote, dan tahu isi pesanan warung kopi dekat rumah. Gorengan buatanku selalu laris disana. Ibu dan adikku pasti tidak akan percaya aku bisa membuat sesuatu untuk dimakan, apalagi harus enak. Memang sejak dulu hanya Ayahku yang percaya pada hal ghaib, termasuk kemampuan memasakku.
Manusia berubah. Kebutuhannya berubah. Aku sudah punya dua bocah, aku jelas memilih tigapuluh tusuk sate untuk dimakan bersama daripada dua potong steak dengan harga yang tidak sebanding. Aku memang ahlinya soal perhitungan begini. Itulah kenapa aku mulai belajar memasak sejak menikah. Selain karna lebih hemat, aku juga bisa mendukung kesehatan keluarga melalui pengawasan dan pengadaan bahan pangan. Sebuah peranan vital dalam rumah tangga.
Hidupku sepuluh tahun belakangan ini berjalan seperti inginku. Aku suka peranku dan keluarga ini. Semua yang ku punya saat ini terasa lengkap, tak ada yang kurang. Seorang suami tampan dan dua anak cukup. Persis seperti iklan BKKBN. Kelana berhasil mewujudkan impianku menjadi istri dan ibu paling bahagia di muka bumi.
Aku ingat, sebelum menikah ibuku pernah memberi gambaran tentang kehidupan pernikahan. Tentang fase-fase yang akan dilalui dan perubahannya. Seperti tahun pertama yang semanis madu, lalu tahun kelima yang mulai biasa meributkan hal kecil, dan seterusnya perasaan semakin sederhana seiring waktu. Tak sehangat awalnya, tak lagi menggebu seperti pada mulanya. Semua akan jadi biasa saja.
Seringkali kita ditipu dongeng disney princess yang menjadikan pernikahan adalah sebuah akhir bahagia dari cerita.
Padahal tidak ada yang jamin kehidupan pernikahan selalu menyenangkan.
Dulu, aku selalu yakin bahwa pernikahan adalah babak penuh persoalan dalam hidup, aku justru meragukan apa yang membuatku harus mengambil resiko?
"Heeeh.. itu megang pisau kok sambil melamun" Kelana tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Galak
Ini dia jawaban dari keraguanku, Kelana-ku. Aku tak lagi peduli tentang bagaimana perubahan akan berlangsung. Aku menikahi pria yang persis seperti dalam doa ibuku, yang mencintaiku dengan sungguh.
Sepuluh tahun bersama, dia selalu menjagaku dengan baik, memperhatikan hal-hal kecil yang luput dariku, mengusap kepalaku lembut dan bagiku tak pernah biasa saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar