Blah.

Bukan, ini bukan tentang apapun atau siapapun..
Ini tentang aku, sudut bibir yang tertawa sinis, dan tatap mata yang melemah milikku.
Tentang kebosananku yang entah darimana awalnya

Ini sudah di titik jenuhku.
Ketika semua racun hati tak lagi dapat larut dalam merdunya musik peneduh.
Terlalu banyak yang tercampur dalam gelas retak itu.
Terlalu penuh, terlalu jenuh.

Sesekali ingin merengek.
Meraung, mengoceh, berteriak mengutuk perkara.
Tapi cara seperti itu, bukan untuk seorang geminians.
Jadi aku lebih suka duduk manis menikmati rasa.

Sebenarnya tidak seburuk itu,
Hanya saja, moodku sedang tidak baik.
Jangan memaksa bicara jika tidak bisa mengobati sakit kepalaku.
Kamu bukan oskadon !
Atau kalau kamu memang oskadon, kebetulan aku tak suka minum obat.
Aku terbiasa menikmati sakit kepalaku sendirian, tanpa diganggu.

Mati gaya.

......

Me : Kamu kok godain kakak kelas sih..
Him : Aku kan sukanya sama yang lebih tua dari aku kak.. *emotikon peluk*
Me : Sama dong, aku juga suka yang lebih tua dari aku.
Him : Tapi aku adik kelasmu kak.. gimana dong ?
Me : Piara kumis aja biar aku suka ahahaha.... etapi becanda deh, kumis itu geli sama sekali tidak seksi.
Him : Bisa aja kakak ini hahaha.. Trus enaknya aku gimana dong ?
Me : Yaudah jangan genitin aku terus, ntar kecanduan loh...
Him : Udah kecanduan kak, hayoloh tanggung jawab.. *emotikon peluk* *lagi*
Me : *mati gaya*

Hidup akhir-akhir ini makin absurd.
Aku sih selow aja awal percakapan, masih bisa ngeles sambil haha hihi balesin dia.
Tapi kalo diterusin kok kesannya makin aneh ya ?

Me : Kamu rehabilitasi ya.. kurang2in mikirin aku biar ga tambah kecanduan..
Him : Tapi kak.. aku ga mau melupakanmu kak *emotikon peluk* *lagi*
Me : Udah dong, kamu becandanya gitu banget, aku kan jadi mati gaya.
Him : Hahaha buyaaar kak, buyar.. tapi besok lagi ya *emotikon senyum*
Me : Daritadi keq, serem amat digodain terus sama adik kelas..
Him : Kenapa serem kak ?
Me : Soalnya adik kelasnya udah punya pacar sih *emotikon melet*
Him : Kalo belum punya gimana ?
Me : *hening*

Kayaknya salah ngomong nih *facepalm*
Jujur aja ini mulai ga lucu.
Okelah, awalnya aku bisa ngimbangin becandanya dia, tapi makin kesini aku jadi bingung mau bicara apa sama dia.
Maunya ga peduli sama kalimatnya dia, anggaplah cuma becanda.
Tapi sebagai adik dari temanku, dia terlalu iseng untuk becanda begitu..

Ahelah bro,
Aku sih anaknya asik, mau diajak becanda begitu juga terserah.
Tapi becanda doang loh ! Jangan keterusan..
Aku sih biasa aja, kasian kamu aja kalo patah hati, ahahaha..
Aku ga se-fotojenik DP yang kamu lihat..
Baik-baik deh kalo mau godain aku..
*emotikon melet*

Tentang angin.

Hai angin !
Perkenalkan aku, hujan.
Tak usah terpana seperti itu, aku hanya air.
Tak sempurna, tak ada yang istimewa.
Kamu hanya sedang tertipu pesona gerimis sore..

Terlalu dingin untuk permulaan April itu,
Aku air yang kau rindukan dalam hembusmu, mendung kemarin..
Bersama, aku dan kamu mencoba menerobos batas asing.
Menciptakan hawa dingin, membekukan suasana.
Menganyam benang pertemanan, tanpa sehelai pun tambahan rasa. Sama-sama lugu.

Sudah melewati pertengahan, hampir meninggalkan April.
Mungkin aku yang terlalu percaya diri, atau semoga saja aku salah mengartikan kamu.
Tapi percakapan kita kemarin menjadi satu kesimpulan dibenakku.
Satu, yang kusimpan sebagai bahan sesalku.

Hai angin !
Kamu baik, kamu meneduhkan.
Jangan bosan berteman denganku ya..
Jangan memperumit kita dengan pemikiran yang macam-macam.
Aku senang berteman denganmu..
Tetaplah jadi angin lembut, yang bersabar menghadapi hujan :D

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin.

Iya, setulus daun jatuh.
Aku pun tulus jatuh cinta pada hujan.
Aku tak pernah membenci hujan, meskipun karenanya rumahku banjir.

Intinya rumah lo kebanjiran bro !
Cih, segala dibikin puitis pake judul minjem Tere Liye. Cih..

Oke kita kesampingkan itu !
Aku tulus kok cinta sama hujan,
Aku rela nguras rumah walaupun itu bikin telapak tangan mengapal dan lengan kian dempal. Aku rela.
Bodo ! Peduli amat sama capek,
Toh, hujan selalu punya tempat untuk sebuah pemakluman.
Satu buah pemakluman, yang tak pernah habis.

Mungkin semesta sudah muak melihatku duduk berjam-jam mengerjakan latihan soal.
Jadi, untuk malam ini dituangkannya air langit sampai banjir.
Isengnya, tanpa sadar aku berolah raga sepanjang sore.
Capek, tapi ikhlas.

Karna hujan,
Bodo amat, mau rumah udah kayak selat madura yang kaga ada habisnya kalo dikuras. Bodo amat.
Aku memang butuh jeda waktu.
Aku butuh menyeimbangkan napas,
Aku butuh sedikit bermain, melatih fisik.
Aku butuh egoku untuk tetap waras,

Karna, belajar adalah kutukan yang racuni venaku,
Terikat hemoglobin dalam liter darahku, terasa penuh mendominasi.
Membuatku kehilangan separuh fungsi akal sehatku, sedikit absurd..

Tapi sadar..
Dan ingin mengeluh lelah,
Meski tak pernah yakin, selalu saja hembusnya tertahan dikerongkongan, tak sempat terucap karena tersandung fakta sialan tentang kewajiban, dalam tanda petik, keharusan.
Sekali lagi, sialan.

Ah, semesta..
Terimakasih untuk hujan dan banjirnya..
Dan untuk membuatku membuatku tetap waras, sekali lagi, terimakasih..

Daun jatuh ini tak pernah membenci angin. Tidak pernah.

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...