Hai!
Aku sempat tak percaya bahwa aku akan jatuh cinta semudah ini. Kembali berdebar menunggu kabar, tersenyum lebar menyambutmu di layar kaca ponsel pintar. Aku mulai mengakui kehadiranmu sebagai pelipur lara. Pereda nyeri patah hati.
Kamu bilang aku adalah semesta baru.
Kuyakin kamu memujiku karena aku punya gravitasiku sendiri, kubiarkan kamu berputar-putar seolah aku adalah porosnya.
Tapi kamu malah berkata "ngga berat, bawa pipi seluas semesta gitu?"
Bedebah.
Aku tak menghitung berapa lama hingga beberapa hal berubah. Aku candu terhadap kehadiranmu. Sementara itu kesibukanmu berubah. Sialan.
Setiap hari aku harus berpura2 sabar padahal aku ingin merengek.
Setiap hari aku harus berpura2 mendukungmu main game padahal aku cemburu.
Setiap hari aku harus menahan diri untuk tidak menuntutmu peduli karna aku tau kamu tak punya waktu untuk aku.
Bagiku kamu adalah petasan, yang melesat ke langit, meletup meriah untuk sesaat lalu lenyap.
Kau tau apa lagi yang bisa ditimbulkan oleh petasan?
Ya, kamu membuatku terbakar.
Suatu hari dengan emosi yang menyala, aku meminta agar kita berjalan masing-masing.
Surprise, kamu melepaskan aku.
Aku seperti anak kecil yang menangis pulang dengan luka bakar akibat main petasan.
Aku menangis karna terkejut, aku tidak pernah siap untuk kejadian ini.
Aku tidak lagi bisa membedakan apakah kamu obat pereda nyeri, atau petasan favoritku. Aku tersedu masih menginginkan kamu.
Yang aku lihat semua orang marah memberitahu agar berhenti.
Untukmu, yang kukira pereda nyeri akibat patah hati.
Kukira aku bisa menarik kembali ucapanku dan berharap aku dapat kembali analgesik dosis tinggi darimu.
Namun pada akhirnya, sikapmu menjelaskan bahwa kamu hanyalah percikan petasan yang lenyap jadi asap dan meninggalkan luka baru.
Aku salah menilaimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar