Ingin Cerita Saja

Gaes,
Sudah saatnya kembali ke peradaban blog.

Well, jika ditanya apa yang membuatku hilang kabar selama beberapa bulan terakhir sebenarnya sederhana.. terlalu banyak hal yang sedang diredam untuk diceritakan. Sangat banyak.
Jujur, akupun kangen untuk bercerita disini, terlepas dari siapa yang akan membaca dan bagaimana pendapat mereka. Aku hanya ingin membuang limbah pikiran, menyalurkannya ke dalam bentuk cerita.

Jadi gini, ada satu hal yang sempat kusyukuri benar karena telah terlewati.
Permulaan September lalu, aku baru saja menjalani operasi reseksi dan rekonstruksi mandibula. Itu operasi pemotongan tulang rahang yang dijangkiti tumor sejak setahun yang lalu. Panjang jika diceritakan bagaimana mulanya tumor itu bisa berada di sana, yang jelas, sudah dua kali operasi minor, beberapa kali pengobatan alternatif dan ntah berapa kali minuman herbal dicoba, hingga diputuskan untuk operasi itu. Pengambilan keputusan itu terhitung berat, karena operasi baru bisa dijadwalkan pada minggu pertama awal kuliah setelah liburan semester genap. Aku sama sekali tidak ingin membolos. Sementara aku tidak mungkin menunggu lebih lama lagi, sudah cukup satu tahun membiarkan si jaringan tumor ini nongkrong disana dan aku tidak mau menunggu libur semester genap tahun depan untuk menjadwalkan operasi.

Alasan lainnya adalah karena aku demikian takut kehilangan rahangku, meskipun dijanjikan akan dicangkokkan dari tulang rusuk. Dan ya, setelah diberitahu hasil tulang rusuk tidak akan sama dengan bentuk aslinya. Sempat nangis karena takut setelah operasi itu, aku akan menjadi cacat. Aku lupa, bahwa tidak ada manusia yang lahir tanpa cela, tanpa cacat :)))

Intinya, operasi itu tetap dilangsungkan pada Senin, 7 September 2015 dari jam 8 pagi hingga 6 sore. Aku tidak ingat apapun ketika bangun, yang aku tau cuma gerah dan haus. Sayangnya aku baru tau, sejak hari itu hingga satu minggu mendatang, aku tidak boleh minum apapun. Aku hanya bisa 'minum' susu tinggi kalori lewat sonde (selang yang dimasukkan dari hidung langsung menuju lambung). Gigiku diikat dengan kawat untuk menjaga agar aku tidak banyak mengerakkan mulutku.

Seminggu opname membuatku memikirkan kembali cita-citaku dulu. Tentang keinginan tulus masuk ruang operasi atau menghabiskan sebagian besar waktu di rumah sakit, menginap, merasakan atmosfer rumah sakit. Semuanya lengkap tercapai, kecuali selera humor semesta yang membalikkan peran yang kupilih dulu yaitu sebagai dokter, sementara yang terjadi saat itu akulah pasiennya.

Ya, gaes.. Kalian punya alasan kuat mengapa berdoa itu harus spesifik.
Ntahlah jika bukan karena Tuhan yang maha baik, aku tidak mungkin bisa menjalani satu minggu yang membuatku hampir trauma dengan kamar rawat inap. Hampir setiap malam aku nangis karna merasakan nyeri luar biasa di area persambungan tulang rahangku. Sementara di setiap nyeri yang kukeluhkan ada penderitaan yang akan jauh lebih menyakitkan dari obat pereda nyeri yang disuntikkan pada selang infus. Ntahlah, obat pereda nyeri yang nyatanya jauh lebih nyeri ketika diinjeksi ke dalam tubuh itu.. ah mimpi buruk!

Lalu pada hari kepulanganku dari rumah sakit, aku memaksa untuk segera kembali ke Malang keesokan harinya karena banyak hal harus dibereskan segera. Bukan main, sesampainya di Malang, siap tidak siap, aku harus menghadapi praktikum paling berat sepanjang sejarah perikanan. Dengan catatan tidak bisa mencerna apapun kecuali susu dan jus, hari berat yang mengguncang mental di mulai. Diselamatkan satu minggu bebas praktikum karena adanya undangan menyelesaikan tahap final perlombaan karya tulis ilmiah di Kendari.

Semua hal di Kendari menyenangkan kecuali kenyataan bahwa setiap nasi kotak yang kuterima tidak akan tersentuh olehku. Bersabar tidak semudah itu, tapi yaa tidak ada hal yang bisa disesali. Life must go on. Setidaknya aku berhasil unlock life achievement, yaitu mengunjungi pulau Sulawesi (meskipun belum sampai Wakatobi), dan naik pesawat. bonusnya: gratis. Satu lagi, pencapaian di luar ekspektasi mengalungi medali perunggu PIMNAS. Tuhan maha baik, kan?

Baiklah, mari kembali pada sebenar-benarnya kenyataan hidup..
Sekembalinya ke fakultas beban hidup telah beranak pinak, tugas menggunung, laporan praktikum 4 materi harus diselesaikan dalam satu minggu.

Belum rampung praktikum luar biasa yang membuatku hampir lupa rasanya berbahagia, disusul lagi praktikum lainnya yang siap menjamin aku akan semakin lama tidak pulang ke rumah. Praktis check up dan angkat kawat gigi molor 3 minggu dari yang di jadwalkan, jadi semakin lama aku harus betahan untuk menghadapi beratnya hari hanya dengan asupan nutrisi susu. Kesehatanku aman, aku hanya mengkhawatirkan mentalku yang kian terguncang. Dalam kondisi berhari-hari hanya tidur 2 jam perhari, dan tubuh yang lemas karena persoalan lapar yang tak pernah rampung dengan bergelas-gelas susu. Aku jadi mudah bersedih untuk hal hal sepele. Aku menginginkan makan nasi dan tidur lebih dari Raja Ampat sebagai alternatif liburan. Tapi, syukur alhamdulillah semua terlewati dengan baik.

DAN AKHIRNYA AKHIR OKTOBER AKU BISA PULANG, yang artinya kawat gigiku dilepas dan aku bisa kembali makan makanan yang manusiawi hehe.. Aku bahagia tanpa bisa bersorak, karna setelah pembalasan dendam selama tiga hari makan seenaknya di rumah, aku kembali ke Malang. Kemudian lantas berpikir bahwa dari hal yang kusebut penderitaan kemarin, Tuhan menyelipkan kemudahan hidup bahwa aku tidak perlu susah payah berpikir "Ingin makan apa sekarang?" ya memang tidak ada yang perlu dipikirkan, yang bisa kumakan toh cuma susu dan jus. Karenanya pun aku lebih mudah menghemat pengeluaran.

Yah, manusia toh akan terus mengeluh.. karna cuma itu yang bisa menjadi pelampiasan mereka atas tidak mampunya diri dalam menjadi sempurna, dalam segala hal. Karena manusiawi, kita berusaha yang terbaik, kita lelah dan kita butuh lega. Jalan menuju lega itu bisa dengan menggerutu, mengumpat atau menangis.

Rasanya, aku sendiri tidak percaya aku mampu menjalani dua bulan dengan tetap waras.

Ahya, tahun ini aku melewati September yang jauuh lebih berat dan menyakitkan nalar tapi aku berhasil melewatinya tanpa mengeluhkan "Wake Me Up When September End 3"
Yaaa, sebenarnya ga ada hidup yang terlalu berat untuk dijalani. Toh Tuhan memberikan cobaan pada batasan yang mampu kita atasi. Cuma ya gitu, kalau ga ngeluh dulu emang ga seru. Asal jangan kebablasan aja ngeluhnya, risih malah akan terdengar seperti berdrama.

Gaes, Oktober ataupun November masih akan sama beratnya walaupun rasanya tidak segila September. Jadi, aku akan kembali ke sini untuk membuang limbah pikiran jika sewaktu-waktu aku butuh lega.

See yaa :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...