Udah lama aku ngga nulis sesuatu disini.
Sejak patah hati yang terakhir, semua hal jadi kerasa biasa biasa aja dan ga ada yang perlu ditulis.
Tiba-tiba udah desember aja.
Aku ngga inget gimana rasanya hidup di masa pandemi, karna sesungguhnya ngga ada bedanya (kecuali jalan menuju tempat kerja yang jd agak memutar)
Aku tetap kerja tiap hari
Aku tetep dapat gaji yang nominalnya sama (kecilnya) sebelum atau selama pandemi
Aku tetep bisa ke indomaret
Hidup berjalan seperti biasa..
Aku gendut bukan karna dirumah saja, karna ya memang aku suka makan.
Masker jadi salah satu produk fashion yang ngga ada matinya.
Aku patah hati.
Ini.
Itu.
Adaptasi kebiasaan baru? Sama aja buatku.
Aku baru bisa ngerasain suffering ketika aku mulai kangen naik transportasi umum. Kangen naik kereta. Kangen naik bis.
Tapi aku ngga bisa egois. Karna aku yakin virus itu ada dimana mana. Aku bisa berpergian kemana saja, berpapasan dengan siapa saja. Lalu pulang ke rumah orangtua dengan membawa virus? No no.
Pandemi pandemi
Apa bedanya buatku? Tetap tidak kencan.
Kekasih hati pulang ke kotanya. Makin jauh. Sempat tergiur angan2 nikah sederhana di tengah pandemi. Tapi angan tetap jadi angan. Tidak ada tanda tanda lamaran mendekat. Padahal aku siap tabungan untuk menggelar acara sederhana.
Lalu, September, mamaku mulai pingin mbangun rumah, pemborong sudah dapat, semua deal, deadline pelunasan Desember. Aku menjanjikan tabunganku yang tak seberapa itu, kekurangannya aku hitung2 akan terpenuhi dengan gajiku dua bulan.
Aku menciptakan pemicu sakit kepala untukku sendiri. Aku menghitung total pemasukan tanpa memperhitungkan biaya yang aku keluarkan untuk operasionalku.
Beli kebutuhan domestik, jajan, belanja.
Karna aku terlanjur berjanji. Mau tidak mau aku harus menekan pengeluaranku seminimal mungkin. Minim belanja, tidak jajan. Dan setengah mati mengabaikan lelah dan bekerja keras tanpa libur.
Aku pernah nangis, suatu hari badanku terasa sangat pegal, kepalaku keruh aku mendamba liburan, tapi aku ngga berdaya. Tidak ada liburan, jajan saja tak mampu.
Dua bulan terberat dalam hidupku
Dua bulan yang membuatku sadar betapa sedikitnya gajiku.
Dua bulan yang membuatku merangkum seluruh tahun ini terasa gila.
Aku menderita. Saking sedihnya aku bisa nangis sambil ketawa.
Bagiku, tetap waras di akhir tahun adalah pencapaian besar. Tidak muluk-muluk.
Surprise Desember!
Aku diberi kesempatan menikmati liburan..
Hari yang paling kutunggu tunggu sejak dua bulan terakhir.
Ah, aku bisa nangis saking bahagianya.
Bye bye sakit kepala, deadline, tunggakanku terpenuhi, aku bisa menikmati sebutir siomay tanpa memikirkan uang lagi.
Berikutnya pelan-pelan menabung lagi untuk mengisi rumah.
Hal baik.. datanglah di tahun 2021.
Sudah cukup setahun yang tidak membanggakan ini. Aku ingin mencapai sesuatu. Aku ingin hidup yang lebih baik.