Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe.
Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu.
Sedari dingin mencekat sendi ditiup angin lamat-lamat lalu runtuh juga dinding es di seberangmu.
Cair membanjir, hingga tumpah semua yang pernah mengkristal.

Segelas teh hangat dan susu jahe.
Ada gula mengendap di dasar, tapi nggak ada sendok.
Kemudian kau tunjukkan padaku cara melarutkannya dengan tawa kita berdua.
Dan aku kalah menyadari bukan hanya gulanya, tapi perasaan di dasar hatiku pun turut melebur.
Aku kalah dalam usahaku mempertahankan si batu es.

Andai malam itu tak ada perjumpaan.
Mungkin kita bukanlah kita yang sekarang.
Tak ada uap-uap teh hangat dan susu jahe.
Tak ada kepulan rindu karena ia masih membatu, diikatnya oleh dingin khawatir dan trauma hari kemarin.
Tak ada takutku, yang sekarang.

Harusnya sudah tidak ada lagi yang kutakutkan sejak habis kuikhlaskan kamu.

mbuh.

bersulang, semesta ?
ayolah, tenang saja, kita takkan mabuk dengan bergelas-gelas teh manis.
aku masih ingin merasakan sadar saat semuanya terasa serba tak tepat.
aku ingin merasakan super kamehameha dalam diriku menghadapi ini semua.
ah, jika benar kamehameha itu demikian super..

ya, atau kita bisa coba sesuatu yang lebih memabukkan
segelas kecil cinta?  
yang mendidihkan adrenalin, seakan ingin melepas jantung dari tempatnya menggantung.
bahagia itu bisa saja membuatku lupa bernapas.
atau dari hangat yang kau seduh dengan buru-buru mengejar yang berlalu.
ah, bisa mati aku teracuni pahit.

ah, sungguh aku tak sedang ingin mabuk.
jangan sekarang.

serius, aku ingin bicara.
semesta, mengertikah seperti apa rasanya?
ketika ada yang memberatkan nalarku, aku cuma diam.
ada jeda panjang sekali pada setiap pikirku.

aku cuma jatuh menekuk lutut.
menangis bersimpuh memohon agar Tuhan berbagi sedikit keajaiban.
untuk jawaban, atas ketidaktahuanku. ketakutanku.
aku nggak nyerah.
ntah dari mana kekuatan tak nampak super kamehame itu datang.
yang jelas dia ada, membantuku berpikir jernih.
atau sekedar mengalah untuk melepaskan semua berjalan seadanya. sejadinya.

ah, semesta..
ini segelas terakhir.
ayo bersulang, untuk kita.
untuk masalahku sendiri, dan untuk partisipasimu dalam penciptaannya.

Titip boleh, bli ?

Mau dengar cerita, bli ?
.
.
Alkisah sebelum bertemu kamu, saya sempat menyukai seorang lelaki yang mirip denganmu. Dia baik sekali, pembawaannya tenang, dan tutur katanya lembut nan santun. Saya sangat mengaguminya. Hanya saja, saya dan dia memanggil nama Tuhan dengan sebutan yang berbeda.

Hopeless, saya ketika itu.
Tanpa maksud apa-apa, saya iseng nyeletuk "Tuhan, boleh ndak, kalau saya minta satuuu aja yang mirip ini. Yang sama baiknya, sama sopannya dan sama tenangnya tapi tolong yang seiman dengan saya.. "

Ajaibnya, tak kurang dari dua hari, saya bertemu kamu. Terlibat kesibukan selama seharian penuh bersama. Kemudian saya mengenali sosok lelaki itu pada dirimu. Kalian mirip sekali. Benar-benar mirip (attitude ya, bukan physic). Sampai akhirnya saya tau, lelaki itu adalah karibmu, dan kalian berasal dari pulau yang sama.

Saya jatuh, mudah sekali..
Hanya karena selera humor semesta dan Tuhan yang maha mengabulkan doa.

Bli,
Saya belum benar-benar siap jatuh lagi semenjak hati saya pulih dari patah kemarin.
Kamu pun jauh dari ekspektasi saya,
Tentang lelaki yang rentang usianya paling tidak harus 3-5tahun diatas saya.
Tapi kembali lagi, ini baru gelitik lucu dalam hati, kan ?
Belum terlalu jauh, saya masih sekedar menyukaimu.
Ya, kamu adalah doa yang terlalu lekas terkabul.

Taukah kamu ?
Sebenarnya saya tidak pernah menyesali apapun. Apapun.
Tapi andai saja bisa meralat ucapan, saya ingin ketika itu lebih hati-hati saat berujar.
Saya ingin, jika saja bisa menambahkan kalimat semoga..
"Semoga kamu, mencintai saya dengan tulus" dan "Tidak harus sekarang, bisa saja nanti saat saya sudah siap"

Saya tau, bli..
Kamu mungkin saja tidak sama sekali terpikir tentang saya. Saya juga jarang mikirin kamu.
Banyak orang yang lalu lalang di dekat saya, akhirnya membuat saya menyadari bahwa kamu sedikit berbeda.
Perasaan saya, saya tidak pernah berdebar saat bertemu kamu, tidak juga resah merindukan kamu. Tapi saya tau, kamu tersimpan di dalam rongga hati saya. Demikian tenangnya, ada perasaan teduh ketika kamu dekat. Seperti sedang berada di rumah.

Bli, titip rumah saya, boleh ?
Nanti kalau saatnya tiba, saya pulang ya ?
Tolong jangan dulu dibuka pintunya, takut ada kucing masuk.
Hehe..

Cerita Tentang Teh Hangat dan Susu Jahe

Segelas teh hangat dan susu jahe. Anggap saja dua jenis minuman itu adalah kita, yang terhidang di meja semesta malam itu. Sedari dingin m...